Dari narasi dan refleksi di atas tampak bahwa identitas politik (tubuh) perempuan merupakan sesuatu  yang sangat kompleks dan penuh dengan ketegangan. Identitas perempuan bukan saja terawasi (Foucault) secara tersembunyi dan terang-terangan oleh kekuasaan (kultural, agama, politik, dll), tetapi juga mengancam dan menghancurkan ketika terjadi perlawanan. Namun perjuangan harus tetap berada di lini terdepan dari gerakan kaum perempuan. Pertanyaan reflektif Spivak atas kritiknya terhadap Gilles Deleuze dan Foucault yang membantah bahwa subaltern dapat berbicara, mendapatkan tantangan yang lebih besar bukan saja pada persoalan "speak up" tetapi juga pada usaha perlawanan terhadap ketidakadilan yang struktural.
      Pada akhirnya memang harus selalu direnungkan apa arti kemenangan dan apa arti kekalahan?  Kemenangan memang sering mendapatkan sambutan yang meriah dan eforia.  Tetapi bagaimana menyambut sebuah kekalahan akibat sebuah perjuangan yang keras dan gigih. Kekalahan Calon Arang adalah sebuah kekalahan dalam perjuangan. Ia telah membuktikan bahwa meskipun kalah dalam pertarungan dengan Mpu Baradah, tetapi ia telah menunjukan identitas dirinya melawan struktur-struktur kekuasaan yang sejak awal telah mengawasinya (panopticon) dan menuntutnya untuk tunduk kepada kekuasaan tanpa perlawanan (docile bodies). Tetapi justru apa yang dilakukan oleh Calon Arang adalah sebuah perlawanan terhadap nilai-nilai yang menundukan dan menguasai. Ia tidak begitu saja menerima identitas privat-nya diobrak-abrik oleh kekuasaan yang mengancam. Ia melawan!Dalam konteks masa kini perlawanan memang tidak identik dengan kekerasan fisik. Tetapi membangun kesadaran bahwa perlawanan adalah sebuah usaha untuk memberi ruang kepada keadilan yang lebih besar adalah sesuatu yang terus harus diperjuangkan meski pada akhirnya menyadari akan kalah. Dalam konteks ini maka kita sudah harus mulai membiasakan diri untuk merayakan  kekalahan dalam sebuah perjuangan keadilan, bukan sekedar merayakan kemenangan dalam ketidakadilan.  Pertanyaan politik identitas kaum perempuan saat ini adalah bukan pada "Can Subalatern Speak?" tetapi menjadi "Can Subaltern Exist"?
                                                        Daftar Pustaka
Arivia, G. (2003). Calon Arang Calon Feminis: Kisah Pramoedya dan Kisah Toeti Heraty. Jurnal Perempuan, 30, 79.
Foucault, M. (1979). Disciplen and Punish - The Birth of the Prison. Vintage Books.
Foucault, M., & Hurley, R. (1978). The history of sexuality, vol. 1. The will to knowledge. In History of Sexuality (p. 168).
Mudhoffir, A. M. (2013). Teori Kekuasaan Michel Foucault: Tantangan bagi Sosiologi Politik. MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 18(1), 117--133. https://doi.org/10.7454/mjs.v18i1.3734
Natar, A. N. (2019). Perempuan Dalam Kepemimpinan Agama: Pengalaman Kristen. Muswa Jurnal Studi Gender Dan Islam, 18(2), 133. https://doi.org/10.14421/musawa.2019.182.133-147
Nurul Azizah, M. A. (2019). Politisasi Hijab Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Journal of Gender Studies, 03(02).
Riach, G. K. (2017). Can the Subaltern Speak? In Can the Subaltern Speak? (pp. 1--96). https://doi.org/10.4324/9781912281770
Rosalind C.Moris (Ed.). (2010). Can the Subaltern Speak?: Reflection on The History of an Idea. Columbia University Press.