Mohon tunggu...
Drupadi Proboningsih
Drupadi Proboningsih Mohon Tunggu... Lainnya - youth

Know more by learn something new

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bahagia yang Pertama, Pintar Ada Waktunya

25 Juni 2020   19:00 Diperbarui: 25 Juni 2020   19:06 1347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.instagram.com/p/CBx4v8ynueq/?igshid=1r05jbwq7ai7l

Artis sekaligus seorang ibu Nycta Gina baru saja memposting video putra putrinya pada Selasa, 23/06. Dalam postingannya tersebut ia menyertakan caption "mengutip dari seorang psikolog pada anak yang berkembang duluan adalah pusat perasaannya makanya anak usia dini harus jadi anak yang bahagia, bukan jadi anak yang pintar. Anak itu pintar pada waktunya" well noted mbak Gina. Kalau tidak salah, kutipan caption tersebut adalah pendapat pakar psikolog  UI  Elly risman yang mengatakan bahwa anak usia dini harus jadi anak yang bahagia bukan jadi anak pintar, karena pintar ada waktunya.

Saya sendiri bukan seorang orang tua. Bisa dibilang saya adalah seorang remaja pada masa transisi menuju dewasa.  Tapi saya sangat setuju dengan pendapat tersebut. Sebagai bulik dari 7 orang keponakan yang dimana saya sendiri sudah biasa ikut mengasuh mereka saat ibu atau ayahnya ada keperluan, automatis saya ikut ketiban ilmu parenting dari kakak saya yang basically sudah jadi orang tua. 

Bila dibandingkan dengan pola asuh ibu yang mengasuh anak 5 seorang diri tentu saja itu berbeda. Zaman ibu dan kakak saya dalam menjadi orang tua juga tentu berbeda. Istilahnya kakak saya ini orang tua millenneal sedangkan ibu mulai mengasuh anak ditahun 80-90. 

Tentu banyak perbedaan seiring perkembang zaman. Automatis Saya  bisa membandingkannya. Ilmu parenting pasti akan berubah seiring perkembangan jaman berdasarkan penelitian-penelitian baru. Artinya, kita juga harus membuka mata kepada perubahan-perubahan tersebut. Anak harus bahagia dulu, urusan pintar nanti. Ada waktunya sendiri. 

Bila saya disangkal ''iya bahagia,orang tuanya kaya. Ya kalo ga punya? bagaimana  bisa bahagia?" Bahagia itu luas artinya. cukup dengan hal-hal sederhana karena bahagia tidak melulu "wah".  Contoh sederhana adalah cukup tidak melampiaskan amarah pada anak yang ia sendiri tidak tau apa-apa. 

Biarkan ia bereksplorasi dengan dunianya, bermain dengan siapa saja. Dengan begitu anak tidak akan merasa terkekang. bila sudah memasuki usia sekolah, jangan buru-buru tuntut dengan banyak kursus. Bakat dan minat pasti akan terlihat sendiri seiring bertambahnya teman pergaulannya. Daripada membuang uang untuk kursus, lebih baik dukung bakat dan minatnya. Percayalah, ia akan berhasil dengan caranya sendiri. 

source pinterest.com /cellajane.com
source pinterest.com /cellajane.com
Berbicara soal kepandaian, kebanyakan orang Indonesia menilai dari pintar tidaknya ia matematika. Padahal pintar tidak melulu soal angka. Ada 9 kecerdasan manusia. Apakah kita harus memenuhi 9 kriteria tersebut? Tentu tidak. Banyak faktor penentu kecerdasan kok. Tidak semua anak lahir dari basic pendidikan orang tua  yang sama. Tidak semua anak mendapatkan privilege pendidikan terbaik, gizi, dan  keinginan yang selalu terpenuhi. 

Tidak semua orang tua mempunyai pola asuh yang sama. Jadi, jangan jadi toxic bagi lingkungan anda dengan menjadi pembanding anak satu dengan anak lainnya. Kalau soal kepandaian anak balita, rata-rata yang menjadi patokan masyarakat adalah seberapa cepat ia berjalan dan berbicara. 

Semakin cepat pasti semakin dipuji-puji. Bila terlambat seorang ibu akan selalu terserang pertanyaan 'kenapa, loh kok.." kalimat-kalimat itu hanya membuat down. kalau begini saya jadi teringat Najwa Shihab. "terkadang, yang menyakiti hati perempuan adalah sesama perempuan sendiri"

Anda yang seusia saya, bila Tuhan mengizinkan esok pasti juga akan jadi orang tua. Tugas kita  (termasuk saya) saat ini adalah belajar. Belajar disegala aspek kehidupan.  Dari yang kecil hingga yang besar.  Agar kelak esok kita bisa menghasilkan generasi bangsa yang berkualitas, tidak hanya terdidik tapi juga bahagia. 

Artikel ini bisa dibaca siapa saja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun