Mohon tunggu...
Dwi Rahmadj Setya Budi
Dwi Rahmadj Setya Budi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku Suara Rakyat, Suara Tuhan; Mengapa Gerakan Protes Sosial Sedunia Marak?

Jangan risih jika berbeda, tapi waspadalah jika semua terlihat sama.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Merawat Politik Identitas, Kemenangan Mahyeldi-Audy di Sumbar Dibantu PDIP?

17 Desember 2020   16:59 Diperbarui: 17 Desember 2020   17:36 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menilik hasil real count Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Barat (Sumbar), Rabu (16/12/2020), pasangan Mahyeldi-Audy masih unggul. Perolehan suara yang didapatkan Mahyeldi-Audy sebanyak 32,9 persen suara atau sebanyak 649.530. Kemudian disusul paslon Nasrul Abit-Indra Catri yang mengantongi 30,4 persen suara (600.290), Mulyadi-Ali Mukhni 26,6 persen suara (525.848) dan terakhir Fakhrizal-Genius 10 persen suara (198.051).

Beberapa pengamat menilai; salah satunya pengamat politik Unand Edi Indrizal, menyebutkan kemenangan Mahyeldi-Audy menunjukkan kecenderungan pemilih di Sumbar yang tergolong konservatif. Disebutkan, salah satu kriteria memilih pemimpin oleh masyarakat Sumbar adalah calon yang dipersepsikan agamis atau religius.

Pandangan ini agaknya berbeda dengan yang disampaikan Konsulat Amerika Serikat untuk Sumatera Juha P Salim yang menyebutkan orang Sumbar sangat moderat dan jauh dari konservatif seperti selama ini dilekatkan. Bahkan Juha P Salim tak segan menyamakan kemoderatan orang Sumbar dengan yang terjadi di Amerika, dimana kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi negara.

Menurut pandangan pribadi penulis, melihat perjalanan Pilkada 2020 di Sumbar, pandangan Konsulat Amerika Juha P Salim lebih relevan. Mengutip pandangan Ibnu Aqil D. Ghani seorang aktivis LSM di Sumbar, menyebutkan bahwa masyarakat "Minang" adalah pemilih yang cerdas dan bersabar. Jangankan memilih pemimpin, memilih bawang, cabe atau ikan saja di warung mereka sangat hati-hati dan cekatan. Rusak sedikit mereka buang.

Tentunya, berbagai pandangan ini dipulangkan kembali kepada pembaca, khususnya masyarakat Sumbar. Apakah benar kita orang Sumbar cenderung konservatif, khususnya dalam memilih pemimpin? Atau karena ada impossible hand yang mengarahkan pemilih di Sumbar yang akhirnya menjadi cenderung konservatif.

Dalam pepatah Minang, ada istilah "ndak ado kusuik yang ndak salasai, kusuik banang dicari ujuangnyo" (tidak ada kusut yang tidak bisa diselesaikan, benang yang kusut dicari ujungnya untuk memperbaikinya). Pepatah ini bisa kita gunakan sebagai alat analisis bagaimana membaca silang pendapat tentang kecenderungan pemilih di Sumbar.

Ditarik mundur dari awal, jauh sebelum Pilgub Sumbar dimulai, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) telah mencoba mempetakan pilihan pemimpin menurut masyarakat Sumbar. Hasilnya, sosok Mahyeldi hanya mendapatkan 16 persen suara. Sedangkan suara tertinggi di raih Mulyadi dengan persentase 27,9 persen. Tempat ketiga dan keempat diisi nama Nasrul Abit dan Fakhrizal dengan masing-masing perolehan sebesar 14,9 persen dan 4,2 persen.

Pada November 2020, hasil survei Poltracking Indonesia juga menempatkan paslon Mulyadi-Ali Mukhni sebagai pemuncak dengan perolehan dukungan sebesar 49,5 persen, diikuti Nasrul Abit-Indra Catri dengan 21,2 persen, Mahyeldi-Audy 17,1 dengan persen dan Fakhrizal-Genius dengan perolehan sebesar 6,2 persen.

Dari hasil dua lembaga riset ini terlihat, bahwa stigma masyarakat Sumbar adalah pemilih yang konservatif terbantahkan. Tapi kenapa hasil ini tidak berbanding lurus dengan hasil pemilihan 9 Desember 2020?

Jika kita baca lagi dari awal, terkesan sudah ada upaya untuk menghidupkan politik identitas dengan polarisasi di Sumbar. Hal itu terbaca dari pernyataan Ketua DPR RI dari PDIP, Puan Maharani yang menyebut Sumbar "belum Pancasilais" membuat suasana bagalebuik. Tidak berselang lama, tetiba dukungan lisan PDIP kepada Mulyadi, menurut Andi Arief dikapitalisasi oleh pihak-pihak tertentu sebagai surat dukungan resmi PDIP atau B1KWK. Hal ini pun kembali menimbulkan riak.

Namun, riak ini cepat diselesaikan. Membaca hasil survei Poltracking Indonesia terakhir, paslon Mulyadi-Ali Mukhni tetap mendapatkan tempat di hati masyarakat Sumbar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun