Mohon tunggu...
Dwi Rahmadj Setya Budi
Dwi Rahmadj Setya Budi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku Suara Rakyat, Suara Tuhan; Mengapa Gerakan Protes Sosial Sedunia Marak?

Jangan risih jika berbeda, tapi waspadalah jika semua terlihat sama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jangan Baper, Bijak Menanggapi Hasil QC Pilpres 2019

18 April 2019   03:54 Diperbarui: 18 April 2019   08:34 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilu 2019 telah dilaksanakan. Akan tetapi, tahapan dan prosesnya masih tetap berlanjut hingga nanti keluar hasil ketetapan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Terlepas dari hasil quick count (QC) atau hitung cepat lembaga survei yang memenangkan salah satu paslon capres-cawapres, penting bagi kedua paslon, timses, ataupun pendukungnya agar tidak baper dan bijak menanggapinya.

Seperti diketahui, QC merupakan sebuah metode verifikasi hasil pemilihan umum yang dilakukan dengan menghitung persentase hasil pemilu di tempat pemumgutan suara (TPS) yang dijadikan sampel. Rata-rata sampel yang digunakan oleh lembaga survei untuk melakukan QC sebesar 3.000 hingga 5.000 sampel. Lalu apakah 3.000 hingga 5.000 sampel ini bisa mewakili 809.699 jumlah TPS yang ada?

Secara akademik, jawabannya bisa. Karena sampling adalah metode statistik yang dapat dipertanggungjawabkan. Akan tetapi faktor yang lebih terpenting adalah sebaran datanya. Sebab jika jumlah sampel banyak tapi hanya terpusat di satu daerah saja, bisa saja tidak mewakili kondisi yang sebenarnya.

Menurut pakar statistik dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Khairil Anwar Notodiputro, mengatakan bahwa QC merupakan statistik yang mempunyai kemungkinan adanya perbedaan-perbedaan antara satu lembaga survei dengan lembaga lainnya.

Bahkan menurutnya, QC bisa saja berbeda hasilnya dengan real count. Hal itu bisa terjadi karena dua faktor, pertama faktor yang bersifat teori dan kedua faktor malpraktek.

Kesalahan hasil perhitungan QC secara teori bisa terjadi walaupun peluangnya sangat kecil. Namun, kesalahan fatal dalam perhitungan bisa terjadi akibat malpraktek atau ulah kenakalan lembaga survei itu sendiri. Kenakalan-kenakalan dalam praktek statistik  inilah yang akhirnya merusak kaedah ilmu pengetahuan dan mental masyarakat.

Kesalahan prediksi terkait QC pernah terjadi pada Pilpres 2004. Dimana saat itu TVRI yang bekerja sama dengan Institute for Social Empowerment and Democracy memenangkan pasangan Mega-Hasyim dengan keunggulan 50,07% atas pasangan SBY-JK yang hanya memperoleh 49,93%.

Hasil survei tersebut disiarkan TVRI langsung dari Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Namun, Pilpres 2004 menghasilkan keputusan SBY-JK menjadi presiden-wakil presiden dengan persentase sebesar 60,62% berbanding 39,38% yang didapatkan Megawati-Hasyim.

Kesalahan juga terjadi pada Pilpres 2009. Lembaga survei Indonesia Development Monitoring (IDM) mengklaim pasangan capres-cawapres Megawati-Prabowo unggul dengan angka 37,45%, SBY-Boediono 31,7%, dan disusul JK-Wiranto 30,78%.

Faktanya berdasarkan hasil pengumuman resmi KPU, SBY-Boediono menang dengan 60,8%  diikuti Megawati-Prabowo 26,79%, dan JK-Wiranto sebesar 12,41%.

Kesalahan yang sama juga terulang pada Pilpres 2014. Tidak tanggung-tanggung, kesalahan prediksi QC dilakukan oleh empat lembaga survei. Empat lembaga survei tersebut yaitu Jaringan Survei Indonesia (JSI), Pusat Studi Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Lembaga Survei Nasional (LSN), dan Indonesia Research Center (IRC). Rata-rata dari empat lembaga survei ini memenangkan pasangan Prabowo-Hatta dengan 51% atas Jokowi-JK yang hanya memperoleh 49%.

Kesimpulan: QC itu adalah statistik. Sedangkan KPU adalah parameter.

Oleh sebab itu, jangan cepat baper dan marilah bijak menanggapi hasil suvei sebagai bagian dari akademik. Jika kamu, kamu, dan kamu yakin pasangan calon mu lah yang menang, maka kawal kotak suara hingga keluar hasil keputusan resmi KPU, bukan memprovokasi orang lain. Mari bijak untuk Indonesia damai dan sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun