Mohon tunggu...
Dwi Rahmadj Setya Budi
Dwi Rahmadj Setya Budi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku Suara Rakyat, Suara Tuhan; Mengapa Gerakan Protes Sosial Sedunia Marak?

Jangan risih jika berbeda, tapi waspadalah jika semua terlihat sama.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Demokrasi "Sales" Keliling

29 Agustus 2018   01:41 Diperbarui: 29 Agustus 2018   01:52 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menggambarkan salesman yang mengetuk satu persatu rumah warga. (divestopedia.com)

Demokrasi sales keliling bukanlah suatu sistem tatanan masyarakat yang ada landasan teorinya. Jadi jangan harap anda bisa menemukan istilah dan defenisi tersebut dalam buku-buku teks pelajaran ataupun di mesin pencarian google. Tulisan ini hanya sekedar menggambarkan secara ringan tentang keadaan tatanan masyarakat kita hari ini dalam berdemokrasi.

Dalam konsep bisnis, strategi sales (personal selling) merupakan strategi yang konvensional. Dibandingkan dengan strategi bisnis terbaru yang menjadikan instrument teknologi dan data sebagai tolak ukur, sales sebenarnya sudah tertinggal jauh. Namun, beberapa pendapat mengatakan strategi sales tersebut cukup ampuh untuk mempengaruhi konsumen secara langsung karena berhadapan tatap muka (face to face).

Semua kita hampir bisa dikatakan pernah bertemu dengan sales yang menjajakan barang dagangannya dari rumah ke rumah, terutama kaum ibu-ibu. Mulai dari mendagangkan peralatan dapur, kosmetik, hingga makanan. Strategi antara satu sales dengan sales yang lainnya jika diperhatikan dengan baik hampir sama.

Strategi pendekatannya seperti sudah ada standart operasional prosedurnya. Setiap sales yang datang pasti akan membicarakan keunggulan dari produk yang dibawanya. Sekalipun barang yang dibawa tidak jelas mereknya apa, siapa produsennya, tapi si sales tetap meyakinkan konsumen kalau produknya tersebut nomor wahid dan telah dipakai dibanyak negara.

Jika seandainya si calon konsumen menolaknya dengan alasan sudah ada produk sejenis dengan yang ditawarkan, si sales dengan beribu satu cara meyakinkan kalau barangnya jauh lebih unggul. Bahkan tak jarang si sales dengan berani membandingkan kualitas barangnya dengan menjelekkan produk yang telah dimiliki si calon konsumen. Intinya, sedapat mungkin si sales tidak memberi ruang kepada calon konsumen untuk mencela produknya atau membanggakan produk yang telah dimiliki calon konsumen tersebut.

Antara jengah dan tertipu, banyak konsumen yang akhirnya memilih untuk membeli barang dagangan si sales. Akan tetapi perkara ternyata tidak berhenti sampai disitu. Dengan telaten si sales menawarkan fee kepada konsumen barunya tersebut, dengan catatan si konsumen baru tersebut mau menjadikan rumahnya sebagai tempat demo dan mengajak ibu-ibu dan tetangga lainnya untuk menyaksikan demo si sales tersebut.

Inilah demokrasi sales keliling. Si sales berusaha untuk merubah pilihan warga untuk beralih memilih barang dagangannya. Walaupun sudah banyak yang tertipu dan kesal, namun keahlian komunikasi si sales yang seperti sudah ada standart operasional prosedurnya tersebut selalu berhasil mendapatkan pelanggan baru. Dengan kemampuan komunikasinya, si sales berusaha menyeragamkan pilihan warga dengan barang dagangan yang ditawarkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun