Padang Golf Pondok Indah (PI), sekitar tahun 2006-2007. Padang golf ini termasuk padang golf elit di Jakarta, bahkan mungkin di Indonesia. Berbeda dengan padang golf umumnya di luar kota, Padang Golf PI berada di tengah kota satelit, Metro Pondok Indah, Jakarta Selatan. Dikelilingi bangunan beton, padang golf ini mirip oasis dengan udara segar, rumput hijau, 18 holes, bunker, bukit, lembah, dan danau.
Padang Golf PI hanya "sepukulan bola" dari rumah keluarga Mas Teddy Rusdy di Bukit Golf. Untuk memasukinya kami mengambil jalan dari belakang Club House menaiki kereta buggy. Semua staf sampai tukang rumput kenal dan hormat pada Mas Teddy Rusdy  yang menyapa merekan dengan ramah. Tak ada sifat sombong sama sekali.
Mas Teddy Rusdy  pertama kali mengajak saya untuk driving, ditemani oleh Jayan, caddy favoritnya dan Beni-yang sering menjadi caddy Dyah (istri saya), adik Mbak Sri. Kata pegolf kawakan ini, "Yan, kamu belajar driving dulu. Pukul minimum 5.000 bola sebelum turun ke lapangan". Dengan sabar, bahkan lebih sabar dari Beni, Mas TR mengajari saya dengan menggunakan iron, wood, driver, dan putter.
Suatu pagi, akhirnya saya "turun" ke lapangan dengan Mas Teddy Rusdy , Jayan, dan Beni. Dalam kereta buggy, lelaki pegolf dengan single handicap dan konon beberapa kali berhasil mendapatkan hole in one dan banyak piala golf yang bertumpuk di perpustakaan itu in a good mood sembari berkali-kali melontarkan humor golfer yang terkadang jorok.
Di Lapangan dengan susah payah saya "bermain golf". Beberapa pukulan saya melenceng jauh, ke kanan, ke kiri, atau malah melesat keluar green, out of bounds, ke semak-semak atau masuk ke jebakan air. Mulligans sudah tak terhitung. Dengan amat sabar, tetapi juga geli, Mas Teddy Rusdy menunggui saya "memukul dan menyiksa" bola golf. Ia bertanya kepada Beni, "Gimana Ben, dapat par?" Jawab Beni, "Pariyem Pak". Jayan menambahi, Hole in one Pak, masuk ke air". Ha ha ha.
Namun, ia tetap In a good mood. Katanya, "Main bagus, badan sehat, hati senang. Main jelek, badan tetap sehat. Bola hilang, kita kasih rezeki ke orang". Beni (anak betawi) tidak sesabar Mas Teddy Rusdy. Katanya kesal lantaran sering harus mencari bola di semak-semak, "Pak...lihat arahnya dulu dong, jangan main kemplang aja...". Mas Teddy Rusdy  ikut meledek, "Wah hebat kamu yan, you only have two handicaps, distance and direction, ha ha ha". Not funny, dalam batin saya.
Setelah permainan perdana itu, Mas Teddy Rusdy masih mengajak main golf setiap ada kesempatan, paling tidak Driving. Kemungkinan, pada usia senja, the old soldier ini kesepian dan perlu teman. Ia pernah juga mengajak kami main golf bertiga bersama Dyah yang ternyata lebih berbakat. Namun, istri saya kemudian lebih suka bermain bersama teman-temannya di lapangan golf Halim PK dari pada dengan suaminya.
Beberapa kali, saya mencari alasan menolak ajakan Mas Teddy Rusdy. Suatu hal yang saya sesali kemudian. Tidak semua orang mendapat kesempatan main golf gratis di padang golf elit, serta ditraktir makan minum. Sampai tips untuk caddy, dibayar oleh Mas Teddy Rusdy. Selain itu, saya juga menyesal melewatkan kesempatan mengenal the man of all seasons itu lebih jauh.
But, if business is not my cup of tea, definitely golf is not my mug of coffee.
Fast forward. Kamis Legi, 31 Mei 2018. Sehabis berbuka puasa, kami sekeluarga mendapat kabar mengejutkan: Mas Teddy Rusdy diduga wafat di rumah Bukit Golf setelah shalat Maghrib. Menurut penanggalan Jawa, saat itu sudah memasukin hari Jumat Paing. Wafat di hari Jumat malam 17 Ramadhan dengan tenan, tanpa sakit adalah berkah yang dimimpikan umat Islam. Kami bergegas ke RSPI dan malam ini jenazah mas Teddy Rusdy dibawa ke  rumah duka di Bukit Golf. Pagi hari Jumat kami datang lagi ke Bukit Golf untuk ikut merawat, memandikan, dan mengantarkan jenazahnya ke Taman Makan Pahlawan Nasional (TMPN) Utama Kalibata.
Sebagai anak tentara, saya sering melihat upacara pemakaman prajurit. Bunyi terompet tap dan tembakan senapan mengiringi jasad Marsekal Muda Teddy Rusdy ke bumi Indonesia yang begitu dicintainya.
Selamat jalan Mas Teddy Rusdy, Our Godfather and man of all seasons, panutan dan teman terbaik. You did a lot for us. Ah ya, Mas tak perlu menyesali kegagalan untuk menjadikan saya businessman or golfer or both.
Nobody's perfect.