Mohon tunggu...
Mombang Sihite
Mombang Sihite Mohon Tunggu... CEO PT Azbil Berca Indonesia & Chairman BEE Management Consulting & Education -

CEO PT Azbil Berca Indonesia & Chairman BEE Management Consulting & Education (www.beeconsulting-id.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

GROWTH STRATEGY: 7-Eleven, Dihabisi Regulasi?

5 Juli 2017   13:11 Diperbarui: 3 Agustus 2017   17:06 1527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Grup Modern didirikan oleh Otje Honoris yang awalnya membuka studio foto di Makassar karena terinspirasi oleh hobinya belajar fotografi. Pada tahun 1965, Otje merantau ke Jakarta dan membuka sebuah gerai kecil di bilangan Pasar Baru yang menjual peralatan fotografi. Tonggak kejayaan bisnis Otje Honoris bermula pada tanggal 12 Mei 1971, di mana dia mendirikan PT Modern Photo Film yang menjadi perusahaan distributor peralatan fotografi. Pada tahun itu pula PT Modern Photo Film berhasil mendapatkan lisensi untuk menjadi distributor tunggal Fujifilm di Indonesia.

Dengan menggandeng Fujifilm-lah Grup Modern mencapai puncak kesuksesannya, di mana PT Modern Photo, Tbk. menjadi kontributor utama bagi total profit perusahaan. Pada tahun 1996, aset Grup Modern diperkirakan mencapai Rp2,5 triliun dengan revenuesebesar Rp3 triliun. Bahkan saat Indonesia diterpa badai krisis moneter yang berujung pada krisis ekonomi pada tahun 1998 (tahun di mana Bank Modern harus dilikuidasi), PT Modern Photo, Tbk. menjadi salah satu dari segelintir anak usaha yang tersisa dan masih mampu berkontribusi positif.

Setelah krisis ekonomi 1998, badai kembali menerjang bisnis Grup Modern. Era digital tiba, dan PT Modern Photo, Tbk. yang saat itu sudah berubah nama menjadi PT Modern Internasional, Tbk. merasakan dampaknya yang teramat dahsyat. Faktanya, bisnis PT Modern Internasional, Tbk. sudah mulai mengalami penurunan konstan sejak tahun 2000, namun pada tahun 2007 penurunan yang mereka alami amat sangat drastis.

Sebenarnya, sebelum krisis moneter tahun 1998 perusahaan sudah menyadari kebutuhan untuk merevitalisasi bisnis dan mulai melakukan pendekatan kepada pihak 7-Eleven untuk mendapatkan lisensinya. Namun, krisis ekonomi membuat semua langkah pendekatan tersebut terhenti untuk sementara waktu. Baru pada tahun 2006, di bawah komando Henri Honoris---cucu dari Otje Honoris---PT Modern Internasional, Tbk. mulai kembali mengintensifkan pendekatan ke pihak 7-Eleven guna menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan. Henri "menjual" jaringan Fuji Image Plaza dan M-Photo Studio yang mencapai sekitar 1.200 gerai di hadapan pihak prinsipal 7-Eleven. Gerai-gerai tersebut tentu sangat potensial untuk diubah menjadi gerai ritel 7-Eleven. Dan akhirnya usaha pantang menyerah Henri pun membuahkan hasil positif. Pada tahun 2009, PT Modern Internasional, Tbk. terpilih menjadi pemegang lisensi tunggal waralaba 7-Eleven di Indonesia, dan kini bisnis convinience storetersebut ditangani oleh PT Modern Sevel Indonesia.

Revitalisasi bisnis Grup Modern langsung memberikan dampak positif. Pada tahun 2010, dua puluh gerai 7-Eleven mereka memberikan kontribusi sebesar 10% dari total pendapatan perusahaan. Pada tahun 2016, 175 gerai 7-Eleven memberikan kontribusi nyaris 80%! Kendati demikian, pertumbuhan bisnis 7-Eleven di Indonesia ternyata tidak bisa sinambung (sustainable) dalam jangka panjang. Buktinya, penjualan per sembilan bulan 7-Eleven pada tahun 2016 turun menjadi Rp526 miliar dari Rp686 miliar pada tahun 2015. Yang dituding menjadi penyebabnya adalah Peraturan Menteri Perdagangan tahun 2015 yang membatasi peredaran dan penjualan minuman beralkohol, serta tekanan dari pendatang baru seperti Lawson dan Family Mart yang menawarkan harga yang lebih murah ketimbang 7-Eleven. Tak heran jika sepanjang tahun 2016 ada 20 gerai 7-Eleven yang ditutup, dan pada awal 2017 ada 30 gerai lagi yang ditutup karena dinilai merugi. Puncaknya, pada 30 Juni 2017 seluruh gerai 7-Eleven di Indonesia tutup, menyusul kegagalan akuisisi oleh Charoen Pokphand.

Bila dirangkum secara sederhana, berikut ini adalah faktor-faktor yang bisa dituding sebagai penyebab runtuhnya bisnis 7-Eleven di Indonesia:

1. REGULASI

Bisnis 7-Eleven di Indonesia benar-benar terpukul oleh regulasi dari pemerintah. Yang pertama adalah keharusan 7-Eleven untuk memiliki dua izin, yakni izin operasional sebagai convinience storedan sebagai restoran. Pengurusan dua jenis izin ini banyak dikatakan menghambat ekspansi gerai 7-Eleven terutama ke luar area Jabodetabek. Padahal ekspansi gerai merupakan syarat mutlak yang bisa menopang pertumbuhan bisnis 7-Eleven.

Regulasi kedua yang memukul bisnis 7-Eleven adalah pelarangan penjualan minuman beralkohol. Pelarangan ini membuat 7-Eleven kehilangan para pelanggan idealnya, di mana para pembeli minuman beralkohol terkenal sebagai big spenderyang royal dalam berbelanja produk-produk lainnya di samping minuman beralkohol.

Dua regulasi pemerintah ini benar-benar melumpuhkan model bisnis 7-Eleven di Indonesia, sementara mereka sudah terlanjur agresif dalam melakukan langkah-langkah ekspansi, termasuk dengan pendanaan yang berasal dari pinjaman komersial perbankan yang bunganya bahkan lebih dari 16% p.a., di antaranya dari Bank Mayapada dan Bank Mandiri.

2. PELANGGAN ALAY

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun