Begitu besarnya dampak produktivitas buruh pada sebuah bisnis menyebabkan daya saing investasi bisa melorot tajam. Sebagus apapun regulasi dan peraturan investasi diperbaiki, jika produktivitas buruh tidak bisa dinaikkan, maka daya saing investasi tersebut sulit untuk naik.
Bagaimana meningkatkan produktivitas buruh?
Mari kita buang jauh jauh dulu pikiran, "menjadi buruh di negeri sendiri", mari kita lihat kepentingan bangsa ini secara lebih luas, berpikir lebih obyektif, mau mendengar.
Jika kita jujur dan melihat disekitar tempat kerja kita, adakah diantara pegawai yang produktivitasnya rendah? Memang benar pekerja tipe ini tidak bikin masalah dan secara normatif masuk dan pulang sesuai jam kerja, tetapi perusahaan kesulitan untuk mengupgradenya sesuai perkembangan jaman. Disisi lain perusahaan kesulitan menggantinya dengan tenaga kerja baru karena terkait normatif dan biaya pesangon yang besar.
Disini seolah - olah perusahaan seperti menghadapi dilema dengan biaya mahal hanya karena peraturan yang tidak memungkinkan kompetisi antara pegawai dan calon pegawai.
Tentu investor akan berpikir ulang untuk membangun pabrik disini, dengan resiko waktu produksi bisa terlambat sampai beberapa tahun, sedangkan pabrik yang sama di negara lain dalam jangka waktu lebih singkat sudah BEP. Seperti ilustrasi di atas.
Tidak Semua Pengusaha Besar, Ada juga UMKM
Mari kita bandingkan dengan pelaku UMKM dengan omset 3 sampai 20 juta per bulan. Mereka ini juga rakyat berpenghasilan rendah. Karena dengan omset seperti itu, maka penghasilan bersih mereka hanya dikisaran 1 juta sampai 10 juta fluktuatif.
Tidak ada istilah Omset Minimum Regional bagi pelaku UMKM. Artinya jika omset hari ini dibawah target, ya tanggung sendiri. Tidak bisa protes ke pemerintah untuk membeli barang dagangannya sehingga tercapai Omset Minimum Regional.
Bagaimana UMKM bisa bertumbuh, jika kesulitan mendapatkan tenaga kerja karena peraturan yang memberatkan?
Jadi kurang fair jika buruh minta perlindungan berlebihan karena merasa rakyat kecil. Sementara rakyat kecil lain, seperti pedagang asongan, pedagang kecil dan pelaku UMKM lainnya tidak mendapat perlindungan semewah kaum buruh.
Dari sisi tenaga Kerja Kontrak.Â
Jika seorang memang kompetitif dalam pekerjaannya tidak seharusnya takut dibayar murah. Tentu perusahaan juga butuh tenaga kerja berkualitas tinggi. Perusahaanpun sebenarnya tidak ingin mengganti tenaga kerjanya yang memang sesuai kualifikasi yang diperlukan.
Dalam case proyek Tesla 156 hari, tentu sebagian besar diantaranya adalah pekerja kontrak. Tidak mungkin mempermanenkan mereka karena memang ini jenis pekerjaan on demand. Bahkan tenaga kantoran di proyek seperti ini pun sebagian besar kontrak.