Sebelum insiden musibah jatuhnya crane dimasjidil haram,kemarin, jumat 11 September 2015, ada Musibah lain sehari sebelumnya yang menimpa Bangsa ini: Menteri Agama Lukman Saefuddin dan Dirjen PHU Abdul Jamil, menolak tegas puluhan Ribu kuota Tambahan untuk Indonesia, ini merupakan bencana kemanusiaan yang lebih dahsyat daya rusaknya bagi Rakyat Indonesia.
Bencana Penolakan kemenag menutup akses berhaji seluas-luasnya bagi warga Negara dari tahun ke tahun semakin merajalela dan mencengangkan , Ibadah sebagai hak privat dan asasi dipangkas karna prilaku birokrasi yang memuja prosedur administratisi kementerian Agama. Kebijakan Arab Saudi menambah puluhan ribu kuota haji bagi warga Indonesia tahun ini, malah dengan tegas ditolak mentah-mentah oleh Menteri Agama Lukman Saefuddin dan dirjen PHU Abdul Jamil.
Memicu Bencana
Lukman dan Abdul jamil entengnya menolak tambahan kuota haji untuk warga Indonesia karena alas an yang mencengangkan karena kesempatan seminggu ini mereka tidak punya waktu lagi untuk mengurusi administrasi Jemaah , siapkan catering, pondokan dan penerbangan. Urusan teknis ini tidak mungkin bisa selesai hanya dalam waktu 7 hari, sehingga puluhan ribu kuota tambahan sebagai kesempatan emas tahun ini bagi calon Jemaah haji dibuang ke bak sampah. Alasan Lukman tolak Kuota Tambahan
Padahal harus mereka ingat, bahwa penambahan Kuota Haji oleh Pemerintah Arab Saudi sudah dipastikan komplit dengan semua fasilitas yang dibutuhkan oleh Jemaah haji. Sumber daya dan akomodasi adalah paket mutlak yang melekat dalam penambahan kuota tersebut. Sehingga alas an tidak punya waktu menyiapkan catering dan pondokan hanya cara-cara kotor Menag Lukman saefuddin dan dirjen Abdul Jamil yang harus dipahami oleh publik dan pemimpin Kabinet Kerja.
Sekiranya,hanya ada menag lukman dan dirjen haji jamil yang mengurusi haji mungkin ada benarnya penolakan tersebut, tapi ini, ditengah-tengah keberadaan ribuan PNS di kemenag yang ‘nganggur’ tentu sikap ini melukai hati ummat yang sudah siap melaksanakan haji tahun ini. Prilaku Menag Lukman dan Dirjen Haji yang menyepelekan urusan Ibadah dan lebih prioritaskan administrasi secara nyata menghinakan kewajiban Syariat.
tentu sangat memilukan , jika Alas an Penanganan masalah administrasi bagi sekaliber lembaga kemenag yang sudah 7 dekade mengurusi Haji ,pelaksanaannya hanya sekali setahun, Inilah Prinsip kerja birokrasi: Kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah. Kata Menko Rizal Ramli. Sebagaimana praktek dipelabuhan proses perizinan yang memakan waktu bulanan, maka dalam urusan haji jauh lebih tragis lagi: kesempatan setahun sekali ini di perumit, dibajak sehingga menjadi puluhan tahun.
Prilaku memalukan Menag Lukman Saefuddin bersama dirjennya ini menan dakan bahwa kemenag yang berkuasa atas ‘Sistem Penyelenggaraan Haji” yang ternyata lebih memuja Administrasi, lebih pilih persulit pelaksanaan ibadah dibanding mempermudahnya. Menag Lukman Saefuddin lebih pilih argument mengada-ada dan menjadi bagian dari borok-borok birokrasi kemenag dibanding melayani dengan hati para kandidat atau calon tamu-tamu Tuhan.
diPerlukan langkah sigap dan segera, mengingat kesempatan memakai kuota ini masih bisa dimanfaatkan oleh puluhan ribu Jemaah haji yang sudah siap berangkat tahun ini, alas an-alasan menag lukman saefuddin sangan memalukan, kendala teknis administrative yang dimaksudkan bukanlah persoalan urgent. sebab sedikit saja, membuka hati mereka, mengerahkan kemampuan yang ada untuk melayani kebutuhan administrasi calon Jemaah maka bisa dituntaskan dalam hitungan menit atau jam, bukan hari apalagi bulanan sehingga berkah Musim Haji tahun ini dinikmati puluhan ribu warga Indonesia. Dibanding membiarkan bangsa ini menyaksikan, pemujaan berhala Administrasi dan kesombongan Menteri Agama Lukman dan Dirjen PHU Abdul Jamil.
selanjutnya sikap dan otak Menag lukman saefudddin bersama dirjen Haji harus jadi fakta penting bahwa mental bobrok “mafia birokrasi”dan memiliki daya rusak luar biasa telah merambah segala aspek kehidupan bangsa ini tanpa batasan lagi; Prilaku Menga Lukman dan Dirjen Haji menjelaskan pada kita semua, adanya praktek membangun kekuasaan dalam kekuasaan, membajak Panggilan suci “ka’bah” pelaksanaan Ibadah haji bagi manusia sebagai Ranah suci juga telah dirasuki oleh penyakit bawaan birokrasi, justru ditengah-tengah bangsa ini didoktrin setiap waktu oleh Presiden Jokowi untuk bekerja, bekerja dan berjuang melawan kerapuhan mental dan moral spiritual sebagai langkah darurat hadapi bencana Kemanusiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H