Kemerdekaan bangsa Indonesia yang terlembagakan dalam kesepakatan membentuk konstitusi Negara guna menjamin tegaknya martabat kemanusiaa, keadilan dan kehormatan setiap anak-anak bangsa tanpa terkecuali, Negara dengan pemerintahan dan birokrasi  sebagai penemuan akademis  lembaga atau organisasi kekuasaan paling mutakhir yang diyakini dapat mewujudkan idealisme dan tuntutan dari warga Negara.
 Pemerintahan Negara republic Indonesia dideklarasikan diatas konsensus seluruh pemimpin suku Bangsa bukan hanya penanda akhir dari kolonialisme tetapi jadi entry point untuk secara mandiri dan merdeka bagi pemerintahan bangsa ini untuk memurnikan, melindungi jiwa setiap warga Negara maupun menguatkan ekonomi, social dan budayanya. tragisnya kemudian,  koalisi Pemerintah dan cukong,  tidak hanya mengeksploitasi secara membabi buta sumber daya alam tapi telah merambah pembajakan kemanusiaan dan membajak  budaya bangsa ini.
Tujuh dekade pemerintahan Negara dan kekuasaan yang teorinya begitu sexy dan indah justru menjadi lembaga yang lebih menakutkan yang pernah ada dalam sejarah manusia dan kemanusiaan. Jejak-jejak hitam maupun langgengnya paham sesat yang mendasari Kebijakan dan praktek  zholim sebagai prilaku dominan pemerintahan atas warganya yang justru marak dan massif terjadi di era kemerdekaan Bangsa Indonesia (lord Acton). Negara tersesat karena mengimport teori daripada  merujuk pada ke-Indonesiaan dan kemanusiaannya untuk merencanakan pembangunan.
Hiruk pikuk  politik Pemerintahan yang sangat akademis dan relijius yang bergumul, berdarah-darah pertentangkan ideology ataupun tema-tema yang sangat tinggi, persamaan gender dan kelamin.  tapi sangat disayangkankan kecerdasan dan kekuatan intelektual akademiknya belum membahas sedikitpun tema tentang Gaji sebagai system kemanusiaan dan sarana kesejahteraan bagi TNI POLRI. sebab defenisi, standard dan komponen gaji yang berlaku dan dijalankan saat ini masih warisan system zaman Prasejarah ataupun masyarakat nomaden , tentunya mustahil lahir dari pemikiran  orang-orang cerdas yang ada dalam lingkaran kekuasaan pemerintahan serta keberadaan ribuan Universitas di Republik ini.
Realitas Gaji TNI POLRI VSÂ Panti asuhan
Praktek pemerintahan Republik Indonesia dan kekuasaannya dalam kurun tujuh decade minus dalam membangun dan perkuat system kemanusiaan warga bangsa, system birokrasi pemerintahan yang melingkupi segala aspek kehidupan bukannya memberikan ketentraman dan kesejahteraan, kebijakan dan legalitas kekuasaan jadi kedok baru merampas hak-hak warga Negara,  tutup mata dus, menutup peluang bagi warganya hidup bebas dari kemiskinan.
Alih-alih pemerintah hadir mensejahterahkan warga Negara tanpa terkecuali, justru pemerintah dengan system gaji vegetative adalah aktor utama praktek pemiskinan TNI POLRI   untuk peroleh penghasilan sebagai jaminan kesejahteraan keluarga dan menjamin kehidupan keturunannya. Nah Tentu, masih  Terlalu jauh gugat tanggung jawab Negara atas nasib buruh, TKI dan outsourcing.
Penerapan Kebijakan dan standar gaji vegetative atas TNI POLRI menjadi fakta mengkhawatirkan oleh kekuasaan yang telah dan akan terus merenggut kehidupan sekaligus masa depan anak cucu jutaan keluarga . inilah wajah   asli kekuasaan yang cenderung hanya sarana legal bagi penguasa untuk membodohi warganya, culas dan anarkis, meminjam istilah ahok, preman berseragam. Berbagai slogan akademik, jargon-jargon politik belum sedikitpun mengubah agar terbentuk pemahaman yang akurat terkait gaji sebagai system kemanusiaan selain hanya jadi alat pencitraan dan perebutan kekuasaan.
Bangsa ini patut khawatir atas  standar gaji tidak manusiawi yang ditetapkan hanya bersifat vegetative semata hanya mencakup kebutuhan sandang pangan papan untuk sebulan atau sebatas masa dinasnya, padahal gaji tersebut bagi TNI POLRI  merupakan satu-satunya akses untuk menjamin kesejahteraan keluarganya dan masa depan anak cucunya. Penghasilan inilah yang akan membiayai hidup keluarga, karena bagi masyarakat Indonesia kebutuhannya bukan sekedar makan, pakaian dan tempat tinggal tetapi ada (Cost) biaya bagi ikatan kekeluargaan, lingkungan social dan biaya berkebudayaan yang nilainya unlimited.
Pemberlakuan Gaji Vegetatif menunjukkan kuatnya anggapan sesat pemerintah , dimana anggapan bahwa TNI POLRI dan keluarganya hanya dijamin komponen kebutuhan makan minum untuk maksimal empat orang untuk jangka waktu sebulan lamanya,  gaji yang diterima Keluarga TNI POLRI sebagai warga negara maupun sebagai aparatur Negara tersebut tidak lebih baik dari pelayanan panti asuhan atau panti jompo yang diberikan pada anak-anak miskin dan orang-orang miskin.
Membandingkan Kehidupan warga panti asuhan masih lebih baik, keluarga TNI POLRI, sebab kebutuhan makan, pakaian dan tempat tinggal sudah tersedia dan diperoleh dari pengelola panti tanpa harus banting tulang, bekerja siang malam. Sementara TNI POLRI harus berjibaku secara fisik, moral dan sipiritnya menanggung resiko Tugas dan tuntutan meninggalkan keluarga setiap hari juga hanya diberikan sandang pangan dan papan. TNI POLRI sebagaimana warga Panti Mustahil hidup sejahtera kecuali berkat sumbangan, bantuan, atau uang amplop koneksi dan uluran tangan orang-orang yang bersimpati pada hidup mereka.