Mohon tunggu...
Em Ridha
Em Ridha Mohon Tunggu... -

Pemungut Ide. masih Memimpikan Pancasila sebagai Resolusi Berbangsa dan Bernegara Founder KITRA TNI POLRI @Kitra_indonesia Pusaka Indonesia Email: Kitra@gmail.com Cp.081213564764 BBM: 5D4F5C3F

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mantera Ekonomi; TNI POLRI Dilarang Sejahtera

30 Mei 2015   16:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:27 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Peranan Pemerintahan yang tercantum dalam teks suci konstitusi   sangatlah menarik dan menjanjikan segala kehebatannya bagi warga negara, bukan hanya jaminan tidur nyenyak tetapi lebih jauh,  jaminan pencerdasan dan kesejahteraan sebagai bagian perlindungan HAM menyeluruh tanpa pandang bulu,suku, Agama, Profesi.

Pedoman kontraktual sebagai modal serta keyakinan bahwa Bangsa ini tidak akan bodoh atau dibodohi oleh pemerintahanya, Konstitusi sebagai Penegasan bahwa tidak ada tempat di manapun yang namanya Republik Indonesia  serta tidak boleh ada lagi anak-anak bangsa Indonesia  yang hidup melarat atau dimiskinkan, didzholimi,  oleh siapa pun,atas nama apapun, baik personal maupun Institusional.

Sesatnya Mantra Ekonomi  Pemerintah

Kemiskinan yang melanda Anak-anak Bangsa yang bekerja sebagai Aparatur Negara, Khususnya TNI POLRI membuktikan adanya upaya-upaya sistematik dan terstruktur di pemerintahan untuk menghancurkan  jutaan Generasi yang bergantung dipundak mereka.  Politisi yang improvisasi, beraktualisasi setiap waktu dan tempat  lebih peduli pada kepentingan dan kelanjutan kekuasaannya, enggan atau menutup mata dan  gagal memahami eksistensi TNI POLRI yang memiliki tugas-tugas profetik atau tanggung jawab risalah kemanusiaan sehingga Institusi ini pantas disebut sebagai Hatinya Negara.

Karena  Intitusi ini bergerak atau tidak bergerak hanya berdasarkan Konstitusi dan Undang-Undang, Imparsial. Secara operasional merekalah yang berada di garis tak berpihak ditengah gemuruh dan hiruk pikuk  perebutan kepentingan Politik dan lezatnya kekuasaan.

Kenapa kita yakin kalau Para Politisi punya permufakatan zholim atas  kemiskinan TNI POLRI sekaligus menimpa Puluhan Juta keluarga yang bergantung nasib dan hidupnya pada mereka, sebab politisi puny kualifikasi yang cerdas dan intelektualitas diatas rata-rata, tentu tidak logis jika mereka tidak memahami hakekat dan fungsi Gaji dan jaminan Kesejahteraan bagi TNI POLRI sebagai Pilar Utama jalannya Pemerintahan.



Faktanya kemudian,  bukan hanya jauh dari nilai yang sudah diteken, praktek Pemerintahan dengan semua kelembagaaan didalamnya hanya diisi oleh pidato dan konferensi pers untuk menutupi  rentetan tragedy demi tragedy yang dialami warga Negara, kemiskinan dan kelaparan dijawab dengan angka-angka statitisk, kriminalitas dan maraknya peredaran narkoba  akibat  kemelaratan disisasati dengan Pidato Eksekusi dan  menyalahkan para pengedar, padahal justru mereka juga korban: Kemiskinan.   andai mereka berkecukupan tentu mereka tadak akan menjadi pengedar atau terjun dalam dunia kriminal.

Praktek dan prilaku pemerintahan telah silih berganti,  Kenyataannya, mereka   tidak hanya jauh dari Prinsip Konstitusi malahan kebijakan dan prakteknya menentang. Perang terbuka atas Konstitusi. sebab, Kewajiban Pemerintah untuk menjamin Kesejahteraan setiap Warga yang secara tegas,kongkrit dan rigid dibantah dengan teori-teori ekonomi, teori Pembangunan agar kewajiban kontitusi digugurkan. Kemiskinan TNI POLRI akibat pemerintahan dicekoki mantra sesat yang lebih pilih patuh pada teori ekonomi dan kafir atas konstitusi.

Standar  kebijakan Gaji TNI POLRI adalah bukti lain, bagaimana Pemerintahan selama ini, tidak hanya menegasikan Kontitusi tapi juga Tega merendahkan harkat kemanusiaan warga negaranya.  Pemberlakuan Gaji standar vegetative dan tidak layak buat  menopang  kebutuhan Kemanusiaan; Spiritualitas dan sosialitas  TNI POLRI sebagai karakter utama setiap keluarga Indonesia, pemerintahan yakin,  hanya dengan Pidato tentang doktrin Pengabdian,kesetiaan serta hidup sederhana, Hemat untuk membungkam pedihnya Kemelaratan hidup mereka sekeluarga.  berapa banyak lagi korban yang harus jatuh akibat mahalnya ongkos hidup dalam kemiskinan, mau tunggu fakta  sampai berapa banyak TNI POLRI  jangankan bunuh sesama anak bangsa akibat melarat mereka pun rela membunuh dirinya sendiri akibat terpapar oleh rasa malu karena desakan dan teror ekonomi?  disinilah sesatnya dukun ekonomi yang berkeliaran disekeliling meja kekuasaan, Fakta ditutupi dengan teori !

Inilah bangsa Miskin tapi kaya dengan Politisi yang  Orator, negosiator punya segudang Teori dan staf ahli  agar publik  bisa melupakan kesejahteraan sebagai  persoalan utama, mendasar.  Saking jagonya Politisi kita sampai-sampai, kemiskinan TNI POLRI dan Ratusan Juta anak-anak Bangsa ini begitu mudah, ditepis, dinegosiasikan; Pemerintah punya  ribuan akademisi dan pakar yang sudah teruji terampil untuk memanipulasi kenyataan yang ada dengan hanya setumpuk teori, table atau angka-angka pembodohan; makanya dalam kurun 6 dekade bangsa ini pun terus terbuai.

Dalam konteks, pemerintahaan saat ini, ada skill  namanya blusukan; dipastikan punya alasan yang “seolah akademis”, agar Penguasa dapat melihat langsung kondisi dan realitas kemiskinan rakyatnya; pada saat yang sama beliau membantah sendiri teorinya, dengan menerapkan Egoverment dengan segala turunannya, E-Budgeting, E-Payment. Dimana kebutuhan warga bisa dilayani pemerintah berbasis elektronik, harusnya dengan fakta keterbatasan waktu dan energi yang dimiliki  Jokowi  maka blusukan diatas meja jauh lebih strategis guna menyelami  kebijakan dan peraturan yang absurd  sebagai sumber-sumber masalah kemiskinan yang merupakan ladang subur dari segala kejahatan, Narkoba, Prostistusi, Trafficking. Agar Peluang hadirnya “E-melarat” yang kronikdan  sistemik  bisa diakhiri.

Sebab Setiap detik, menit yang dimiliki  pada Jokowi sangat berharga dan menentukan, perbaikan Pemahaman dan Mindset  Jokowi atas nasib TNI POLRI tidak perlu pakai turun lapangan,  dengan memahami Hakekat dan karakter manusia Indonesia dengan segala universalisme keluhuran budaya bangsa ini, dipastikan resolusi sistemik mengatasi kemiskinan TNI POLRI menjadi pilihan utama.

Pemerintahan sekarang harusnya: Membedakan Kewajiban dan Hak warga Negara, yang selama ini dicampur aduk dan tidak jelas demarkasinya, membuat keluarga TNI POLRI hidup terkatung-katung:  Mengabdi dan total dalam jalankan Tugas adalah Kewajiban, maka Hak-haknya pun berbanding lurus dengan Tugas yang dibebankan.  Teori pembodohan yang menempatkan mereka sebagai tukang dan gaji kuli harus segera dibuang jauh-jauh.

gaji tidak layak hanya menyentuh kebutuhan perut dan bawah perut, gaji sekarang mustahil menopang idealisme dan tumbunya loyalitas , mereka dilumpuhkan pada domain sosial spiritualitas, sebab hanya Penghasilan yang layak yang menjadi indikasi jika Pemerintah memahami, bahwa loyalitas dan totalitas pengabdian itu bukan wilayah biologis.  Dan tidak bisa dijawab atau diteror  hanya dengan doktrin untuk memasung hasrat dan fitrah kemanusiaan.

Inilah akibat pemerintah lebih menghamba pada teori dan doktrin ekonomi dan pembangunan, mantra-mantra  yang terus dibacakan oleh dukun-dukun yang ingkar pada kemanusiaan bangsanya. Sebab proyek pembodohan dan pemiskinan  ini  berdampak ekonomis pada mereka sebagaimana  fakta-fakta sejarah, selalu ada  dukun-dukun  atau oknum atas nama juru bicara Tuhan dimuka Bumi selalu  ada disekeliling  kekuasaan,  menunggu orderan untuk menafsirkan dan manipulasi kitab suci atau membuat fatwa-fatwa menyesatkan.

Membungkam kemiskinan TNI POLRI dengan Mantra ekonomi dan teori pembangunan guna menjerat mereka dalam kemiskinan generative ,Pemerintah  memilih Loyal atas Investor dengan Bayar bunga-berbunga Utang mereka hingga ribuan Triliun  (contoh: BLBI)  dan  alokasi anggaran Infrasturktur yang tak kunjung memberikan hasil, inilah gambaran sesungguhnya jika  pemerintah tidak sedang dalam merencakan Pembangunan tetapi hanya menunda kehancuran bangsa dan Negara, sebab amanah Kontitusi sudah kongkrit tapi pemerintah lebih memilih mantra-mantra Ekonomi Sponsor Politik, Investor dan bisikan sesat dukun-dukun akademis.

Akhirnya, sebagaimana realitas sejarah, periode, zaman kekuasaan yang sudah banyak berlalu, silih berganti, tapi Ratusan Juta Rakyat, khusunya TNI POLRI serta keluarganya belum pernah merasakan mu’jizat sebagai warga Indonesia, kemelaratan TNI POLRI dan keluarganya sebagai pemegang tugas dan Risalah Kemanusiaan secara sistemik  dilumpuhkan agar mu’jizat yang mereka miliki tidak mengaktual, bisa-bisa mengganggu lokalisasi kesejahteraan ikatan atau kelompok para Dukun, Sponsor,  Politisi Parpol  dan Investor bisa secara leluasa menikmati gurih, lezatnya “Ibu Pertiwi” dan “Surga” Perempuan-perempuan Bangsa ini  secara Murah dan Gratis.

#SaveTNIPOLRI

#SAVEOURHEROES

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun