Perjuangan Merebut Kemerdekaan  dari tirani kaum Penjajah, memerlukan pengorbanan waktu teramat panjang, tidak tanggung-tanggung, memancarkan heroisme, tenaga dan nyawa. Negeri ini dibangun dari keringat, darah dan air mata para pejuang, menegakkan harkat kemanusiaan dan kehormatan Indonesia dengan mengusir penjajah. Spirit perjungan yang melandasi gerak dan napas para pejuang untuk bangsa yang terhormat mesti maknai oleh segenap lapisan masyarakat sebagai wujud penghargaan kongkrit  atas nikmat kemerdekaan ini.
Diantara wujud melestarikan kemuliaan semangat pejuang adalah dengan menghindari segala bentuk tirani, kezhaliman hanya demi uang dan kekuasaan. Sebab, demi Uang dan kekuasaan Penjajah merampas kemandirian dan kebebasan bangsa ini selama ratusan tahun,  Kezhaliman penjajah hanya demi menumpuk uang dan mempertahankan kekuasaan. Jika kita mengintip kelakuan para penyelenggara negara yang menggunakan cara-cara kotor menumpuk uang dan mengkerangkeng kebebasan rakyat untuk mandiri agar kekuasaannya bisa abadi, tentu menjadi bukti, bahwa pengkhianatan selalu menyertai perjuangan.
Modus Penjajahan Kementerian Agama
Sistem antre kementerian Agama adalah penjara kebebasan Ibadah itu sendiri, karena dalam masa setahun atau 2 tahun manusia siapa pun tidak dapat menjamin kemampuan kesehatan dan umurnya. Praktek Penjajah pun demikian, mereka meminta rakyat Indonesia agar bersabar menunggu waktu kemerdekaan yang akan merekaa berikan jika sampai waktunya.  Apa karena para pejuang tidak sabar sehingga harus segera mengangkat senjata perlawanan, tapi karena mimpi para pejuang adalah dapat segera merasakan nikmat dan indahnya kemerdekaan.
Kejahatan keji kementerian Agama melalui pembatasan haji merupakan model kejahatan yang tidak dipraktekkan zaman penjajah, sebab snouck hurgronje, sudah mewaanti-wanti agar jangan membatasi atau mengatur kebebasan masyarakat. Sehingga penjajah belanda cenderung  mengeksploitasi harta benda rakyat Indonesia.
Disinilah kemiripan sistem antri haji kementerian Agama, yang memaksa setiap orang untuk menyimpan dana 25 juta hingga 40 juta rupiah di rekening menteri agama, ini di kategorisasi perampasan, karena sejak disetor di rekening menteri Agama, maka pemilik dana tidak lagi dapat memproduktifkan dana tersebut. Perampasan ini hanya berakhir ketika yang empunya duit masih hidup untuk melaksanakan ibadah hajinya.  Itu artinya, ada dua Kejahatan kementerian Agama, pertama, memenjarakan kebebasan rakyat beribadah haji dan kedua, merampas harta benda  Calon  jemaah haji.
Peringatan  Proklamasi kemerdekaan RI yang bertepatan dengan selesainya Bulan Ramadhan, merupakan momentum yang relevan dan strategis, mempertegas perlawanan atas segala macam tirani penjajahan. Karena Misi perjuangan kemerdekaan adalah demi kebebasan, misi ramdhan adalah membebaskan manusi dari belenggu hawa nafsu.
Kemerdekaan adalah hak, dan Ibadah yang terkandung dalam perintah Agama untuk misi memanusiakan manusia. Maka jika kementerian Agama tidak segera menyudahi sistem antri haji sebagai bentuk penjajahan modern maka itu berarti dibutuhkan perlawanan dari rakyat, meski membutuhkan waktu dan tenaga. Agar tesis bahwa sejarah akan terus berulang tidak lagi menimpa bangsa yang sudah berdarah-darah karena pengkhianatan dan kerakusan manusia.
akhirnya, indikator berakhirnya  Penjajahan oleh kementerian Agama hanya dapat dapat dilihat, pertama, mengembalikan dana senilai 50 triliun  kembali ka tangan pemiliknya, kedua, mentaati Aturan Agama, UUD dan UU Haji,  yang mensyaratkan pendaftaran haji itu dilaksanakan hanya setahun sekali dengan sistem daftar yang terbuka dan berakhir menjelang pelaksanaan haji, ketiga, melakukan tobat atas tindakan penyesatan ummat dengan mengoplos dana haram untuk jemaah haji.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H