"Jamine!" itu adalah suara penuh kejutan yang tercipta dari lubang mulut Alex.
Jasmine adalah wanita kaya raya yang peduli dengan nasib orang lain. Jika itu memang adalah kebaikan. Â Belanja ke supermarket membeli kopi, susu dan senyuman yang manis, itu bukan kebiasaan Jasmine yang tak peduli seberapa pantas jika seorang wanita cantik yang kaya raya pergi ke sana hanya untuk membeli kopi dan susu.
"Kenapa kamu berbuat ini sama saya?" Alex bertanya. Ekspresinya tidak melebihi aturan seseorang merasakan rasa takut. Ia hanya peduli dengan kedua anak-anaknya.
"Saya pikir tidak ada lagi yang harus dijelaskan, Pak Alex yang Terhormat." Jasmine berkata sambil maju satu langkah---lebih efisien dan hangat. Dan ia melanjutkan. "Tidak ada harapan yang baik untuk orang-orang yang tidak membayar utang"
"Tapi tempo hari saya sudah bilang kalau akan dibayar lunas dua Bulan lagi. Bukankah itu suatu perjanjian yang resmi, Jasmine?"
"Saya tidak berpikir untuk membuat perkara demikian sebagai peresmian." Ia tersenyum, yang harus dilakukannya setelah semua ini selesai, hanyalah pergi ke tempat karaoke dan menyanyikan lagu-lagu Eric Clapton. Oh itu sungguh manis. Anda benar-benar wanita cemerlang, Jasmine.
"Kemudian, apa yang Anda inginkan dari saya?dan sebentar, tolong lepaskan kedua anak-anak saya. Ini tidak bisa terjadi."
Lisa dan Lesi memiliki penampilan wajah cantik dan diselimuti salju tipis yang mengingatkan setiap orang dengan salju di film Dead Snow dan tubuh mereka seperti tangkai mawar di musim semi; bola mata hijau dan cukup menyeimbangkan sifatnya yang manja. Tetapi sekarang, wajah indah itu menjadi ketakutan itu cukup mengerikan, tak mengherankan jika setiap gadis akan dipenuhi sikap tak biasa ketika dihadapkan rasa takut. Itu benar. Dan sekarang, dengan kedua tangan terikat, tidak banyak yang harus mereka lakukan selain berdoa pada Tuhan.
"Dan saya hanya menginginkan Pak Alex untuk datang ke rumah nomer 13." Jasmine tersenyum manis, sebaiknya Alex tidak memandang senyuman itu. Senyuman yang diciptakan dari api neraka sangat pedih untuk dipandang.
"Untuk apa saya pergi ke sana, Jasmine? Untuk apa?"
Jasmine tertawa. Jika gagasan mengubah dunia adalah candaan, sebaiknya ditertawakan saja sejak sekarang. Setiap orang pantas menertawakan yang susah. Jasmine berkata, "Pak Alex yang Terhormat. Saya kira, semuanya akan berjalan dengan sempurna jika Anda pergi ke rumah nomer 13 dan mengambil koper yang disembunyikan di salah satu kamar rumah itu. Saya hanya meminta Anda. Akan tetapi, lebih tepatnya memohon. Apakah Anda mau membawakan koper itu kepada saya, Pak Alex?"