Enam tahun berlalu, publik dibuat lupa akan sebuah peristiwa berdarah berupa sindikat percobaan pembunuhan yang menimpa aktivis pegiat anti korupsi, Mathur Husyairi. Hingga sampai detik ini, penyidik mengaku masih belum menemukan titik terang dalam upaya mengungkap siapa dalang dibalik upaya pembunuhan itu.
Asumsi publik menjadi liar, tak sedikit tokoh besar yang pada akhirnya dikait-kaitkan, dicurigai sebagai dalang di balik peristiwa menggemparkan itu. Tentu saja setiap orang berhak berpikir sesuai nalar masing-masing. Namun jika sebagian oknum merasa tertuduh, maka siapa yang bisa disalahkan?Â
Sementara korban sendiri, Mathur, mengaku tak mau banyak menerka dan lebih memilih mempercayakan semuanya ke ranah hukum. Jika demikian, persoalan ini sebenarnya tak lain dikarenakan lemahnya instansi hukum di Bangkalan? Tentu saja pertanyaan ini tak sembarang disimpulkan, sebab semua berdasar fakta data di masa lampau yang sudah tercatat dan sudah tersebar di media massa.
Mengulas sekilas
Tercatat beberapa kasus teror yang menimpa aktivis, saat pergerakan mulai frontal dalam melakukan pemberantasan korupsi di Bangkalan. Dalam kurun waktu 2010-2014 terjadi beberapa kali peristiwa kekerasan yang menimpa aktivis di kota yang berjuluk Kota Dzikir dan Shalawat, di antaranya adalah;
 Pada 2010 pengerusakan mobil dan rumah milik Aliman Harish, Direktur LSM Pusaka Jatim. Masih di tahun yang sama terjadi pembacokan terhadap Fahrillah, Wakil Direktur Madura Corruption Watch (MCW). Penyerangan serupa di tahun yang sama menimpa seorang aktivis dari Aliansi LSM-Mahasiswa Peduli Perubahan Kabupaten Bangkalan, dibacok di Jalan Raya Bagkalan-Kamal.
Di tahun 2012 terjadi pelemparan bom molotov dan batu pada rumah dan mobil Mathur. Aktivis lain yang juga mengalami tindak kekerasan adalah Muzakki, Sekretaris PKNU Bangkalan. Ia dibacok orang tak dikenal saat mengendarai sepeda motor ketika dalam perjalanan pulang menuju rumahnya.
 Pada 8 Maret 2013 Mahmudi Ibnu Khatib dibacok orang tak dikenal saat mengendarai sepeda motor di Bangkalan. Pada 23 Desember 2014, terjadi pembacokan kembali dialami aktivis MCW, kali ini menimpa Musleh. Musibah pembacokan tersebut terjadi sekitar pukul 09.00 WIB, saat Muslih hendak melakukan audiensi di kantor Kecamatan Galis tentang penyimpanmgan bantuan PSKS di desanya. Penyerangan terjadi ketika Musleh akan memasuki Pendopo Kecamatan Galis. Secara tiba-tiba Musleh dihadang oleh orang tak dikenalnya, yang kemudian diketahui oleh masyarakat setempat sebagai orang-orang suruhan Kepala Desa di wilayah itu.
Yang terakhir, 20 Januari 2015, tibalah waktunya nahas yang sama menimpa Mathur. Hanya saja, penyerangan terhadap Mathur tanpaknya dilakukan sedikit berbeda, yaitu dengan senjata api.
Penembakan terjadi pada Selasa pulul 02.00 dinihari. Mathur ditembak ketika baru saja sampai sampai di rumahnya di Jln Teuku Umar, Bangkalan, seusai menghadiri beberapa acara dengan tokoh publik. Peluru menerjang tak bisa dielakan mendarat di pinggang sebelah kanannya.
Karena kejadian itu, ia dilarikan ke RSUD Syarifah Ambami. Namun karena kondisi korban saat itu parah, ia kemudian dilarikan ke rumah sakit di Surabaya. Nasib baik, ia bisa melwawati masa kritisnya dan kembali pulih seperti biasa setelah beberapa hari dirawat.