15 Desember 2015
Jam dinding menunjukan pukul 07.00 pagi dini hari. Alam masih bau basah setelah hujan semalaman. Genangan air masih tersisa di celah dedaunan hijau, ranting patah tanpak belum terjamah di halaman rumah. Â Astuti, perempuan yang sudah lanjut usia itu terkulai lemah di atas tempat tidurnya. Raganya sudah tak berdaya untuk melakukan aktifitas seperti dulu, untuk berjalan saja perlu dipapah anak semata wayangnya, Zann.
Keriput di dahi perempuan itu seakan menjelaskan bahwa telah lama ia tinggal di dunia. Beruntung selama berumah tangga ia dikarunia Zann, pemuda itu tumbuh dengan jiwa penuh kasih terhadap orang tuanya, terlebih setelah ayahnya meninggal dunia. Meski ada mba Siti yang membantu pekerjaan rumah dan menjaga Astuti, pemuda itu tak jarang menyuapi dan merawat ibunya di waktu senggang
Pagi itu hari libur. Rumah Zann kedatangan tamu dari Yogyakarta, keluarga dari teman lama almarhum Arifin, mereka adalah keluarga Budiyanto. Keluarga kecil yang dikaruniai seorang putri, Haura Al-khanza, gadis lulusan pondok pesantren, yang memilih untuk menjadi wanita rumahan, tidak berkarir, meski ia terbilang cerdas dan berpendidikan.
Sorot matanya begitu tajam, ditambah celak mata yang menghiasi kedua bola mata coklat miliknya. Sementara wajahnya tersembunyi dibalik niqab hitam. Ia merupakan salah satu perempuan bercadar yang taat beragama, berahlaq mulia, sopan tutur katanya, lembut suaranya, dan selalu menundukan pandangannya.
"Haura Al-khanza." Tiba-tiba Arumi-ibunda dari Khanza nyeletuk, memperkenalkan anaknya, membuyarkan lamunan Zann yang telah beberapa detik menatap gadis itu.
Zann terperanjak kaget. Ia menghela nafas dalam. Mengatur ulang detak jantungnya yang berdesir kencang.
"Dia calon istrimu Zann,"lirih Astuti lemah, jemarinya menggapai tangan Zai yang tengah duduk di samping tempat tidurnya.
"Apa Mah,?" sahut Zann, matanya melebar, tak percaya apa yang ia dengar.
"kita sudah lama merencanakan ini Zann." ungkap Astuti, lirih. "Jauh sebelum ayahmu meinggal, beliau berniat menjodohkan kamu dengan Khanza," lanjutnya.
Mata Zann memutar, memandangi sekelilingnya, Arumi-Rudi, suaminya, Khanza juga Ibunya tengah menjadikannya pusat perhatiannya, menunggu jawaban.