Mohon tunggu...
David.R.H
David.R.H Mohon Tunggu... Lainnya - Berbagi Ilmu dan Pengalaman Hidup

Menulis dikala senggang atau ketiban ide menarik untuk dibagikan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Lapas Sukamiskin, Hotelnya Para Koruptor

30 Juli 2018   23:05 Diperbarui: 31 Juli 2018   02:15 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini, acara Mata Najwa dalam episode Pura-Pura Penjara yang tayang pada hari Rabu, 25 Juli 2018 sangat menghebohkan dunia maya. Najwa Shihab bersama tim penyelidik Dirjen Permasyarakatan Kemenkumham (Sri Puguh Budi Utami) mengunjungi satu per satu narapidana terkhususnya para koruptor yang tengah menjalani masa hukuman di Lapas Sukamiskin, Bandung pada sehari sebelumnya.  

Inspeksi mendadak (sidak) ini dilakukan pasca operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK terhadap Kalapas Sukamiskin (Wahid Husein). Berbagai kecurigaan timbul pada saat melihat kondisi yang ada di Lapas tersebut, apakah benar dan bagaimana bisa, Lapas Sukamiskin bagaikan itu. Sel yang para narapidana tinggal bagaikan hotel yang terlihat jelas dari desain ruangan hingga fasilitas didalamnya.

Lapas (Lembaga Permasyarakatan) yang merupakan tempat untuk melakukan pembinaan  terhadap para narapidana sepertinya menjadi tempat kenyamanan tersendiri bagi beberapa narapidana yang ada disana. 

Berbagai fasilitas seperti laptop, handphone, printer, televisi, kulkas, microwave hingga alat sepeda fitness ada dikamar para narapidana. Tidak hanya itu, uang hingga ratusan juta rupiah juga ditemukan pada salah satu kamar dari narapidana.

Tangkapan layar dari Tayangan Mata Najwa di YouTube (Narasi TV)
Tangkapan layar dari Tayangan Mata Najwa di YouTube (Narasi TV)
Namun sepertinya, tidak semua narapidana yang "tidak pintar" dalam menyambut kedatangan Najwa Shihab. Seperti Setya Novanto dan Nazaruddin, Najwa mencurigai mereka berdua bahwa sepertinya sudah bersiap-siap dengan berlindung pada "sel palsu". Mereka berdua menempati sel yang mungkin bagi mereka aman dari pengecekan. Akan tetapi, ada ditemukan kejanggalan pada sel yang mereka tempati seperti Setya Novanto. Setya Novanto mengaku sudah menempati sel tersebut selama 3 bulan dan tidak pernah berpindah sel. 

Pada kenyataannya, sel tersebut tidaklah menunjukkan hal yang demikian. Seperti pada papan daftar nama sel dan penghuni di ruang Kamtib (Keamanan dan Ketertiban), sticker Setya Novanto terkesan masih baru dibuat dan ditempel. Bahkan pada selnya sendiri, terdapat barang-barang pribadi seperti pakaian, peralatan mandi, makanan, dan parfum wanita yang sangat tidak sesuai dengan gaya Setya Novanto.

Selain itu, pakaian yang ada dalam sel Setya Novanto juga sangat sedikit sehingga menunjukkan hal yang cukup mustahil jika sel tersebut sudah ditempati selama 3 bulan. Kemudian, penyambutan yang dilakukan oleh beliau juga sepertinya sudah dipersiapkan sehingga ada indikasi pemberitahuan oleh "orang dalam" yang membantu melancarkan aksinya. 

Najwa juga mendapat informasi dari narapidana yang lain bahwa sel yang ditempati oleh Setya Novanto dan Nazaruddin memanglah bukan disana. Sel mereka berdua lebih besar 2 kali lipat dari pada sel yang sedang mereka tempati.

Pada saat Live acara Mata Najwa, Menteri Hukum dan HAM (Yasonna Laoly) juga membenarkan bahwa kejanggalan yang ditemukan oleh Mata Najwa tidaklah salah karena sel yang sedang mereka sidak pada saat itu memang palsu.  Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW (Tama Satrya Langkun) yang juga menghadiri acara Mata Najwa berpendapat bahwa kedisiplinan dari Lapas Sukamiskin perlu dipertanyakan. "Kedisiplinan dari kementerian juga perlu ditegakkan didalam lapas" tuturnya.

Membahas persolan korupsi di Indonesia sama seperti membahas laut yang tidak berujung. Kasus korupsi selalu datang dari para petinggi alias orang yang memiliki jabatan tinggi. Mereka yang tergiur dengan harta yang berlimpah rela melakukan apapun walaupun harus mempertaruhkan nama baiknya sendiri. Indonesia terlalu sibuk dengan masalah internalnya sehingga negara ini tidak pernah menjadi negara yang maju. 

Masyarakat (baik pemerintahan maupun rakyatnya) yang menjadi komponen utama dalam majunya sebuah negara sepertinya masih sulit untuk diharapkan khususnya di negara Indonesia. Bahkan kasus korupsi di Indonesia sudah dapat diibaratkan makanan keseharian.

Perlu adanya langkah serius dari pemerintahan di Indonesia dalam menangani kasus korupsi. Sanksi yang sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan sepertinya tak membuat efek jera bagi para calon koruptor. Sehingga, sanksi yang diberikan untuk para koruptor sepertinya harus dipertegas dan bahkan diperkejam seperti negara China dan Jepang yang memberlakukan hukuman mati bagi siapapun yang tertangkap melakukan korupsi. 

Kasus korupsi di Indonesia sangatlah merugikan negara karena memakan biaya miliyaran hingga triliunan rupiah. Jika kasus korupsi terus menerus ada, jangan harap jika negara mampu membayar utangnya karena selalu dimakan oleh rakyatnya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun