Penyanyi lagu "Sebelum Cahaya" bernama Noe Sabrang pernah menempuh pendidikan di University of Alberta, Kanada, dengan mengambil tiga jurusan sekaligus, yakni Matematika, Fisika, dan Psikologi. Ternyata dari hasil kuliahnya di 3 jurusan itu, bisa lahir aplikasi Symbolic yang memadukan tiga disiplin ilmu.
Dari hasil kuliahnya itu ternyata membuat dirinya gerah melihat realita. Maka beliau banyak mengkritik sistem pendidikan kita dan membuat medsos Symbolic.Menurut beliau, sejak dulu pendidikan kita nilai kompetensinya hanya ditentukan dengan selembar ijazah.
Karena Noe Sabrang punya produk, maka para generasi "Z " sampai generasi tua senang mendengar dialog yang dibawakan Noe Sabrang. Para kontent kreator ikut menikmatinya juga, karena karyanya akan diburu para netizen.
Kini Noe Sabrang layak jadi pakar pendidikan, sejak meluncurkan karya, yang merupakan saingan FB, atau IG, Â bernama Symbolic itu.
Sesungguhnya  Noe Sabrang itu bisa dibidik pemerintahan yang berkuasa. Mengapa ? Karena karya yang dibuat dibutuhkan umat manusia. Apalagi bentuknya adalah medsos yang dirancang khusus untuk dunia pendidikan kekinian (Futuristik). Cuitan yang dibuat individu di Symbolic akan masuk big data. Dari dokumentasi ini media Symbolic akan mengelompokannya.
Lewat Symbolic, orangtua dan guru dapat mendeteksi bakat anaknya dari data-data di aplikasi ini. Intinya akan mengubah isi keranjang sampah medsos, menjadi mutiara yang tak ternilai harganya. Kurang lebih, demikianlah intisari yang disampaikan Noe Sabrang personil dan vokalis group band Letto di kantor media "Satuguru" tahun lalu.
Berbeda dengan Doktor Fahrudin Faiz, yang berbicara berdasar pijakan sesuai keilmuan. Pembicaraannya bisa jadi konten sepanjang jaman, lintas generasi. Padahal dirinya tidak punya channel di media sosial. Itulah Doktor Fahrudin Faiz yang saya kenal. Tidak terlalu sibuk dengan belajar hal lain.Lebih fokus pada materi filsafat yang beliau tekuni. Awalnya sangat sederhana, tidak terlalu muluk. Hanya melayani kelompok kecil orang-orang di mesjid.Berkat jasa  para pembuat konten, maka sang Doktor jadi viral, tentu saja folower di medsospun meningkat.
Berawal dari ceramah di mesjid dengan pendengar hanya beberapa orang saja. Kini jumlah netizennya bersaing dengan artis ternama. Makin tua semakin berisi. Maka saat ini, netizennya  bukan hanya ingin jadi pendengar saja, tapi ada  para youtuber dan para penulisÂ
.
Doktor Fahrudin Faiz, tidak punya channel youtube atau medsos milik pribadi. Honor besar dari youtube dan buku yang diterbitkan Itu semua bukan murni gagasannya.Tapi menyatu dengan perbuatan orang lain yang tahu pasar. Atau dengan kata kasarnya kumpulan orang-orang yang numpang hidup dari populernya sang ilmuwan. Lagi-lagi simbiosis mutualisme terjadi di sini.