Kisah pembukaan lahan di Sagalaherang, Pamanukan, Sariater ada di halaman lainnya. Lengkap dengan pohon rebung, bunga bakung, hingga kuda yang digunakan menuju lokasi. Bahkan buku itu, "berceritera tentang sop kura-kura"
Kita kembali ke ceritera bu Hajah yang kini berencana membuka perkebunan pinang. Yang tampak maju dan mundur . Diduga karena konten youtube "Waglo" yang mewawancara keluarga Tuan Hofland. Dalam konten itu, mewawancara H.Iyan Alfian. Â Padahal lahan itu diduga milik keluarga Bu Haji. Tapi dikonten itu, terungkap kalimat lahan pervonding. Bu Haji berharap lahan ratusan hektar dari mulai Sirap, Tanjungsiang, hingga Bukanagara, segera digarap.
Diduga Ibu Hajah, begitu menghargai pemilik surat  Pervonding dari keturunan Tuan Hofland. Ketika penulis berdialog lewat Whatsap, tentang program perkebunan pinang, tampaknya dia menunggu respon Haji Iyan Alfian, yang sudah penulis hubungi untuk kerjadama dengan keluarga yang ada di monumen Bukanagara.
Menyangkut hal itu. Kok perkebunan jadi terhambat? Atau melambat, padahal gagasan itu anggarannya sudah ada. Diduga terganjal konten youtube yang membahas lahan Pervonding. Karena Pk H. Iyan Alfian dari keturunan Tuan Hofland, Â berhalangan untuk bisa ditemui, konon karena sakit.
Tampaknya bu Hajah terus menunggu untuk kerjasama seperti jaman Tuan Hofland berjaya di Subang. Bahkan dia bilang ingin menembus pasar Eropa lewat H.Iyan Alfian. Apalagi keluarga Ny Enceh itu juga keturunan kerajaan juga.
Rendah hatinya bu Hajah yang punya garis keturunan dari kerajaan Pajajaran ini, ditunjukan dengan sikapnya yang lembut. Saat bicara perkebunan "Menunggu respon dari keluarga H.Iyan" begitu katanya.
Ini adalah perangai yang dipertunjukan seseorang yang mempertahankan marwah keturunan kerajaan. Selalu rendah hati, walau penulis telah mengantongi informasi bahwa bu Hajah ini sudah punya bukti berupa berkas kepemilikan lahan. Bentuknya apa?Â
Diduga bukti itu berupa sebuah buku karangan Profesor. Doktor. Jan Ten Brink yang dalam bukunya membahas posisi Raden Rangga Martayuda. Dalam buku yang ditulis tahun 1860 itu  tertulis bahwa Eyang Rangga Martayuda sebagai tuan tanah yang bekerjasama dengan Tuang Hofland dari P&T Land. Hal ini, persis seperti yang tertulis di monumen Bukanagara.
Ketika penulis bertanya mengenai lahan yang akan ditanami pohon pinang, apa jawabnya? "Mau berdialog dulu dengan keluarga H.Iyan Alfian" Begitu katanya. Sementara, masyarakat sekitar, banyak yang sudah mengolah lahan garapan itu secara turun temurun. Tidak menutup kemungkinan ada yang sudah pemutihan.
Buku karya penulis Belanda Prof. Doktor.Jan Ten Brink dan Monumen di Bukanagara yang menyatakan Eyang Rangga sebagai "Tuan Tanah" tidak pernah dituntaskan. Atau belum di urus secara hukum, untuk menjadikan tanah itu bersertifikat.