Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pernyataan Bu Megawati, Tentang Ibu-ibu, Bermuatan Politis

27 Februari 2023   17:24 Diperbarui: 27 Februari 2023   17:29 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemimpin itu harus bisa merangkul semua golongan. Banyak sekali cara-cara yang dilakukan politisi untuk mendapatkan perhatian rakyatnya. Kadang bentuknya lewat pernyataan kontroversi seperti  tampak bersebrangan dengan rakyat mayoritas. 

Kontroversi bermuatan politis sering dilakukan oleh beberapa presiden Indonesia. Salahsatunya Gusdur pernah melakukan kontroversi dengan memberikan sumbangan uang dalam jumlah besar. Tak diduga uang itu diberikan  kepada  terduga pemimpin pemberontak KKB. Disamping itu ada kontroversi lainnya seperti di ijinkannya penggunaan bendera Bintang Kejora dan nama Papua mengganti nama Irian Jaya.Kata-kata pemimpin itu bisa menjadi sebuah kebijakan mengikat yang harus segera direalisasikan. Kata-kata pemimpin negara itu tentu saja berdampak besar terhadap perpolitikan negara dan bangsa. Seperti halnya lepasnya Timor Timur, menjadi  negara Timor Leste, akibat kata-kata yang disampaikan B.J. Habibie.

Kata-kata B.J. Habibie saat itu, berbuah pahit dan getir  bagi  Bangsa Indonesia, karena berakibat lepasnya Timor Timur. Pencalonan beliau untuk jadi presidenpun  tumbang, karena pidato pertanggungjawaban B.J. Habibie ditolak oleh MPR.  Indonesia tampak murung dan berkabung. Pulau Batam yang sudah bersinarpun, akhirnya  ikut  padam. Tapi apa yang terjadi pasca Habibie tiada ?

Barulah NKRI merasakan jasa dari kebijakan Presiden ke tiga itu. Timor-Timur tidak lagi jadi duri dalam daging, dan justru Indonesia bisa Impor ke Timor Leste yang benar-benar sangat menguntungkan bagi Indonesia.

Memang sempat membuat goyah stabilitas saat itu karena GAM Merajalela. Tampaknya Lahirnya Timor Leste itu, berpengaruh dan merembet  kepada bangkitnya kekuatan GAM dan OPM. Tatkala Timor Leste dinyatakan Bank Dunia jadi negara termiskin, dan Aceh dilanda tzunami semua jadi berubah.  

Aceh sejak dilanda tzunami begitu tergantung pada pemerintah pusat, dan bangkit dalam sekejap. Tapi Timor Leste ketika terkuras oleh Australia tidak ada yang bantu sama sekali. Timor Leste dalam pendidikan, wajib belajarnya hanya sampai kelas 3 SD, kestabilan negaranya rapuh. Lebih pahit lagi Timor Leste ditolak Singapura untuk bergabung dengan Asean. Indonesia tidak bisa membantunya.

Jadi pembelajaran bersama. Hati-hatilah membuat kebijakan. Negara harus kuat  Pernyataan megawati jangan sampai membuat perpecahan. Jadikan sebagai bentuk kasih sayang. Bukankah bentuk pernyataan bersebrangan pernah dilakukan Gusdur ? Apa itu?

Gusdur pernah membuat pernyataan mengenai pengucapan kata "Assalamualaikum"  yang perlu diganti dengan ucapan "selamat pagi atau selamat siang". Tentu saja hal ini membuat heboh alim ulama yang berakhir dengan populernya kalimat "Assalamualakum" di TVRI dan Radio, bahkan semua upacara kenegaraan, sejak saat itu tanpa terkecuali selalu mengucapkan "Bismillah dan Assalamualaikum"

Terakhir kontroversi Gusdur menyangkut bumbu penyedap Ajinomoto yang diduga memanfaatkan permentasi dari  tulang binatang babi. Ketika bumbu masak dari Jepang itu mengalami kalah saing dengan merk lain akibat berita "haram bagi orang muslim". Gusdur muncul mengurangi tekanan pasar terhadap produk bumbu buatan Jepang itu dengan pernyataan Gusdur lewat media yang menyatakan Ajinomoto itu "halal". Karena yang diproduksi di Indonesia itu dibawah pengawasan produk dari MUI. Label halal begitu bermakna untuk kenyamanan umat Muslim.

Di awal tahun 2023 ini, apakah pernyataan bu Megawati tentang kritik terhadap ibu-ibu yang suka rajin datang ke pengajian, dituduh telah mengabaikan pendidikan anak-anaknya, bisa berbahaya bagi Indonesia? Apakah ini merupakan kecelakaan lewat lisannya?. Apakah memiliki muatan politik?

Bagi umat Islam yang berpikiran jauh kedepan harus mampu membalikan keadaan, demi kokohnya NKRI. Karena sudah terbukti  ketika awal mulanya pakaian hijab di legalkan di Indonesia karena ada peristiwa "biskuit beracun".  Umat Islam berhijab saat itu, dituduh dan dibully, konon banyak jatuh korban. Akhirnya pemerintah mengumumkan merk biskuit beracun dan melegalkan "siswa berhijab" disekolah negeri.

Apakah pernyataan bu Megawati akan berdampak seperti peristiwa di atas? Selagi tidak ada penderitaan bagi orang yang di tuduh tampaknya aman-aman saja. Tapi jika dirasakan oleh mayoritas masyarakat terlihat ada yang "teraniaya" dan menderita yang melahirkan "do'a spontan yang mendalam" sudah banyak bukti-buktinya. Do'a orang teraniaya itu tampaknya begitu tanpa batas dengan sang khaliq. Coba saja tengok ketika peristiwa Pk.SBY di pecat oleh Bu Mega (saat jadi Presiden). Atau saat Pk. Anis diganti  sebagai Menteri, Peristiwa itu menjadi karpet merah bagi Pk. Anis duduk di kursi nomor 1 DKI. Dan kini masih ada kelompok tertentu yang terus memprovokasi untuk membenci  Pak Anis.

Apakah pak Ganjar tampak sudah hampir mendekati bagian dari orang yang teraniaya ? Jika hal itu dirasakan masyarakat mayoritas akan jadi kuda hitam. Tampaknya masyarakat daerah di Indonesia itu, lebih suka membela orang teraniaya. Kumpulan orang yang diduga pernah seperti itu: Bung Karnoe, Buya Hamka, Xanana Gusmau, SBY, BJ. Habibie, Anis Baswedan, Dakhlan Iskan, Habib Riziek, Gusnur,  dan sebagainya.

Diantara mereka yang disebutkan di atas itu, ada yang menempatkan dirinya sebagai orang teraniaya. Ada pula yang benar benar teraniaya. Namun yang dirasakan masyarakat itu jika jelas terlihat arogansi dari lawan yang menganiayanya. Bulan ketidak sengajaan. Seperti musuh bersama bangsa indonesia saat penjajahan  "Belanda" orang Indonesia banyak yang bersahabat dengan orang Belanda yang netral. Musuh yang arogansinya mencolok mata seperti kejamnya Sambo terhadap Josua. Diduga Ahox saat jadi Gubernur hampir mendekati kriteria itu karena kata-katanya. Tapi diduga masih ada perikeadilan yang dirasakan sebagian kecil masyarakat lewat kebijakannya. Tapi Sambo hampir tidak ada yang simpati sama sekali.

Dengan viralnya pernyataan bu Megawati tentang kritik terhadap ibu-ibu yang rajin ke pengajian apakah ada yang merasa teraniaya? Tampaknya ibu yang mengabaikan anaknya  itu diduga  justru dari kalangan orang  yang jarang datang ke rumah ibadah. Perlu ada riset resmi.

Pernyataan bu Megawati sebaiknya dijadikan kritik membangun, yang konstruktif untuk semua kaum ibu (DN)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun