Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Riset Malcolm Baldrige Education Mengobati Luka Lama Bubarnya RSBI

19 Oktober 2022   06:52 Diperbarui: 27 Oktober 2022   05:07 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak tumbangnya program unggulan pendidikan Indonrsia yang disegani negara tetangga. Kini sekolah diluar negeri mulai diserbu  kembali oleh para orang kaya Indonesia. 

Layar kaca disuguhi tontonan antrinya anak orang ternama di NKRI bersekolah di negara luar tersebut. Apakah ada kritik dari orang orang yang dahulu vokal menumbangkan nasionalisme RSBI?

Mengapa anak orang berduit itu  pada antri  bersekolah ke negara tetangga?  Apakah ini akibat badut-badut  politik yang mengatasnamakan "hak azasi manusia ?". Kita ketahui saat itu RSBI dianggap melanggar HAM. Padahal itu adalah alternatif pilihan bagi orang berduit untuk menggratiskan orang pemilik SKTM untuk duduk di dalamnya tanpa beban biaya. Karena 20% merupakan aturan wajib bagi orang-orang dari keluarga miskin untuk bisa duduk belajar  sejajar bersama mereka.

Karena tekanan dari ADB terkesan memaksa Indonesia untuk menandatangani kespakatan pinjaman luar negeri. Tapi mengabaikan usulan dari Indonesia. Akhirnya RSBI dengan slogan terselubung menyatakan bahwa di Indonesia banyak orang kaya yang peduli pendidikan,  dan  akhirnya berhasil menumbangkan ambisi ADB tersebut. Tanpa pinjaman luar negeri RSBI berkibar dengan gagahnya bahkan sangat perlente. Apakah perjuangannya selesai sampai di situ? Ternyata ini adalah awal pertempuran sengit.   Akhirnya  ada konotasi RSBI tercoreng oleh  badut-badut politik yang  telah menumbangkan idealisme pendidikan di NKRI. Mereka berhasil membangun opini jelek, hingga kini jejak digitalnya masih terpajang di dunia maya. Padahal  RSBI sudah berhasil menumbangkan arogansi ADB saat itu.  Seharusnya mendapatkan apresiasi yang layak.

Pendiri SNBI (Sekolah Nasional Bertaraf Internasional) yang berubah jadi RSBI. Mereka berhasil mempermalukan  penguasa dunia yang tampak telah berupaya menjebak Indonesia. Para alumnus UNPAD,  ITB, & IKIP yang duduk di barisan paling depan, mereka sangat berani pasang dada. RSBI berdiri tanpa pinjaman dari ADB. Pekikan itu terus di gelorakan dalam setiap pertemuan tingkat nasional.

 

menolak kucuran dana ADB dan semua program Internasional  dunia pendidikan total dibiayai APBN dan partisipasi masyarakat. Terbukti berdera RSBI berkibar berdampingan dengan sekolah bergengsi di Australia, Singapura, Malaysia, Hongkong, Turki, dst. Studi Banding dan pertukaran pelajar lintas negara terus berjalan dengan cantiknya. Karena saat itu RSBI berorientasi duduk sejajar dengan pendidikan di negara OECD. Pendidikan Indonesia berdiri begitu berjaya dan perlente, tanpa membebani NKRI dengan beban utang ke ADB. 

Orang kaya Indonesia terbukti mampu membiayai pendidikan dengan 20% jatah untuk orang miskin duduk manis di dalamnya. Dan realita inilah yang berhasil di putar balik, seolah pemilik SKTM tak bisa masuk. Bara api menyala membakar hangus RSBI. Lalu siapa yang bersorak ?

Jaman jayanya RSBI  banyak sekali contoh-contoh keberhasilan di dunia Industri yang diangkat untuk kemajuan dunia pendidikan di berbagai negara, sistem itu diseleksi dan  diadopsi pengelola RSBI. 

Salah satu diantaranya adalah program ISO dari TUV, SGS, Sucopindo dst.  Memang program ISO itu sebelumnya juga telah banyak diterapkan di  beberapa SMK pada mulanya. Kemudian di adopsi RSBI hingga spektakuler  bersamaan dengan progran partnershif dengan sekolah di negara lain. ISO dan kerjasama sekolah di luar negeri berjalan di SMA dan SMK bahkan SMP dan SD. Itulah realita  sejak adanya program RSBI saat itu. Penerapan ISO, telekonferen itu, hanya salah satu contoh kecil selain partner ship dengan sekolah di negara OECD.

Namun kini penerapan ISO dengan konsep "Tuliskan yang akan dikerjakan & kerjakan apa yang sudah dituliskan" akhirnya di Indonesia mulai memudar sejak proyek RSBI dibubarkan. Sekolah dengan taman-taman yang nyaman untuk belajar, berbasis ICT, dst. Semuanya jadi rujukan sekolah SSN. Terbukti kemajuan teknologi saat itu terus berkembang dan hasilnya bermanfaat saat ada Covid-19. Virtual bukan hal baru bagi Indonesia saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun