Mengapa  Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) harus menerbangkan balon  gas ke udara bebas ? di Acara MPLS sebaiknya memperkenalkan budaya ramah lingkungan kepada siswa. Bukankah limbah balon itu berbahaya  ? Maka sebaiknya pranata sosial disfungsional ini segera di atasi.
.
Di balik  itu, ada harapan besar dari segelintir masyarakat untuk  bisa menghidupi keluarganya dari hasil menjual balon gas di acara MPLS. Mereka  sejak  pagi buta, telah menunggu siswa baru di gerbang masuk sekolah dengan balon gas warna-warni di tangannya. Biasanya balon  gas itu laku pesat karena ada instruksi dari pengurus OSIS dalam upaya memeriahkan acara MPLS dengan menerbangkan balon ke udara saat acara inti  upacara bendera.
 Tapi mengapa di SMA Gubuk Apung sempat melarang menerbangkan balon ke udara  ?  Negosiasipun akhirnya terjadi dan cukup alot. Terutama menyangkut solusi ramah
lingkungan.  Memang upacara pelepasan balon semacam  ini sudah menjadi tradisi tahunan di berbagai sekolah. Pelepasan balon gas ke udara, itu terlihat sangat memanjakan mata  dan memeriahkan suasana. Namun tak banyak yang menyadari bahwa hal ini dapat berbahaya bagi keselamatan lingkungan yang lebih luas. Dari berbagai sumber bacaan, terdapat banyak hewan seperti penyu, lumba-lumba, paus, ikan dan burung telah dilaporkan terdapat balon di dalam perut hewan tersebut. Hal inilah yang melatar belakangi SMA Gubuk Apung sempat melarang acara pesta balon. Yang akhirnya acara itu di modivikasi. Dan solusinya cukup diterima semua pihak.
Penanganan  pertama dan  utama  balon gas itu diterbangkan dengan  tali kendali berupa pengikat benang yang sangat panjang.  Agar balon tidak jadi musibah. Menurut ringkasan penelitian di situs Phys.org, data menunjukkan bahwa jika burung laut menelan sepotong plastik  memiliki peluang kematian sekitar 20 persen, lalu meningkat menjadi 50 persen. Itu menyangkut plasik, kini ditambah dengan limbah balon yang sulit terurai di tanah. Balon yang kita lepas ke udara dan berakhir di laut akan mencemari lingkungan perairan dan termakan oleh binatang penghuni perairan tersebut. Untuk itulah balon yang diterbangkan harus dikendalikan pelakunya.
Maka data  yang mengkhawatirkan  bisa diantisipasi seperti  saat pembersihan Pesisir Internasional tahunan The Ocean Conservancy  yang melaporkan bahwa dari tahun 2008 hingga 2016 hampir 300.000 balon ditemukan di sepanjang pantai AS. Jumlahnya lebih dari 31.000 balon per tahun. Mungkin di Indonesia akan lebih besar lagi. Hal ini bisa terjadi lantaran MPLS di tahun ajaran baru sering identik dengan pesta balon. Dengan cara melalui tali kendali seperti  pesta MPLS di SMAN Gubuk Apung bisa jadi solusi terbaik. Maka pesta balon menjadi berkah dan tidak berbahaya. Tidak mengurangi meriahnya pesta, walau balon gas di acara puncak itu di terbangkan dengan tali kendali berupa benang panjang. Karena semua guru sangat paham tentang dampak pencemaran akibat balon.
Berbahayanya itu karena kurangnya pengetahuan masyarakat dan tidak mengerti bahwa tidak ada balon yang "ramah lingkungan", bahwa setiap balon yang dilepaskan menjadi sampah dan bisa berbahaya. Sementara di sisi lain saat tahun ajaran baru ini, merupakan mata pencaharian segelintir masyarakat yang menggantungkan diri ke pnjualan balon. Dilema ini akhirnya melahirkan solusi unik di SMAN Gubuk Apung seperti pada dokumentasi video youtube dalam tulisan ini.Â
Dampak positifnya dari pesta bolon dengan inovasi baru ini  dapat diterima kedua belah pihak yang berseteru. Penerbangan balon di SMAN Gubuk Apung adalah sarana pembelajaran untuk melahirkan budaya ramah lingkungan. Diantaranya melalui solusi unik  sbb:
1. Sarana memaparkan berita  tentang dampak negatif dari pelepasan  balon gas ke udara. Berikut solusinya.
2. Solusi mengikat balon gas dengan benang yg sangat panjang di sudut bangunan, agar balon tidak pergi jauh dan dapat dikendalikan.
3. Tidak melepaskan balon ke udara tanpa tali pengendali. Jika tidak sanggup mengendalikannya, lebih baik dihentikan/ditiadakan.