Dahulu saya sempat menikmati hidup dari royalty penerbit buku swasta. Berkat banyak peluang mengarang buku pelajaran SD, SMP, SMA/SMK. Saat itu, hidup terasa indah ketika pergi kemanapun di NKRI. Karena setiap toko buku Gramedia pasti memajang buku yang saya terbitkan di Grasindo atau Intermasa Jakarta.
Dampak dari penerbitan buku itu, sering ada undangan untuk menatar. Berbagai wilayah di Nusantara sempat saya kunjungi untuk memenuhi undangan mereka. Konon saya disetarakan dengan penatar tingkat nasional versi penerbit swasta.
Sejak ada aturan dari BSNP, saya berhentilah menerbitkan buku pelajaran walau buku yang saya tulis sering jadi acuan para penulis buku proyek nasional (sempat saya tuliskan kisahnya).Â
Saat ini, saya sudah lama tidak menerbitkan buku pelajaran di Grasindo sejak BSNP mendominasi penerbitan buku. Penerbit swasta lebih banyak memasarkan buku proyek milik negara. Sempat menerbitkan buku pelengkap di BPK Penabur namun kurang menggairahkan seperti sebelumnya.
Saat pertemuan media SATUGURU di Bekasi dengan PANDI (Pemilik Nama Domain Indonesia) terungkap tentang banyaknya buku ber ISBN tapi sulit ditemukan di toko buku. Konon atas dasar itulah, kini proses penerbitan buku ber ISBN sangat diperketat. Â Informasi ini, diperoleh saat kerjasama "Media Satuguru"Â dengan Balai Pustaka, cukup membuka wawasan baru. Banyak informasi tentang buku digital yang diterbitkan Balai Pustaka saat ini, begitu menakjubkan. Pembenahan Balai Pustaka sungguh luar biasa. Apakah dengan memperketat ISBN akan meningkatkan minat baca bagi rakyat Indonesia?
Penulis menilai, untuk meningkatka  minat baca di Indonesia, harus dibalik. Yaitu melalui kesempatan bagi para pelajar untuk menerbitkan karya tulisnya berupa buku.Â
Pada saat menulis, pengarang pemula biasanya perlu reperensi maka dia akan membeli buku. Kisah Rosulullah meminta petunjuk kepada Allah ketika terjepit maka lahirlah "wahyu". Seseorang akan berupaya mencari sumber rujukan ketika ada tantangan untuk menulis. Jadi memperketat ISBN dan lahir jalur pengganti adalah alternatifnya. Apakah ini akan berdampak pada minat baca?
Kita lupakan dulu penerbitan buku nasional di atas. Kita soroti suasana terkini tentang banyaknya  mutiara di dalam negeri dicuri pengusaha luar negeri (permainan global). Tampaknya  persaingan bisnis semakin ketat. Ketika aturan nasional dalam sepakbola di goyang, maka masuklah pemain naturalis (arti kiasan). Semisal  aturan penerbitan buku bagi penulis,  yang diperketat di dalam negeri  maka peluang menguntungkan itu, bisa direbut orang luar yang memiliki aplikasi.Â
Sebagai contohnya, banyak yang awam mengurus hak paten. Misal undang-undang "hak cipta untuk lagu" kini banyak orang kreatif dalam bidang seni, tapi  awam dan sangat buta mengenai aturan mengurus hak ciptanya di Indonesia.  Akhirnya banyak siswa kreatif yang mendaftarkan  hak ciptanya  lewat aplikasi berbayar lewat luar negeri. Hanya Rp100 Ribu, para pencipta lagu pemula antri di aplikasi berbayar itu. Berapa banyak rupiah terbang menghilang ?
Hanya lewat HP di tangan, karya ciptanya sudah terdaftar di dunia internasional. Duit rupiah beterbangan ke kocek pengusaha di luar negeri. Tanpa  upaya  pamitan kepada pemilik aturan yang ada di NKRI. Rakyat Indonesia transaksi langsung lewat dunia maya lintas negara. Segelintir orang sukses lewat youtube. Tapi yang menyetorkan uangnya lebih banyak ketimbang yang menimbanya.