Dalam kesempatan itu, UAS menyampaikan lima poin klarifikasi tentang ceramahnya itu. UAS menegaskan ceramah soal salib bukan tema kajian atau topik ceramah yang dipilihnya. Klarifikasi ini bukan yang pertama dilakukan UAS. Bahkan mungkin banyak yang merasa bosan mendengarkannya. Maka dijelaskan bahwa pernyataan UAS soal salib itu dalam konteks tanya jawab dengan jemaah.
Sementara itu, Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Masduki Baidlowi, berharap kontroversi kasus UAS itu mereda. Dan memang  masalah kata "Kafir" dan "Jin Kafir" sudah mereda sejak pertemuan dan dialog dengan Bung Hotman. Persatuan bangsa diharapkan tidak terusak, tapi harus semakin kokoh. Seperti kasus Yahya Waloni yang begetu total perubahannya saat di acara Podcast dengan Deddy Courbuzier. Masyarakat merasa nyaman melihat perubahan itu.
Walau realitanya para buronan begitu leluasa membuat konten. Bahkan menjadi-jadi. Namun di syukuri bahwa konten yang paling laku keras adalah bantahannya. Sehingga tidak usah gusar dengan konten para buronan itu. Sebab banyak khikmah positif. Diantaranya membuka lapangan kerja yang menggiurkan bagi para youtuber. Yang untung itu para pembuat sangkalan & bagi orang yang berhasil  mengemasnya menjadi sebuah lelucon. Kontennya selalu laris diburu penggemar.
Klarifikasi UAS tampak mencapai sasaran sesuai "Amanat dari Rapat Pimpinan MUI untuk memanggil Ustaz Abdul Somad ini justru dalam rangka agar bagaimana jangan persoalan ini eskalasinya makin melebar sehingga merusak terhadap persatuan dan kesatuan bangsa itu," kata Masduki dalam jumpa pers bersama UAS di Kantor MUI, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat. Kita pahami bangsa Indonesia itu sesungguhnya pemaaf.
Inilah nikmatnya hidup di alam demokrasi yang agamis di bawah Pancasila. Walau ramai hingga saling hujat, tapi para pemuka agama yang patuh pada ajarannya lebih dominan kekuatannya. Para oknum itu jumlahnya tidak banyak.  Yidak se "tahi kuku" namum bombaptis.  Tapi akan lenyap seiring waktu. Tinggal kini saatnya memanfaatkan  kecerdasan pengelola dunia pendidikan dalam mengendalikan generasi di sekolah. Agar NKRI ke depan lebih solid dalam persatuan (DN).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H