Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Landak Jumbo"Obat Ghaib. Pengganti Ikan Bekal Musa, Bertemu Nabi Khidir (Menyibak Kisah SekitarTelaga Murni)

18 Mei 2022   09:46 Diperbarui: 21 Mei 2022   07:21 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak kisah unik terungkap dan sebagian kecil di tuliskan di kompasiana dan domain https://my.id. Mulai dari rumah megah berjenis tiang Corintia dekat kelurahan. Bangunan megah itu didominasi warna coklat dengan deretan tiang-tiang tinggi sekitar 10 meter menjulang ke Angkasa. Uniknya konon bangunan itu, pemiliknya adalah pengusaha limbah di Kab.Bekasi. 

Limbah ternyata bisa menjanjikan masa depan ? Terungkaplah kisah sukses Bupati Ruhimat (Subang), konon dahulu jadi pengusaha limbah juga di Bekasi. Kini  beliau sukses jadi pengusaha kebun kelapa sawit & sukses jadi Bupati Subang yang penomenal karena prestasinya. Jenjang karir H.Ruhimat  berawal dari pengelola limbah Industri. Seperti kisah pemilik bangunan megah yang ada di hadapan penulis.

Singkat ceritera setelah penulis makan enak di acara pernikahan seorang guru SMA8 Kab.Bekasi. Dikejutkan dengan 4 bangunan penomenal. Sangat bermanfaat bagi warga sekitar pasar induk yang dahulu sangat kumuh itu. Perubahan itu ditandai dengan bangunan menembus  bumi (underpass). Sebagai bukti dari jasa Bupati  dr.Neneng Hasanah Yasin. Kini berkat bangunan itu, tak ada lagi kemacetan di sekitar rel kereta itu. Jalanan sekitar ini  jadi melompong bahkan lenggang.

Sampai di pinggiran "Malvinas". Sebuah  sebutan warga setempat untuk daerah Cibitung tempat prostitusi di Bekasi saat Orde Baru (Dahulu tempat pusat Bordir/PSK).  Kini bekas Malvinas telah berdiri RSUD Kabupaten Bekasi,  bersampingan  megahnya pasar induk yang masih dikurung pagar seng. Pasar  dengan  corak atap bangunan  tinggi itu, konon akan jadi pasar paling modern di kawasan Bekasi Kabupaten.  

Kini pasar induk Cibitung, tampak hampir tuntas terbangun menyilaukan mata, karna didominasi warna putih bersih. Padahal dahulu kawasan ini, merupakan salah satu pusat pelacuran ternama di Jawa Barat. Entah apa sebabnya dengan sebutan "Malvinas."  Yang saya ingat saat itu sedang ada pertempuran hebat di  Falkland.

Mungkin nama lokasi pusat PSK ini, di identikan  dengan tempat bertempur seperti  suasana di Kepulauan Falkland (Kepulauan Malvinas). Yang Ibu kotanya, di Stanley. Di adopsi kawasan Tambun, untuk mengidentikan banyaknya  kobaran nafsu birahi yang ada di lokasi ini.

Karena realita dahulu di lokasi ini, kalau malam hari, berseliweran wanita muda sexy setengah bugil. Musik dangdut menggema disetiap bangunan yang dipenuhi kamar-kamar kecil tempat berkumpulnya para lelaki hidung belang. 

Perputaran ekonomi kawasan ini dahulu  bercampur aduk antara pelaku dagang buah, sayuran di tempat  becek berbau busuk, hingga pasar sex yang hingar bingar berbau Farfume menyengat di malam hari. Kini lokasi ini telah berubah dengan lahirnya bangunan mentereng.

Mungkin ada perbedaan yang mencolok mata. Dari kondisi lokasi ini dahulu dibanding  sekarang. Dahulu para penghuni  lokasi ini, setengah telanjang, kini mereka pemuas syahwat itu entah kemana? Walaupun mereka masih ada diduga sudah pada tua renta. Tentu sudah tidak menarik lagi. Sementara tempat prostitusi ini, kini bersolek semakin cantik jadi pasar tradisional semi modern untuk belanja, dan RSUD yang megah dan sibuk dengan aktivitas pengobatan para pasien.

Penulis merasa terpukau dengan kawasan ini. Karena sudah terlalu lama mengurusi anak didik di dalam bangunan sekolah yang sempit, bergelut dengan kurikulum yang kaku. Maklum dahulu itu, wajib  mengejar target Ebta/Ebtanas/UN. Yang terus dipacu untuk menata mental siswa, mental guru, hingga mental karyawan di dalam ruangan dengan jaringan internet. Tidak sempat jalan-jalan  di luar rute sehari-hari.

Pola pendidikan yang terbiasa mengejar target SKBM terus dijalani, fokus sampai lupa jalan-jalan ke lingkungan sekitarnya mengubah rute jalan. Keranjingan Inovasi bekerja futuristik dari mulai mendatangkan para pengajar dari luar negeri berkulit hitam hingga berkulit bule, terus dilakukan, menguras waktu yang ada. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun