Mohon tunggu...
Dr. Dedi Nurhadiat
Dr. Dedi Nurhadiat Mohon Tunggu... Dosen - Penulis buku pelajaran KTK dan Seni Budaya di PT.Grasindo, dan BPK Penabur

Manajemen Pendidikan UNJ tahun 2013. Pendidikan Seni Rupa IKIP Bandung lulus tahun 1986. Menjabat sebagai direktur media SATUGURU sejak tahun 2021 hingga sekarang. Aktif di Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) sejak tahun 2020. Menjabat sebagai kepala sekolah di beberapa SMA sejak Tahun 2009 hingga sekarang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Laksana Menenggelamkan Balon

17 Desember 2021   10:09 Diperbarui: 17 Desember 2021   10:18 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam budaya adat timur, dikenal istilah "ilmu padi" semakin berisi, semakin merunduk. Ini adalah ajaran leluhur yang  hampir lenyap ditelan masa,  tergerus oleh lajunya perkembangan teknologi serta medsos. Hampir semua individu berpacu melawan waktu, dengan target-target yang terus di kejar tiada henti. Dalam suasana demikian, saling sikut, saling injak menjadi hal biasa. Budaya leluhur yang mengajarkan kerendahan hati itu seperti menghilang. Dan ini terjadi hampir di semua lini. 

Lingkungan kehidupan sekitar kita, ada kalanya memasuki suasana seperti dalam kompetisi yang melelahkan. Bukan hanya itu, generasi muda abad milenial diberi tontonan yang menguras emosi lewat game, televisi, hingga suasana pemilihan RT. Namun di sisi lain selalu ada tontonan yang unik, karena individu yang berkarakter kerendahan hati tak selamanya mudah ditenggelamkan. 

Dalam ilmu komposisi di dunia berkesenian, baik seni rupa, tari, teater, maupun musik dikenal ada istilah keseimbangan (balance) dalam wujud simetris atau non simetris. Berat atau ringan tidak selalu dalam ukuran timbangan yang memanfaatkan hukum gravitasi bumi. Nilai rasa itu sesungguhnya berkaitan dengan hukum alam.

Hitam lebih berat dari warna abu-abu. Ruangan berwarna biru terasa lebih sejuk dibandingkan dengan ruangan yang didominasi warna kuning. Ini adalah gambaran nilai rasa. Dalam sebuah komposisi akan melahirkan harmony keindahan, tergantung pada tata letaknya. Begitu juga dalam realita kehidupan di era revolusi  industri 4.O saat ini.

Ada kalanya warna kontras yang berdekatan itu dapat menyilaukan mata. Bahkan bisa merusak kornea mata dan perasaan. Namun dengan kehadiran warna netral yang membatasi pertemuan kedua warna kontras bisa menjadikan sebuah harmoni yang unik. Begitulah gambaran orang yang rendah hati itu, laksana warna-warna netral yang mempersatukan unsur-unsur yang ada

 Rendah hati itu tidak berarti harus selalu mengalah. Orang yang rendah hati harus balance dengan lingkungan sekitar. Kadang harus pamer kemampuan dirinya dalam batas-batas etika. Karena padi yang terlalu merunduk itu gampang roboh terkena hempasan angin. Padi yang roboh jika jatuh ke tanah sebelum matang, akan membusuk. Namun saat roboh tatkala sudah matang akan tumbuh menjadi bibit dalam sebuah persemaian.

Bersama pakar pendidikan Prof. Arif Rahman(foto koleksi
Bersama pakar pendidikan Prof. Arif Rahman(foto koleksi

Era pergaulan masa kini yang didominasi  aplikasi dan medsos, membuat emosi generasi penggunanya menjadi tidak setabil. Hp atau gadget dapat melahirkan generasi yang emosional secara liar. Bahkan bisa berbuat brutal. Kebiasaan bermain game itu, berarti terus memicu andrenalin. Hormon yang diproduksi kelenjar adreal dan otak berdampak pada  perilaku stres, tertekan, takut, senang berlebihan, hingga tegang yang membahayakan. Dalam situasi demikian perlu hadirnya para tokoh penatralisir. Peranan keluarga adalah yang utama dalam masalah pendidikan. Bahkan Prof. Arif Rahman dalam Rakornas KPK minggu lalu di kompleks Senayan memaparkan tentang kesalahan orangtua menyangkut sulitnya pengentasan korupsi di Indonesia. Selayaknya orangtua itu bisa menjadi penetralnya.

Seperti halnya warna-warna netral dalam komposisi warna. Penetral itu harus ada untuk menjembatani kedua warna kontras. Orang yang rendah hati, harus hadir diantara orang yang ambisius dan mengejar target-target. Ketulusan hati orangtua dapat menetralisir ketimpangan. Dengan demikian porsentase tingginya bunuh diri di berbagai negara industri, semoga dapat dihindari agar tidak  terjadi di lingkungan kita. Dunia pendidikan harus tampil mengangkat tema  perumpamaan menenggelamkan balon gas ke dalam air. Pendidikan demikian harus terus digelorakan, dalam kerangka penuh ikhlas. Dan  sang pemilik kolam atau ladang harus memahami fenomena ini.

Dewasa ini, hampir semua manusia mengejar target-target keberhasilan dalam bidang ekonomi. Seolah-olah dengan harta yang dimiliki dapat menguasai segalanya. Padahal  seharusnya berguru ke alam semesta. Burung terbang perlu hinggap sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Mesin kendaraan itu juga perlu mendinginkan suhunya dalam jarak tempuh tertentu. Diduga hanya orang yang rendah hati yang bisa membaca keadaan ini. Namun adakah yang mau menempatkan diri di posisi ini? Karena rendah hati itu kadang harus banyak mengalah juga.  Orang rendah hati akan bangga tatkala suasana tegang menjadi netral walau mengorbankan karier dirinya. 

Pada saat yang tepat, ketika semua individu kelelahan menenggelamkan balon ke dasar kolam dalam sebuah permainan. Maka pada saat itu bermunculan pula balon-balon udara kepermukaan.  Orang rendah hati itu seperti balon udara di atas air yang sangat sulit ditenggelamkan. Orang yang punya peran  demikian ada dimana mana, kedudukannya dapat merangkul individu lintas bangsa, bahasa, dan lintas religi yang di anut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun