Peran seorang istri sekaligus ibu sangatlah besar di dalam rumah tangga. Seorang istri/ibu dituntut mampu melakukan banyak hal untuk melayani kebutuhan semua anggota keluarganya.Â
Dia bisa menjadi wanita super yang mampu melakukan banyak hal seperti mendidik, mengasuh, malayani suami, manajer dalam keluarga, memasak, manata rumah, dan banyak pekerjaan lain yang mampu dilakoninya.Â
Ibu adalah koki andalan bagi anak-anaknya. Dari tangannya, terlahirlah masakan-masakan yang lezat yang dibuatnya dengan segenap cinta untuk keluarganya. Memang tidak harus menjadi koki hebat, dan mungkin masakannya tidak seenak diluar sana, akan tetapi setidaknya kita mampu untuk memasak untuk menyajikan makanan terbaik untuk keluarga sehingga membuat suami dan anak-anak merasa bahagia sehingga kita dapat menjadi idola di hati mereka.Â
Dulu, saat rasa jenuh datang, saya terpikir untuk membeli saja makanan di warung atau menyewa rantangan. Namun suami ternyata keberatan. Katanya, apakah makanan yang dibeli sudah cukup terjamin kebersihannya, kesehatannya, penggunaan bahan tambahan didalamnya, minyak goreng yang digunakan, dan sebagainya.Â
Meskipun demikian bukan berarti kami anti terhadap makanan diluar, kami juga sesekali menghabiskan waktu untuk makan diluar bersama keluarga atau membeli makanan di warung dan makan bersama dirumah.Â
Namun, untuk makanan yang memang menjadi kebutuhan pokok sehari-hari yang harus kita konsumsi alangkah lebih baik jika saya dapat memasak dan menyajikannya untuk keluarga tercinta.Â
Sudah menjadi tradisi di desa, setiap wanita harus bisa memasak dan dirumah kami sangat langka kita jumpai makanan/nasi bungkus yang dibeli dari luar, kecuali hanya sesekali saja. Jadi saya memang dituntut untuk bisa memasak sejak dulu dan mamak rajin mengajari saya bagaimana cara memotong/membersihin ikan, menggiling bumbu dengan gilingan batu pada masa itu, dan memasak (menanak nasi, menumis, menggoreng, membakar ikan).Â
Saat saya melanjutkan sekolah menengah atas di ibukota propinsi, saya juga dibekali olehnya peralatan tempur untuk memasak. Jadi saat saya indekos, saya sudah tidak canggung lagi dalam hal memasak. Setelah berkeluarga kebiasaan masak itu tetap berlanjut dan bahkan semakin kesini saya semakin bersemangat memasak untuk keluarga.Â
Apalagi melihat bagaimana kesungguhan dan rajinnya ibu mertua dalam memasak untuk membahagiakan keluarganya. Termasuk dalam hal menyetok ikan di freezer yang saya pelajari dari beliau karena kami wanita pekerja agar tidak kelabakan esok harinya ketika memasak.
Menurut subjektifnya saya, setelah saya perhatikan selama bertahun-tahun tidak semua orang mampu menghasilkan masakan eungkot teucrah ini dengan cita rasa dan aroma yang khas dan menggugah selera.Â
Dulu almarhumah nenek saya memasak masakan ini menggunakan kayu bakar dan kami sungguh sangat menikmatinya. Sampai-sampai saya dan adik perempuan saya sering bilang ke mamak jika masakan eungkot teucrah mamak tidak sama dengan buatan nenek. Bagi kami, nenek adalah sosok koki handal, termasuk eeungkot teucrah buatannya yang sangat kami idolakan. Memang tidak dipungkiri jika kami berkunjung kerumah nenek yang kami cari adalah masakan ini selain ikan sambaladonya yang tidak kalah nikmat.
Saya juga banyak belajar menu-menu masakan baru khas Aceh Besar dari ibu mertua dan coba saya praktekkan seperti masak "kuah beulangong, sie reuboh, sie teuom, sie cuka, keumamah, paweuh eungkot krueng, manok masam keueung, eungkot masam keueung" dan lainnya. Namun semua butuh proses, berkali-kali mengalami kegagalan semoga tidak membuat saya jemu untuk terus mencoba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H