Mohon tunggu...
eka wati
eka wati Mohon Tunggu... -

Dosen UIN Syarif Hidayatullah jakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dinamika Agama Lokal

11 Juli 2013   15:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:41 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagimana tanggapan anda menganai perkembangan dan status agama lokal di Indonesia? Bagaimana bentuk kebijakan pemerintah pusat yang berkaitan dengan agama lokal?

Pertanyaan-pertanyaan ini cukup menarik untuk dijawab dan dikaji lebih dalam, bila kita perhatikan perjalanan sistem kepemerintahan kita, terbukti bahwa banyak perubahan yang terjadi setelah reformasiberjalan lebih dari satu dekade . Pergeseran paradigma dari pemerintahan otoriter ke pemerintahan demokratis –meskipun tahapnya baru sebatas prosedural—telah membawa implikasi yang luar biasa hampir dalamsemua lini kehidupan

Dengan diamandemennya UUD 1945, khusus dalam pasal 28 a dan 28 c yang memberi kebebasan pada Hak Asasi Manusia, termasuk dalam berkepercayaan, membuat berbagai tuntutan muncul dalam apa yang disebut “politics of recognition”. Tuntutan yang serba menagih kesetaraan, yang dimasa lalu merupakan sebuah “ketabuan”. Agama (lokal) Kaharingan yang mengaku telah ada sebelum agama resmi ada di Indonesia, mulai menuntut kesamaan hak untuk diakui sebagai agama resmi. Agama (lokal) Madrais di Cigugur, mulai menampilkan tuntutan: mengapa agama “asing” seperti Konghucu diakui Negara, sedangkan “agama” lokal yang “asli” justru dianaktirikan.Negara mulai dipertanyakanotoritas tunggal dalam mendefinisikan agama resmi.

Indonesia sebagai negara plural baik dari segi etnik maupun agama telah menjatuhkan pilihan sebagai negara demokrasi yang berdasarkan hukum, yang menuntut penyelesaian perbedaan dengan: dialog yang didasarkan akal sehat (common sense), menghormati perbedaan, menanggapi perbedaan berkeyakinan sebagai sunnatullah.

Dalam pasal 29 UUD 1945 berbunyi: (1) Negara didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kebebasan setiap warga negara untuk memilih agamanya sendiri, dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Kata ”kepercayaan” dalam pasal 29 ayat 2 itu telah memiliki multi-interpretasi yang dampaknya tidak sederhana. Bagi aliran kebatinan (kepercayaan) seperti; Sapto Dharma, Sumarah, Subud dan Pangestu yang merupakan aliran kepercayaan utama yang keberadaannya jauh sebelum kemerdekaan diproklamasikan, pasal 29 yang memuat kata ”kepercayaan” dianggap merupakan pengakuan negara terhadap aliran kebatinan itu setaraf dengan agama ”resmi”. Sebaliknya, bagi kelompok Islam ortodok, aliran-aliran kebatinan semacam itu harus ”dibina” dan dikembalikan pada agama induknya (Anas Saidi; 2004: 7-8).

Sebagai negara yang sedang dalam konsolidasi demokrasi, dinamika kehidupan keagamaan di Indonesia nampaknya sedang mencari bentuk. Seluruh perubahan yang disulut reformasi yang mendekati revolusi, nampaknya membutuhkan kedewasaan. Betapapun aliran kepercayaan lokalper definisisulit untuk didefinisikan sebagai agama (samawi), yang kelahirannya bisa disebabkan oleh perbagai ketidakpuasaan dalam menghadapi modernisasi, kebutuhan untuk mempertahankan identitas dan sejenisnya, tetapi keberadaan mereka merupakan bagian dari ragam-ragam kepercayaan di nusantara, yang kehadirannya dapat memperkaya moralitas kehidupan bangsa. Oleh karena itu dalam rangka memahamiseluk-beluk dan dinamika agama lokal dalam menghadapi era reformasi, melakukan rekontruksi (penelitian) secara menyuluruh sebagai upaya untuk menciptakan kehidupan keagamaan yang harmonis, nampaknya menjadi kebutuhan yang mendesak.(Lih. "Executive Summary" tentang Perkembangan Paham Keagamaan Lokal di Indonesia" oleh Badan Litbang dan Diklat, Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Kemenag RI).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun