Dibalik kegiatan yang luar biasa banyak dan dibalik pembelajaran yang sulit, terdapat pengalaman tidak tergantikan. Itulah perbedaan utama Kolese Kanisius dengan sekolah lainnya.
Kanisius lagi, Kanisius lagi. Banyak cerita dan pengalaman mau suka maupun duka selama berada di Kolese Kanisius. Tentunya, pengalaman suka menjadi yang dominan. Kolese Kanisius dibangun pada tahun 1927 sebagai sekolah Katolik yang hanya menerima laki-laki sebagai pelajarnya. Sekarang, SMA Kolese Kanisius menduduki peringkat ke-7 sebagai SMA terbaik di Indonesia berdasarkan nilai UTBK. Kolese Kanisius juga menghasilkan alumni dengan koneksi yang kuat dan berkualitas dari tahun ke tahun. Sekolah ini terasa unik dan menarik serta berbeda jika dibandingkan dengan sekolah lain. Unik karena alumninya, menarik karena prestasinya, dan berbeda karena kegiatannya. Sekolah mahal ini menyediakan banyak tempat dan komunitas bagi para siswanya untuk berkembang di minatnya masing-masing. Saya akan menjelaskan apa kegiatan yang saya ikuti dulu, sekarang, dan di masa yang mendatang.
Semuanya berawal dari saya berada di kelas 10 SMA dan sedang menjalani semester satu. Pada semester satu, banyak kegiatan wajib yang harus diikuti oleh para siswanya, mulai dari Ignatian Leadership Training, Canisius College Cup, Edu Fair, Ignatius Day, Parents Day, retret, dan kegiatan-kegiatan lain yang saya tidak ingat karena saking banyaknya. Untuk kegiatan ekskul dan seni wajib, saya mengikuti ekskul bulu tangkis dan proyeksi pada saat kelas 10. Kegiatan Edu Fair, Canisius College Cup, Ignatius Day dan Parents Day selalu ada setiap semester satu.
Dimulai dari Ignatian Leadership Training atau ILT merupakan kegiatan adaptasi kelas 10 di SMA Kolese Kanisius yang melibatkan kemampuan fisik, intelektual, dan kerja sama. Bagi banyak siswa, ILT adalah kegiatan paling sulit dijalani di Kolese Kanisius karena para siswa kelas 10 akan dipaksa melampaui batas kemampuan mereka dalam segala bidang. Dilatih untuk menghadapi stres dan situasi terburuk yang mungkin akan terjadi selama perjalanan pendidikan mereka di Kolese Kanisius. ILT menekankan nilai 4C+1L, yaitu compassion, commitment, conscience, competent, dan leadership. 4C+1L adalah nilai-nilai dasar yang diajarkan di sana.
Dilanjutkan dengan Canisius College Cup atau CC CUP merupakan kegiatan yang mengajak sekolah-sekolah lain untuk berkompetisi dalam perlombaan yang ada. CC CUP adalah kegiatan yang sangat besar dan harus dikelola oleh seluruh siswa Kolese Kanisius supaya kegiatannya dapat berjalan dengan lancar tanpa kendala. Dari kegiatan ini, kami dipaksa untuk saling berkomunikasi antar bidang yang sangat banyak dan kerja sama dengan pihak-pihak eksternal. Kegiatan ini biasanya dekat dengan PTS atau Penilaian Tengah Semester, maka kami juga harus memiliki pengelolaan waktu yang baik dan keteguhan untuk melewati semua kegiatan tersebut dengan hasil yang baik.
Setelah Canisius Day, ada kegiatan Ignatius Day merupakan hari dimana kami merayakan Santo Ignatius Loyola di hari kematiannya. Biasanya kegiatan ini diadakan sebelum Canisius College Cup Kegiatan ini dirayakan dengan variasi cara. Pada Ignatius Day saya saat kelas 11, saya menonton film tentang Ignatius, lalu pada saat kelas 12 saya menonton film lain yang berjudul "A Man Called Otto". Kedua film tersebut sangat menarik dan tentunya memiliki banyak makna. Kegiatan ini cukup santai karena kami hanya menonton bersama teman-teman di kelas atau bisa juga di sporthall. Pada kegiatan ini, relasi di dalam komunitas menjadi tujuan utama.
Selanjutnya adalah Parents Day. Seperti namanya---kegiatan ini melibatkan orang tua siswa untuk mengikuti Car Free Day di hari minggu dan mengadakan pameran seni-seni dari siswa. Jarak perjalanan Car Free Day bisa mencapai 5 km dan juga melibatkan alumni dari Kolese Kanisius sebagai panitianya. Kegiatan ini bertujuan untuk memperketat hubungan siswa dengan orang tuanya dan meninggalkan tekanan dari sekolah untuk sementara. Bisa dikatakan bahwa kegiatan ini seperti liburan karena selama perjalanan---rombongan siswa dan orang tua Kolese Kanisius akan melewati banyak kegiatan eksternal yang biasanya diadakan saat Car Free Day. Bersosialisasi dengan orang tua lain juga memungkinkan mereka untuk memperketat komunitas orang tua siswa dengan saling mendukung pendidikan siswa secara keseluruhan. Menurut saya kegiatan ini sangat menyenangkan. Mungkin saya mengatakan demikian karena saya suka berjalan atau berlari, tetapi kegiatan ini menjadi lebih menyenangkan jika dilakukan bersama teman-teman, orang tua yang lain, dan orang tua sendiri.
Selanjutnya pada pertengahan september Kolese Kanisius mengadakan Edu Fair. Edu Fair adalah kegiatan dimana universitas, kedutaan, dan lembaga-lembaga lain yang berkaitan dengan pendidikan lanjutan atau perkuliahan mempresentasikan apa yang mereka bisa berikan atau sediakan kepada peserta-pesertanya. Kegiatan ini tidak hanya dipersembahkan bagi siswa-siswa SMA Kolese Kanisius, tetapi juga siswa-siswi eksternal yang bisa berasal dari sekolah lain. Saya menganggap Edu Fair sebagai salah satu kegiatan penting jika tidak yang terpenting. Banyak sekali informasi yang mereka berikan yang tentunya dapat membuka banyak pikiran siswa yang ingin berkuliah di dalam negeri atau luar negeri.
Kegiatan terakhir yang saya ingat pada semester satu kelas 10 adalah retret. Lagi-lagi---kegiatan ini bertujuan untuk melupakan tekanan sekolah untuk sementara. Retret juga menjadi kegiatan dimana setiap kelas akan berdinamika dengan wali kelasnya dan sesama teman. Biasanya retret memiliki banyak kegiatan rohani, seperti berdoa dan refleksi. Menurut saya retret sangat seru karena saya dapat berdinamika dengan teman-teman sekelas dan wali kelas melakukan kegiatan yang juga seru.
Setelah kegiatan wajib Kolese Kanisius, masih ada ekstrakulikuler dan seni wajib yang juga harus diikuti setiap siswa. Seperti yang saya sudah katakan, saya mengikuti ekstrakulikuler bulu tangkis pada kelas 10 dan proyeksi sebagai seni wajib. Namun, untuk kelas 11, saya berpindah ekstrakurikuler menjadi melukis. Proyeksi telah menjadi favorit saya sejak awal karena saya suka dan minat dalam menggambar hal-hal detail dan proyeksi. Menurut saya proyeksi sangat "santai" sekaligus stres karena membutuhkan ketelitian yang besar. Hal yang paling penting dalam proyeksi adalah kesabaran dan fokus. Saya berganti dari bulu tangkis ke melukis karena ingin menambah pengalaman. Namun, pada akhirnya saya menyesal berpindah. Hal yang saya pelajari dari pengalaman ini adalah jangan memaksakan diri untuk mengikuti sebuah kegiatan jika bukan merupakan minat saya.
Semester dua pun dimulai. Pada kelas 10 semester dua ada kegiatan Jambore yang saya hanya ingat. Jambore adalah kegiatan camping di tempat yang jauh dan tidak tentu setiap tahunnya. Pengalaman Jambore saya berada di Gunung Merapi dekat dengan tempat tinggal para penduduk di sana. Jambore ditujukan untuk semua siswa kelas 10 dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan fisik, mental, emosional, dan spiritual. Jambore memaksa semua siswa kelas 10 untuk bersosialisasi dengan penduduk yang tinggal tempat yang sama. Siswa bahkan disuruh untuk tinggal di rumah para penduduknya dan membantu pekerjaannya sehari-hari. Jambore juga sangat menyenangkan dan seru karena lagi-lagi kegiatannya dilakukan bersama teman-teman baru. Saya bahkan merasakan bahwa Jambore menjadi salah satu kegiatan paling seru di Kolese Kanisius, selain Canisius College Cup, dan lain-lain. Kegiatan Jambore dilakukan bersamaan dengan Live In yang merupakan kegiatan kelas 11.
Live In hampir serupa dengan Jambore tapi tidak fokus pada kemampuan fisik. Live In adalah kegiatan siswa yang tinggal di rumah warga selama lima hari sambil bekerja seperti warga yang rumahnya ditinggali siswanya. Pengalaman Live In saya berada di Desa Kapencar dan Reco. Pengalaman Live In saya---saya tinggal di rumah warga yang pekerjaannya adalah memiliki toko. Jika dibandingkan dengan pekerjaan teman-teman saya yang lain, tugas saya termasuk mudah dan warga yang menerima saya sangat baik hingga memberikan saya makan pagi, sore, dan malam. Live In merupakan pengalaman yang unik karena saya tidak pernah tinggal di rumah warga yang saya sendiri belum pernah bertemu. Senang rasanya bisa mengenal warga yang tinggal di tempat yang jauh dari tempat saya, apalagi desa yang mayoritas katolik pastinya merupakan pengalaman yang unik dan jauh berbeda dari Jakarta.
Selain kegiatan-kegiatan wajib, saya memutuskan bahwa saya ingin mengikuti organisasi OSIS di SMA Kolese Kanisius yang tidak wajib diikuti tentunya. Untuk menjadi anggota OSIS saya sebenarnya hanya perlu untuk mengikuti Advanced Leadership Training atau ALT. Jika saya lolos seleksinya, saya akan menjabat sebagai Legionnaire II (jabatan terendah dalam OSIS Kolese Kanisius) dan bagi peserta ALT yang lolos seleksi, mereka bisa mendaftar Kaderisasi dimana kegiatan tersebut akan diadakan bagi peserta yang ingin menjadi seorang Legionnaire I (jabatan tertinggi kedua OSIS) atau Presidium (jabatan tertinggi OSIS). Motif saya mengikuti kegiatan ini adalah pengalaman. Saya merasa bahwa pada waktu itu adalah satu-satunya kesempatan saya untuk mengikuti jenis kegiatan seperti ini (karena saya sudah kelas 11 pada saat keputusan). Saya tahu bahwa kegiatan ini bukan main-main dan akan berdampak pada nilai akademik saya secara keseluruhan, tapi saya percaya bahwa nilai bukan segalanya. Maka dari itu, pada kelas 11 semester satu saya mendaftar menjadi peserta Advanced Leadership Training.
Perjalanan saya menjadi peserta Advanced Leadership Training tidaklah mudah. Saya dibombardir tugas bahkan di masa-masa ulangan harian. Namun, saya percaya bahwa ini ditujukan untuk membangun kemampuan saya untuk mengelola waktu lebih baik dan menentukan prioritas. Pada waktu itu, saya memutuskan bahwa prioritas saya adalah menjalani kegiatan ALT dengan maksimal, maka saya memotong waktu belajar saya. Sudah tertebak nilai saya pada ulangan harian waktu itu (sangat buruk). Saat seminggu terakhir kegiatan ALT datang, di sanalah puncak kegiatannya. Saya melewati tantangan fisik, mental, dan emosional karena tekanannya besar untuk menjalani kegiatan tersebut. Kegiatan ALT kurang lebih sama dengan ILT. Menurut saya, perbedaan utama ILT dan ALT adalah ILT lebih fokus pada mengembangkan kemampuan fisik dan mental para pesertanya, sedangkan ALT lebih fokus pada mental, emosional, dan kepemimpinannya. Tapi, yang pasti adalah ALT dan ILT sama-sama sulit dalam mental. Kegiatan ALT pun selesai dan saya sangat lega sekaligus tegang. Pada waktu itu saya hanya mengutamakan pola pikir bahwa saya mengikuti ALT bukan untuk menjadi OSIS, tetapi ingin mengembangkan diri saya lebih lanjut lagi. Jadi, jika saya tidak lolos seleksi, itu sangat tidak apa-apa. Tetapi kabar pun datang dan saya lolos. Saya belajar banyak hal dari ALT. Pembelajaran yang paling dominan mulai dari membuat sebuah acara, bekerja sama dengan pihak eksternal, dan kemampuan berkomunikasi secara keseluruhan. Sekarang ada satu hal lagi yang menghantui saya. Kaderisasi.
Lagi-lagi saya berusaha untuk tidak memikirkan bahwa apakah saya akan berhasil atau tidak. Saya memaksa diri saya sendiri untuk berpikir bahwa saya mengikuti Kaderisasi pada waktu itu untuk mengembangkan diri saya dan untuk pengalaman. Pada akhirnya, dengan sukar, saya mendaftar. Semua yang mendaftar Kaderisasi pasti lolos menjadi Legionnaire I, tapi belum tentu dipilih untuk menjadi calon Presidium. Bagi saya Kaderisasi lebih mudah daripada ILT atau ALT karena sama sekali tidak ada fisiknya (kecuali berjalan 30+ km). Menurut saya, tujuan Kaderisasi adalah mengembangkan daya tahan para peserta untuk menghadapi stres, tekanan, dan penyiksaan. Tugas yang diberikan sangat banyak bahkan terlalu banyak. Tugas-tugas tersebut mengakibatkan pesertanya tidak tidur selama 3-4 hari. Saya kesal bahwa H-1 Kaderisasi saya terkena penyakit dan hal itu mengakibatkan saya tidak bisa menunjukkan potensi saya yang sebenarnya. Saya tahu bahwa saya akan lolos, tapi saya ingin membuktikan bahwa saya mengikuti Kaderisasi bukan untuk poin humaniora melainkan pengalaman dan perkembangan diri. Pada akhirnya, saya tidak berhasil mengerjakan semua tugas-tugas tersebut. Pada puncaknya, para peserta Kaderisasi diajak untuk mandi di curug yang sangat dingin. Semua tantangan yang saya lewati bukan lagi menjadi ancaman, tetapi menjadi sebuah memori yang indah dan pengalaman yang tidak bisa diganti lagi. Saya belajar banyak sekali hal yang tidak bisa disebutkan satu-satu selama mengikuti kegiatan ALT dan Kaderisasi. Namun, pelajaran yang paling menonjol dari pengalaman ini adalah jangan takut untuk mencoba hal baru meskipun hal yang ingin dicoba tersebut menyeramkan. Carilah pengalaman sebanyak mungkin karena anda tidak akan mendapat kesempatan yang sama di masa depan. Pengalaman menyeramkan itulah yang akan menjadi kenangan tidak tergantikan di masa mendatang.
Saya sedih bahwa masa saya sebagai siswa di Kolese Kanisius semakin sedikit. Perjalanan saya ke depannya sebagai siswa CC mulai dari sekarang hanyalah menjalankan kegiatan Kolese Kanisius yang tersisa dan hanya fokus pada belajar. Saya tidak akan lagi mendapatkan kesempatan melakukan hal-hal menakjubkan yang saya dapatkan saat saya kelas 10. Perkembangan saya dari kelas 10 sampai sekarang adalah yang terbaik selama kehidupan saya. Memori saya di Kanisius tidak akan pernah terlupakan sebagai tiga tahun terbaik saya. Ilmu yang saya dapatkan tidak sebanding dengan apa yang akan saya hasilkan di tahun-tahun berikutnya dengan ilmu dan pengalaman saya di Kolese Kanisius. Inilah pengalaman kegiatan-kegiatan dan perkembangan saya di SMA Kolese Kanisius.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H