Mohon tunggu...
Hafiz DanuReyhan
Hafiz DanuReyhan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Palangka Raya

Drawing, Playing Game, Writting

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Suku Bunga Acuan Mengalami Kenaikan, Apa Penyebabnya?

26 November 2022   16:25 Diperbarui: 26 November 2022   16:39 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PALANGKA RAYA - Bank Indonesia (BI) pada akhirnya memilih untuk meningkatkan suku bunga acuan, pada saat BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) yaitu sebesar 25 bps yang sebelumnya 3,50 persen menjadi sebesar 3,75 persen, pada 23 Agustus 2022. 

Kebijakan tersebut adalah langkah dini dari otoritas moneter yang dilakukan dalam rangka untuk mencegah apabila terjadinya lonjakan indeks harga konsumen (IHK) yang dapat disebabkan oleh naiknya inflasi pangan dan energi.

Yang diharapkan dapat berdampak baik dalam usaha yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi, namun di lain sisi akselerasi dunia usaha jadi tertahan. Namun, keputusan sudah di buat dan keputusan tersebut bisa dipahami dengan baik. 

Dengan kebijakan tersebut, Bank Indonesia segera melakukan langkah pencegahan dan langkah ke depannya guna mengurangi dampak yang disebabkan oleh penyesuaian tata kelola bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. 

Bila dilihat pada laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang baru-baru ini, yang menjadi pendorong cepatnya inflasi yang terjadi pada Juli lalu yang mencapai angka sebesar 4, 94 persen (year on year/yoy) adalah dari naiknya harga pangan dan energi. 

Dilihat dari perhitungan tersebutlah Bank Indonesia pun memutuskan bahwa diperlukannya  pengambilan kebijakan untuk meningkatkan BI rate. Sehubungan dengan kebijakan di atas, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, otoritas moneter membuat keputusan tersebut dengan tujuan tidak lain untuk memperkuat kebijakan stabilisasi moneter. 

Pendapatnya, kebijakan tersebut sejalur dengan nilai fundamental disusul dengan masih tingginya ketidakpastian pada pasar keuangan global. "Ke depan tekanan inflasi IHK (indeks harga konsumen) akan meningkat, didorong tingginya harga pangan dan energi serta pasokan yang belum stabil," ucap Perry Warjiyo, Selasa (23/8/2022). 

Dan juga, Perry mengatakan bahwa tingkat inflasi pada 2022 dan 2023 diperkirakan akan melebihi batas dari yang diprediksi oleh Bank Indonesia, yang diperkirakan sebesar  3 persen plus minus 1 persen, hal ini didasarkan kepada meningkatnya harga energi dan komoditas pangan global serta kesenjangan pasokan yang terlampau tinggi. 

Juga, inflasi volatile food tercatat sangat tinggi yaitu tercatat mencapai sebesar 11,47 persen (yoy), sedangkan inflasi administered price juga mengalami peningkatan menjadi 6,51% (yoy). 

Dengan data yang ada di Bank Indonesia, nilai tukar Rupiah pada 22 Agustus 2022 mengalami penguatan dengan rata-rata sebesar 0,94 persen, namun masih terdepresiasi sebesar 0,37 persen (point to point/ptp) kalau dilihat dari akhir Juli 2022. 

Institusi moneter tersebut menambahkan bahwa perkembangan nilai tukar Rupiah tersebut sejalur dengan kembali masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan domestik, stabilnya pasokan valas domestik, dan juga anggapan positif kepada prospek perekonomian domestik, di tengah tetap tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. 

Di masa yang akan datang, Bank Indonesia akan terus menyempurnakan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan nilai fundamentalnya untuk mendorong upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makro ekonomi. 

Pemerintah Indonesia, yang diwakili Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menanggapi positif kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia tersebut. Sri menilai, kebijakan yang dibuat oleh bank sentral tersebut adalah bentuk normalisasi kebijakan. Kebijakan tersebut dapat dipahami. 

Menurutnya, pengetatan moneter adalah salah satu langkah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka membantu pemerintah untuk mencegah lonjakan inflasi. Yang sebenarnya, ancaman lajunya inflasi pun telah disadari oleh pemerintah. Hal tersebut terlihat dari langkah Kementerian Keuangan yang ingin menambahkan alokasi anggaran subsidi BBM jenis Solar dan Pertalite. 

Dalam rencananya, Kementerian Keuangan memberikan penambahan alokasi subsidi BBM senilai Rp198 triliun. Sri Mulyani mengatakan bahwa peningkatan alokasi itu dilakukan untuk menjaga kestabilan dari harga BBM bersubsidi yang dapat memicu inflasi. "Itu khusus untuk subsidi solar dan pertalite saja." ucap Sri.  

Penulis: Hafiz Danu Reyhan

Mahasiswa Universitas Palangka Raya 

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Manajemen

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun