Mohon tunggu...
Boiman Manik
Boiman Manik Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

C'est la vie

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kelompok Pecinta Pohon

18 Maret 2024   15:16 Diperbarui: 22 Maret 2024   15:44 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Tom Vanhoof on Unsplash   

Ketika aku berhasil menebak nama yang sedari tadi dia bicarakan, seketika itu kata 'tahi' keluar dari mulutnya. Bersamaan dengan cipratan liur bening, ia kembali mengumpat-umpat saat mendengar nama orang itu kedua kalinya. Tidak berhenti sampai di situ, bahkan ia meludah setelah nama itu tiga kali dia dengar. Emosinya meninggi, dan seketika meninju angin dengan sia-sia.

Parkiran kantor, tempat kami berdua duduk dan berbincang, terasa semakin panas. Dari luar pintu parkir aku melihat satpam sedang berteduh di tengah terik matahari, sembari mengibas-ngibaskan kertas koran, dan berharap itu cukup untuk mengeringkan peluh yang menguar. Mobil silih berganti keluar dan masuk, tetapi Pak Olan masih saja mengumpat-umpat orang-orang yang dia benci.

"Kau tahu, orang-orang di sini hampir semuanya tahi!"

"Aku baru tahu itu. Aku terkejut dengan nama yang kusebut barusan."

Sorot matanya tiba-tiba menajam. Pandangannya memicing melihat ke sekitar mobil, dan dengan tatapan itu aku bisa membayangkan mobil itu sudah habis terbakar. 

"Kalau ada yang baunya lebih busuk dan lebih menjijikan dari tahi," dengan nada yang mulai pelan dan bibir bergetar Pak Olan melanjutkan, "mungkin aku akan menyematkan julukan itu padanya."

Namun, tidak ada yang bisa dilakukan oleh Pak Olan. Ketua Kelompok Pecinta Pohon mencintai semua anggotanya, dan sekalipun dia tahu ada orang-orang brengsek di sini, ia tak pernah mengubah perasaannya. Mungkin sudah lelah Pak Olan menceramahi ketua kami, tetapi tidak ada reaksi yang diharapkan, dan di lain sisi dia hanya menyuruh semua orang bersabar.

"Rasa-rasanya posisiku menjadi tidak berguna di sini. Sebagai seorang penasihat, seharusnya aku di dengar."

"Ah tentu saja, padahal kau orang yang cerdas."

"Tepat sekali."

Pak Olan merogoh saku kanan kemejanya, mengambil sebatang rokok, dan kemudian mengapitnya. Tarikan nafasnya cukup panjang kala rokok itu dinyalakan. Asap diembuskan ke atas, pandangannya mulai menerawang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun