Mohon tunggu...
Monica Anggen
Monica Anggen Mohon Tunggu... blogger - Blogger | Penulis | Pegiat Sosial Media

Blogger | Penulis | Pegiat Sosial Media

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sosialisasi Perpres Nomor 54/2018 tentang Pencegahan Korupsi

19 Agustus 2018   20:42 Diperbarui: 19 Agustus 2018   21:08 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tanggal 15 Agustus 2018 lalu, saya berkesempatan hadir dalam acara diskusi media yang diselenggarakan Forum Merdeka Barat (FMB) di Ruang Konferensi Pers Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tema yang diangkat pada diskusi FMB ke-9 ini adalah "Tim Nasional Pencegahan Korupsi, Kolaborasi Cegah Korupsi."

Para pembicara yang hadir dalam acara ini ada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Raharjo, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Kepala Staf Kepresidenan RI Jenderal (Purn) Moeldoko, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, dan Azman Abnur yang adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Diskusi media ini diselenggarakan untuk sosialisasi Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Kenapa peraturan ini dibuat? Apa tujuannya?

Mari kita mundur sejenak dengan melihat berbagai pemberitaan yang mengulas tentang masih maraknya praktik korupsi di negara Indonesia. Di masa lalu, korupsi sangat merajalela, dari tingkat pemerintahan paling bawah hingga ke pusat.

Ketika Presiden Jokowi mulai menjabat sebagai kepala pemerintahan tertinggi di negara ini, beliau bertekad memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya, karena jika sistem pemerintahan negara bersih maka pendapatan negara bisa dimaksimalkan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat. 

Meskipun telah bertekad dan mendorong segenap elemen dan lembaga pemerintahan untuk berintegritas dan berfokus pada pemerintahan yang bersih, tetap saja ditemukan ada cukup banyak praktik korupsi yang bahkan dilakukan oleh pejabat pemerintahan.

Dalam catatan Presiden, yang didapatkan dari hasil investigasi dan penindakan yang dilakukan oleh KPK, ada 12 gubernur, 64 bupati, walikota, serta sejumlah pejabat negara yang telah ditangkap karena melakukan korupsi yang menyebabkan kerugiaan negara. Ada banyak praktik korupsi ini dan bentuknya bisa bermacam-macam.

Kalau setiap pejabat negara tak memiliki komitmen yang kuat untuk menjaga "pemerintahan yang bersih" dan menjunjung tinggi integritas maka tetap saja bisa terjerumus pada praktik dan tindak korupsi. Alhasil begitu KPK bertindak, hukum yang berlakulah yang akan didapatkan para koruptor tersebut.

Tujuan Lahirnya Perpres No. 54/2018

Sepanjang tahun 2013-2017, sebenarnya Bappenas telah berperan secara optimal sebagai Sekretaris Stranas PPK yang mengkoordinasikan dan mengawal pelaksanaan berbagai instruksi Presiden berkaitan dengan Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Hasilnya, indeks persepsi korupsi yang diluncurkan Transparency International bulan Februari 2018 menunjukkan terjadi kenaikan peringkat Indonesia yang awalnya berada di peringkat ke-90 menjadi peringkat ke-96.

Artinya, praktik korupsi telah terjadi penurunan yang cukup signifikan. Sayangnya, di bulan yang sama dengan rilis data Tranparency International tersebut, terjadi penangkapan 7 pejabat negara yang melakukan korupsi beserta orang-orang yang terlibat. Dan di bulan-bulan selanjutnya sampai bulan Juli 2018, masih ada pejabat negara maupun wakil rakyat yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) melakukan tindak korupsi.

Mendagri Tjahjo Kumolo dalam acara diskusi tersebut ada memberi beberapa ilustrasi praktik korupsi yang dilakukan pejabat negara. Beliau bercerita pernah mendampingi Presiden Jokowi yang mengundang seluruh gubernur dan walikota untuk menandatangani komitmen pencegahan korupsi.

Acara penandatanganan komitmen tersebut baru berakhir kurang lebih pukul 17.00 dan pada 17.30 KPK malah melakukan OTT terhadap kepala daerah yang baru saja ikut pertemuan di Istana Kepresidenan, bahkan lokasi penangkapannya pun dekat sekali dengan istana.

Contoh kasus lain, pernah Kementerian Dalam Negeri mengundang para kepala daerah untuk datang ke kantor KPK guna memahami perizinan pertambangan. Pada saat itu ada satu kepala daerah yang bersuara paling keras mendukung pencegahan korupsi pertambangan. Tiga hari kemudian, kepala daerah itulah yang kena OTT KPK.

Selain dua contoh kasus korupsi tersebut, Mendagri telah mencatat ada 514 kasus penyalahgunaan perizinan, 399 kasus proyek fiktif, 229 kasus pelaporan fiktif, suap, dan gratifikasi sebanyak 68 kasus.

Melihat fenomena masih maraknya kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara tersebut makanya Perpres No. 54/2018 yang telah mulai dibuat tahun 2016 akhirnya diwujudkan secara nyata dan ditandatangani secara resmi oleh Presiden Jokowi pada 20 Juli 2018 sebagai peraturan Presiden yang harus segera ditindaklanjuti dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Peraturan Presiden No.54/2018 yang dikenal juga dengan sebutan Perpres Stranas PK tersebut mengukuhkan peran KPK sebagai koordinator dan supervisi dalam kolaborasi cegah korupsi yang menyertakan peran kementerian dan lembaga pemerintahan lainnya, seperti Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Kantor Staf Presiden.

Diharapkan dengan adanya kolaborasi dan Tim Nasional Pencegahan Korupsi ini maka pencegahan korupsi bisa difokuskan pada 3 hal utama, yaitu: Perizinan dan Tata Niaga, Keuangan, dan Penegakan Hukum dan Reformasi Birokrasi, yang dijabarkan melalui Aksi PK.

Pada Pasal 4 ayat (1) Perpres No. 54/2018 disebutkan: "Dalam rangka menyelenggarakan Stranas PK, dibentuk Tim Nasional Pencegahan Korupsi yang selanjutnya disebut Timnas PK."

Timnas PK terdiri dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di dalam negeri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara, kepala lembaga nonstruktural yang menyelenggarakan dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program prioritas nasional dan pengelolaan isu strategis, serta unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kepala Staf Kepresiden, Moeldoko, juga menambahkan bahwa selain 3 fokus utama yang menjadi titik perhatian dalam pencegahan korupsi, juga dilakukan debirokratisasi, yaitu pengaturan ulang manajemen birokrasi yang jauh dari tindakan koruptif. Kolaborasi diharapkan bersama-sama fokus pada outcome, tidak berhenti sampai pada output saja.

Ketua KPK Agus Rahardjo yang hadir dalam acara diskusi media FMB ke-9 mengatakan pada sesinya, "Sampai hari ini teman-teman dari Pemerintahan dan KPK sedang menyusun Rencana Aksi, yang akan melibatkan banyak pihak karena indikator yang dinilai oleh lembaga-lembaga survei terkait indeks persepsi korupsi sangat luas."

Masih menurut Pak Agus Rahardjo, "lahan basah" korupsi biasanya adalah penyuapan dan pengadaan barang dan jasa. Itu makanya perlu kerja sama antara seluruh elemen pemerintahan terkait untuk memperbaiki sistem di berbagai bidang, bahkan hingga sistem rekrutmen CPNS, independensi badan audit, juga badan peradilan.

Semoga ya dengan adanya Perpres No.54/2018 ini angka kasus korupsi yang dilakukan pejabat negara semakin menurun, bahkan kalau bisa hilang sama sekali. Memang pekerjaan pencegahan dan pemberantasan korupsi ini sangat berat, namun jika semua elemen, lembaga, dan semua pribadi yang ada di dalam pemerintahan maupun masyarakat luas yang telah sadar dan mendukung anti korupsi, maka "pekerjaan berat" ini mudah-mudahan membawa banyak perbaikan dan membuat Indonesia menjadi negara yang lebih maju dan semakin sejahtera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun