Plong. Itulah perasaan yang dapat mewakili kelegaan saya ketika semester pertama kuliah ini berakhir (tanggal berapa berakhirnya dikira-kira saja). Semua tugas sudah berhasil dikumpulkan. Sekarang saya dan mahasiswa lain bisa liburan hingga pertengahan Januari. Saya berencana melakukan perjalanan di Costa Rica dengan beragam eco-tourism yang selama ini menjadi andalan dan devisa negara. Kosta Rika adalah salah satu negara yang dianggap sebagai contoh ideal untuk program kelestarian lingkungan. Hal ini mengingat variasi biodeversitas flora maupun fauna, taman-taman nasional yang terpelihara dan juga keamanannya. Menurut lembaga apa? lebih dari 12.000 jenis tanaman, 1.239 spesies kupu-kupu, 838 spesies burung, 440 spesies amphibi, dan 232 spesies mamalia. (http://rainforests.mongabay.com/20costarica.htm).
[caption id="attachment_111451" align="alignleft" width="300" caption="sungai di tortuguero"][/caption]
Saya lalu mengontak teman kampus yang menghabiskan liburan di area dekat kampus, Ciudad Colon, untuk merencanakan liburan. Kami bersepakat pergi menuju Taman Nasional Tortuguero yang terletak di jajaran Pantai Karibia. Tortuguero itu sendiri berarti wilayah penyu. Ini karena empat dari enam jenis penyu laut di dunia datang ke tortuguero untuk bertelur. Dan tidak ada tempat di belahan dunia lain yang disinggahi oleh lebih banyak spesies penyu dibandingkan tortuguero. Hal lain yang menarik tentang situ ini yang disebut orang-orang dengan permata hijau di Karibia adalah kesempatan untuk menulusuri kanal-kanal dan sungai yang tebentang diantara hutan hujan tropis yang di dalamnya terdapat 57 amfibi, 111 reptiles, 309 jenis burung, 30 jenis ikan termasuk yang disebut dengan Gar, dan 60 jenis mamalia. Membayangkan petualangan yang akan saya alami nantinya, membuat saya bersemangat untuk segera berangkat.
[caption id="attachment_111434" align="alignleft" width="300" caption="bisnya tidak beda jauh dengan indonesia"][/caption]
Kami berangkat bersepuluh, saya, Agnes dan Rosebell berangkat jam 7 dari ciudad colon (kota kecil di mana kami tinggal) dan bertemu dengan yang lainnya di San Jose, makan waktu sekitar 1 jam untuk ke sana dengan tarif bis 305 colones (US$1= 575 colones). Setelah sampai di terminal dan bertemu dengan anggota team yang lain kami harus menunggu bis selanjutnya yang akan mengantar kami ke Cariari. Bisnya akan berangkat jam 9, wah masih ada satu jam masih ada waktu untuk membeli roti sekedar untuk sarapan pikir saya. Kami pun ke kedai terdekat dan membeli roti isi kentang. Yah, lumayanlah buat ganjal perut karena kami akan menempuh perjalanan selama dua jam untuk sampai ke Cariari. Tiket bus dari San Jose sampai Pavona total sekitar US4 10.
[caption id="attachment_111435" align="alignright" width="300" caption="plaintain all the wayyyy..."][/caption]
Pemandangan di sepanjang perjalanan mengingatkan saya akan Indonesia. Kami disuguhi perkebunan pisang, bukit-bukit, sungai dan juga sawah. Sampai di Cariari sekitar jam 11 siang dan cuaca sangat panas mungkin sekitar 35 derajat. Kebiasaan lama saya sewaktu di Jogja masih melekat yaitu memakai jaket kemanapun saya pergi. Scott yang melihat saya menggunakan jeans dan jacket di cuaca sepanas itu malah bingung, dia malah berkata “dude, you are wearing jeans and jacket you are crazy, you are gonna die soon”. Saya cuma nyengir sambil berusaha menerangkan kalau di kota saya panasnya seperti ini dan Anda tidak menggunakan pakaian seperti saya justru Anda mungkin yang dikira gila hehehe. Dari Cariari kami naik bis lagi ke Pavona untuk nantinya melanjutkan perjalanan dengan perahu.
[caption id="attachment_111436" align="alignnone" width="300" caption="menuju tortuguero"][/caption]
Perahu cukup layak kalau dibandingkan dengan kapal yang saya naiki untuk menuju Pulau Seribu dari muara Angke ke Pulau Pramuka dulu. Ini lebih mirip perahu yang ada di Taman Ancol atau taman-taman rekreasi lainnya.
[caption id="attachment_111437" align="alignright" width="225" caption="siap memulai petualangan"][/caption]
Sekarang perjalanan darat diganti dengan perjalanan air. Walaupun kepanasan dan agak lelah tapi melihat pemandangan alamnya saya jadi semangat lagi. Tortuguero hanya bisa dicapai oleh perahu karena letaknya yang terpencil dan mereka juga tidak menggunakan mobil sebagai alat transportasi. Setengah jam kemudian kami sampai di Tortuguero. Wilayah yang penduduknya campuran dari Ticos (penduduk Kosta Rika), Nicos (imigran dari Nikaragua), dan juga Afro-Amerika. Persebaran imigran ini menurut sejarah berawal ketika Kolombus menemukan wilayah ini sekitar tahun 1930, ia kemudian menjadikan kelapa dan penyu sebagai komoditas perdagangan yang mana memberikan peluang bekerja bagi para imigran tersebut.
Sesampainya di lokasi kami langsung diantar salah seorang penduduk lokal menuju ke tempat penginapan. Tempat penginapan kami berbentuk kamar kamar dan salah satu hal yang membuat saya kagum adalah bagaimana mereka tidak punya hotel dan bangunan bangunan tinggi bertingkat.
[caption id="attachment_111439" align="alignnone" width="300" caption="ada hammock disetiap kamar"][/caption]
Kebanyakan tempat penginapan di sini hanya berbentuk rumah rumah kecil tetapi sangat menarik dan nyaman. Tetapi tentu saja jangan mengharapkan servis dan fasilitas seperti di hotel yang sering kita inapi kalau Anda berada di tempat pariwisata di Indonesia. Satu kamar bisa diisi dua sampai tiga orang dan harganya $10 per orang. Setelah memilih kamar dan meletakkan semua tas dan ransel kami segera bergerak menuju pantai untuk menyegarkan diri. Kondisi pantainya sangat rileks, tidak banyak orang dengan semilir angin dan pasir hitam. Sementara para lelaki menikmati pantai dengan bermain fres-bee. Kami mencoba bercanda dengan deburan obak dan manjanya pasir. Ada yang membuat saya tertawa di sini, ternyata Agnes belum pernah mersakan air laut sebelumnya dan dia tidak tahu kalau air laut itu rasanya asin! Yah, mungkin sama dengan saya yang belum pernah lihat salju dan tidak tahu apa rasanya.
[caption id="attachment_111440" align="aligncenter" width="300" caption="gallo-pinto, makanan khas costa rica, nasi kacang merah dan ayam"][/caption]
Hari mulai petang dan kami sepakat untuk segera ke penginapan dan mengisi perut yang mulai keroncongan. Kami menikmati makan malam di kedai terdekat dengan harapan bisa segera memenuhi rasa lapar kami. Semua sudah memesan dan waktunya kami menunggu, sepuluh menit berlalu, 20 menit berlalu, hingga 45 menit kemudian barulah makanan kami datang. Tuhan, saya sudah hampir pingsan! Untungnya makanan yang disajikan enak jadi yah tidak apa-apa lah.
Rencana malam ini adalah melihat penyu penyu itu bertelur. Kami meninggalkan penginapan jam delapan malam didampingi dengan pemandu kami menunggu di sebuah bangunan yang berbentuk pondok. Kmai menunggu cukup lama dan saya sudah terkantuk-kantuk, hingga akhirnya sekitar satu jam kemudian pemandu kami memanggil rombongan kami untuk ke pantai. Kami bergegeas dan dilengkapi dengan dua senter yang bisa dipakai di kepala untuk melihat jalan karena sangat gelap. Tetapi ternyata ketika sampai di sana penyunya yang seharusnya untuk rombongan kami sudah kembali ke laut. Pemandu-pemandu yang ada di sana menentukan satu penyu untuk tiap rombongan. Alhasil kami harus kembali ke pondok tempat menunggu tadi. Wah, ternyata rencana tidak berjalan semulus yang saya perkirakan. Sekitar 45 menit kemudian kami dipanggil lagi, kali ini kami berjalan secepat-cepatnya tidak mau ketinggalan untuk kedua kalinya. Hampir saja kami gagal untuk kedua kalinya, penyu untuk rombongan kami sudah berbalik arah menuju laut. Tetapi kami masih bisa melihat ia bergerak sangat lambat dan kasian ia kehilangan salah satu kakinya. Kata pemandu kami mungkin itu karena digigit hiu, wah pejuang juga ini penyu pikir saya. Beberapa menit kemudian, pemandu kami mengajak kami bergegas ke bagian timur pantai, ternyata ada seekor green turtle yang sedang menetaskan telur. Wah, menakjubkan rasanya bisa sedekat itu melihat penyu penyu raksasa ini mengeluarkan telurnya satu persatu. Sayangnya kami tidak diperbolehkan untuk mengambil foto (bahkan tanpa blitz) karena mereka sangat sensitif dan kalau mereka tidak suka mereka tidak akan datang ke pantai ini lagi untuk menetaskan telurnya. Rasa penasaran kami terpuaskan sudah, sebelum kembali ke penginapan kami duduk-duduk di pantai diselimuti taburan bintang-bintang. Indahnya malam ini dan besok petualangan lain telah menanti: berperahu di kanal hutan hujan tropis!
[caption id="attachment_111441" align="alignleft" width="225" caption="amazon-nya costa rica"][/caption]
Kami harus bangun pagi-pagi karena aktivitas ini akan dimulai pukul enam. Tim terbagi dalam dua kano. Setiap kapal ditemani dengan satu pemandu yang akan menunjukkan jalan sekaligus flora atau fauna yang mungkin luput dari penglihatan kami. Sinar sang surya mulai hangat menyapa tubuh dan kayuh pun mulai maenyapa dengan ramah arus di kanal itu. Untuk mengarungi kanal kira kira sepanjang 2 km ini pengunjung harus merogoh kocek sedalam US$10 per orang dan US$15 untuk sewa kano. Perjalananpun dimulai kami melihat burung tucan dan berbagai jenis lainnya, spider monkey, white-face monkey, spectacles caiman, jesus lizard (karena ia bisa berjalan di atas air) dan berbagai spesies binatang lainnya. Yang tidak kalah menkajubkan adalah pemandangan di kiri dan kanan kami. Beragam pohon menjulang tinggi habitat asli para fauna ini tetap terjaga asri. Berada di dalam kapal kecil ini di panjangnya kanal dan lebatnya hutan yang kaya akan keragaman hayatinya membuat saya terkagum tentang keagungan-Nya
[caption id="attachment_111450" align="alignnone" width="150" caption="salah satu spesies burung yang kami lihat"][/caption] [caption id="attachment_111449" align="alignnone" width="150" caption="ada cayman!"][/caption] penunjukarah supaya tak tersesat saking luasnya.. taman di kota
Sekitar pukul 10.00 kami kembali ke penginapan dan beristirahat selama beberapa jam. sayaberkeliling tortuguero untuk lebih mengenal daerah ini. Mayoritas warga di sini hidup dari sektor pariwisata. Mulai dari membuka toko cinderamata, tempat makan dan penginapan, menawarkan jasa paket wisata hingga supermarket. Ada satu gereja yang berada di tengah wilayah ini dan ada juga satu sekolah. Satu kharaketristik yang selalu ditemui di wilayah yang penduduknya mengandalkan pariwisata adalah keramah tamahan, begitu juga dengan tortuguero. Mereka menyapa dengan senyuman dan menerangkan kepada setiap pengunjung bahwa dengan mengadakan perjalanan ke sana berarti mereka turut serta melestarikan lingkungan dan mengkampanyekan untuk tetap melindungi penyu penyu itu dari ancaman kepunahan. Kemudian malam hari, karena ini betepatan dengan ulang tahun Kosta Rika, 15 september, anak-anak kecildi sini merayaknyya dengan pesta lampion dan drumband. Dan esoknya, dalam perjalanan pulang kami melewatai pawai anak-anak dengan baju tradisionalnya. Que lindo!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H