Mohon tunggu...
kuntum melati
kuntum melati Mohon Tunggu... -

hanya ingin mneyuarakan isi hati ataupun opini pribadi yang tercipta dari apa yang terjadi di sekeliling sedang belajar cara mendekonstruksi tatanan sosial yang ada masih belajar cara menulis, sangat terbuka atas semua kritik selamat datang Kawan! Salam Damai

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahagianya Menjadi Seorang Muslim Perempuan di Indonesia!

30 November 2009   07:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:08 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu kenikmatan Idul Adha adalah berkumpul bersama keluarga, saudara dan orang orang yang dekat di hati. Untuk saya, Idul Adha kali ini membawa cerita tersendiri, membuat saya merenungkan hal yang tak pernah terbesit sebelumnya, dan mengajak saya mengucap syukur karena menjadi muslim di Indonesia.

Tahun ini saya merayakan Idul Adha di Kosta Rika, suatu Negara di Amerika Latin yang kondisinya sangat mirip dengan Indonesia, karena sama sama Negara tropis dan dilalui garis khatulistiwa. Landskap dan cuaca memang tak ada beda, tetapi dari segi komposisi masyarakatnya, Islam menjadi kelompok yang berbeda.

Kelompok kecil kami sangat berwarna, terdiri dari teman dari Kenya, Sudan, Pakistan, Somalia dan Afgahanistan. Nah, orang-orang inilah yang menjadi saudara saya. Kami berkumpul di tempat bisa jam delapan pagi, cukup siang jikalau dibandingkan dengan kebiasaan saya sholat di Solo, kota kelahiran saya, kami mulai jam enam pagi!

Kami berangkat total berdelapan, lebih sedikit dibandingkan waktu Idul fitri dulu. Satu hal yang membuat saya menyimpulkan senyum adalah ketika kami minta untuk diantar ke San Jose (ibu kota Kosta Rika), kami ingin pergi ke mosque. Sang supir pun menjawab, "which market?we have a lot of market". Kami pun mengulangi, "no, not amarket but a mosque to pray". Si supir jadi tambah bingung dan akhirnya kami pun menelpon pihak univesitas yang mengkoordinir transportasi untuk memberitahu si supir bahwa kami harusnya pergi ke mosque bukan market. Ketika berbicara dnegan pihak universitas di telepon si supir pun berkata "Oh..the muslim church". Kemudian kami tahu bahwa, mereka menyebut mesjid bukan mosque tapi muslim church! Ini terjadi karena mayoritas penduduk di sini adalah pemeluk agama Kristen dan Katolik. Mesjid yang kami datangi inipun sangat kecil dan terpelosok jadi tidak heran kalau orang-orang tidak familiar dengan kata mosque.

Setengah jam kemudian kami sampai di "muslim church", ternyata mereka baru akan mulai jam 10.30, "Aduh,,menunggu lagi dech!" bathinku. Kalau di rumah ini sih sudah waktunya menyate,sambil membayangkan manisnya kecap di tusuk sate mmmm, pikir saya dalam hati.

Sekitar jam 10.00 sholat dimulai kemudian dilanjutkan dengan ceramah di dalam bahasa Arab dan dilanjutkan dengan orang lain yang menterjemahkannya dalam bahasa Spanyol. Saya sih tetep manggut manggut aja waktu mereka berbicara dalam dua bahasa itu, wong sama-sama nggak ngertinya he..he.

Saya pun mencoba mengabadikan momen ini,sekalian untuk cerita keluarga dan teman di tanah air, pikir saya. Ditutup dengan doa, akhirnya kami bersalam-salaman dan saling mengucapkan "Happy Eid Mubarak". Saat inilah, tiba-tiba ada dua orang wanita menghampiri saya, awalnya mereka bertanya apakah saya bicara dalam bahasa Ingrris atau Spanyol. Saya jawab saya bicara bahasa Inggris dengan senyum mengembang karena saya pikir dia ingin bertanya lebih lanjut tentang asal usul saya, berhubung saya tidak terlihat sebagai orang lokal. Tetapi ternyata kalimat yang menyusul setelah itu agak mengagetkan saya, dia bilang "Saya ingin memberi tahu Anda sesuatu, lain kali kalau mengambil foto tolong tanya dulu kepada kami karena ada perempuan yang tidak ingin diambil fotonya". Saya kaget sekali, karena ketika Idul Fitri saya juga mengambil foto tetapi tidak ada yang protes dan saya yakin wanita ini juga ada di sana waktu itu. Entah apa yang membuat kali ini berbeda terlebih lagi ada nada yang tidak bersahabat ketika dia bicara, sapaan assalamu a'laikum yang berarti damai pun tidak saya dengar sebelum dia berbicara. Saya pun meminta maaf dan mengatakan kalau saya tidak tahu tentang hal itu. Tiba-tiba saya teringat sebelum saya naik ke lantai dua untuk sholat, ada seorang perempuan yang mengingatkan bahwa saya bisa ke atas tetapi rambut di kepala tidak boleh terlihat.

Mungkin memang saya sensitif, tetapi kalau boleh jujur setelah kejadian ini saya tidak merasa nyaman lagi berada di sana. Rumah Tuhan yang seharusnya jadi tempat berlindung dan ternyaman membuat saya merasa resah.

Inilah yang membuat saya merasa sangat rindu akan Indonesia. Bagaimana sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia dan dengan tingkat toleransi terbesar menurut saya. Bgaimana kita bisa memasuki rumah Allah dengan jins dan kaos sehabis kuliah. Tidak, kami tidak bermaksud untuk menghina mesjid tapi membuktikan bagaimana kami ingat (mungkin juga dipaksa ingat) baik itu di mall, kampus, ataupun di dalam perjalanan.

Saya pun menyampaikan keluhan ini ke teman serumah saya, mereka adalah seorang Kasmiri dan Uzbekistan. Dan mereka berpikir bahwa saya yang aneh, saya yang kacau dan membawa nilai nilai liberal ke agama. Karena jangankan pakai lengan pendek atau rok selutut ke mesjid, bahkan di tempat mereka wanita tidak ke mesjid. Kalau mereka ingin  berdoa ya di dalam rumah.

Selama ini saya tidak menyadari bahwa ke mesjid dengan jins dan kaos sebagai seorang perempuan itu adalah privilege sampai saya mendengar cerita ini. Bagaimana kami bisa berkomunikasi dengan orang lain saat sholat berjamaah sebagai seorang muslim perempuan.

Saya jadi ingat ketika kuliah dulu, bagaimana mudahnya kami mengakses mushola dan masjid, bertemu dengan teman yang tidak satu jurusan, menyapa orang lain yang tidak dikenal, atau berjamaah dengan mahasiwa lain. Komunikasi terjalin di sini, kami tidak membuatnya menjadi sulit. Niat kami hanya satu beribadah dan itu saja sudah cukup, perkara ini dilakukan dengan ikhlas  atau tidak hanya Tuhan dan hati orang tersebut yang tahu.

Menarik karena saya justru menemukan identitas ke-Islaman saya yang Indonesia ini di luar Indonesia. Saya baru menyadari betapa kita sebagai bangsa Indonesia dan muslim di saat yang sama bisa sangat toleran terhadap perempuan. Saya berbicara mengenai kondisi general, karena mungkin di beberapa tempat di Indonesia tidak begini ceritanya. Penerapan Islam di Indonesia memang lebih berdasarkan pada kerangka hak asasi manusia jika dibandingkan dengan negara lain. Saya seorang perempuan dan muslim, saya bisa menjalankan ibadah di mana saja tanpa harus menggunakan tutup kepala, saya bisa bekerja sebagai apa saja yang saya mau, dan satu lagi saya bebas memilih calon untuk menikah dan hak-hak saya untuk itupun dijamin oleh Undang-Undang. Bahagianya menjadi muslim di Indonesia dan bisa mengaktualisasikan diri!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun