Menikah itu bukan kewajiban tetapi pilihan, meskipun mampu atau tidak mampu. Kalau anda ingin membikin dinasti, berselir banyak, beranak pinak, dan memadati dunia ini, silahkan saja menikah. Tetapi untuk apa mengatakan kepada orang lain, "Heh, menikah wajib lho." terserah orang lain mau menikah atau tidak bukanlah urusan anda.
Berapa banyak manusia di bumi ini yang tidak menikah? Banyak sekali, lantas apakah mereka sengsara, kesepian, dan sebagainya seperti yang sering didongengkan orang-orang. Jawabannya adalah tidak, karena begitu banyak manusia yang gembira karena tidak menikah.
Apakah orang yang tidak menikah berarti tidak dewasa? Salah. Menikah atau tidak menikah tidak bisa dikatakan sebagai definisi dari dewasa. Atau definisi dewasa tidak bisa dibilang salah satunya adalah telah menikah. Itu kan hanya perkataan orang-orang yang melihat dari satu perspektif saja. Mari kita berkelana ke luar negeri dan cobalah tidak hanya mendekam di negeri ini saja sehingga pandangan kita hanya terbentur kotak bernama Indonesia, maka akan kita temui beragam definisi tentang kedewasaan dan mau tidak mau definisi yang sudah kita bangun dan yakini sepanjang usia akan berbenturan. Kalau kita tetap mau bertahan dengan definisi pribadi yang subjektif maka silahkan saja.
Tetapi menikah juga tidak berarti banyak jika kita mau bilang sebagai indikasi kesuksesan. Ada ragam istilah untuk kesuksesan dan definisi tentang kesuksesan. Salah satu ciri kesuksesan adalah dinilai dari karya yang dihasilkan. Dan sekali lagi kesuksesan tidak ada sangkut pautnya dengan menikah atau tidak menikah. Apalagi ada orang yang bilang bahwa di belakang pria hebat ada wanita yang hebat. Tetapi realitasnya tidak semua seperti itu, contohnya; banyak ilmuan dunia yang berhasil menciptakan penemuan penting atau menghasilkan teori-teori yang ratusan tahun bertahan serta dipakai semua orang, ternyata tidak menikah atau pernikahannya berantakan. Dari sisi materi, justru banyak orang kaya di dunia ini yang lebih suka menyendiri ketimbang harus berkeluarga.
Barangkali orang yang sudah menikah sering bilang, "saya memilih untuk menikah ternyata lebih bermakna hidup saya, ada tempat untuk saling berdiskusi sambil ngapain saja. ada tempat yang saya tuju, ada yang saling mengingatkan, dan ada senyum manis tiap saya terbangun di pagi hari. Kalau mau diunggulkan, jelas saya paling unggul karena pernah melajang dan menikah."
Tetapi jawaban seperti ini kalau saya flashback mirip orang tua saya dulu ketika marah-marah sama anaknya, dia suka bilang, “ayah ini pernah jadi anak, dan pernah jadi bapak.” artinya di situ dia ingin menekankan dominasinya bahwa dia pernah hidup di dua sisi, ketika melajang dan ketika menikah. Tetapi tetap saja logika begitu tidak bisa dipakai untuk mengatakan siapa lebih unggul. Karena orang yang sudah menikah pasti akan selalu menyombongkan dirinya telah makan asam garam dan menganggap fase hidupnya sudah komplit. Padahal menurut orang-orang yang memilih tidak menikah, hal itu cuma kelakar anak-anak saja. Boleh jadi anda sudah pernah melajang dan menikah. Tetapi anda belum pernah melajang selamanya. Pengalaman orang yang melajang selamanya tentu berbeda. Apalagi pengalaman orang yang selibat. Sudah tidak menikah, tidak berhubungan seks pula. Pasti lebih berbeda lagi dan ada yang menarik di situ, tidak monoton seperti kehidupan dalam pernikahan.
Oke, mungkin kita berdalih bahwa menikah dapat mengantarkan kita ke surga. Tetapi itu pun hanya jika kita berpegang pada satu perspektif yang berasal dari agama, dan itu juga terbatas pada agama tertentu saja yang memang mengajarkan pemeluknya agar berkeyakinan seperti itu. Namun selainnya tidak, maka untuk apa tersekat-sekat dengan satu perspektif saja. Kalau anda percaya menikah bisa memberikan tiket ke surga ya silahkan. Tetapi jangan salahkan orang lain yang mengatakan hal itu omong kosong. Bahkan kalau cuma bicara soal keindahan di dunia tanpa bawa-bawa soal akhirat, kita bisa meraihnya tanpa harus menikah walaupun orang lain berkata itu semu. Tetapi sebaliknya kita bisa juga mengatakan bahwa keindahan dalam pernikahan itu semu, atau sama saja dengan kamuflase dari perbudakan modern, or whatever. So, jangan mau dikadali dengan slogan menikah itu kewajiban, karena sejatinya menikah adalah pilihan sebagaimana pilihan-pilihan lain yang berjajar dalam hidup kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H