Mohon tunggu...
Drajat Teguh Jatmiko
Drajat Teguh Jatmiko Mohon Tunggu... -

Setidaknya, tulisan bisa sedikit mengharumkan namaku yang amis. ^_^\r\nFacebook: https://www.facebook.com/profile.php?id=100000413714348

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Burung-burung Pipit

28 April 2012   19:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:59 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Hush, jangan begitu Bu ora ilok, bagaimana kalau sampai didengar orang?”

"Iya Pak, maaf. Tapi memang benar bukan??!!, beliau lebih santun dan lebih ramah tinimbang juragan-juragan kita yang dulu?"

"memang iya juga sih, Bu. Ah, sudahlah aku malah jadi ikut-ikutan, sudahlah lebih baik kita bergegas pulang Bu, hari mulai petang, ora ilok kalau membicarakan orang Bu"

Mereka bergegas untuk kembali menuju rumah, berjalan dengan menuntun sepeda dan membawa sekarung rumput untuk makan ternak-ternak mereka, ternak yang sebenarnya bukan milik mereka sendiri. Mereka hanya dititipi ternak oleh seorang saudagar untuk merawatnya.
Begitulah kehidupan petani desa, yang selalu narima ing pandum, menerima apa yang diberikan oleh Tuhan.
Tak lupa sang istri berhenti sejenak dirumah tetangganya untuk meminta daun singkong, lombok serta daun salam untuk lauk makan malamnya. Kehidupan desa yang sungguh harmonis tanpa rekayasa dan selalu guyup rukun lan migunani marang liyane, selalu berusaha untuk berguna terhadap sesamanya, kehidupan desa yang begitu polos tanpa menutup-tutupi kekurangan dengan kemewahan yang serba semu.

***

Seorang tetangga beliau kembali bercerita kepadaku bahwasannya; dahulu sebenarnya anak beliau minggat entah kemana, tak diketahui keberadaanya hingga saat ini.—Namun, ada juga yang bilang bahwa anak gadisnya itu dibawa lari pacarnya—Dahulu sebelum penculikkan itu terjadi, gadis itu selalu membonceng pacarnya kemanasaja mereka pergi dengan kendaraan bermotor, sampai-sampai banyak tetangga mengira dan membicarakannya tentang hal yang tidak-tidak; mulai dari perempuan panggilan, perek, lonthe atau apalah, wajar saja pemikiran-pemikiran tetangga pasti akan menghubung-hubungkan sesuatu yang tidak-tidak pada seorang gadis belia yang kemana-mana selalu membonceng laki-laki yang belum jelas asal-usulnya, terlebih anak itu mempunyai banyak kenalan lelaki. Ada juga yang mengira bahwa dia dibawa lari kepuncak bukit seberang, lalu segerombolan pria muda yang baru saja melakukan pesta miras menggilirnya sampai hamil dan Ia tak berani untuk pulang kerumahnnya.—Entahlah, mana yang merupakan sebuah kebenaran, yang jelas kebenaran hakiki hanyalah milik Tuhan.—Manusia selalu berkehendak untuk selalu dianggap benar, tapi pada kenyataannya manusia pula yang mengingkari suatu kebenaran tersebut, dan pada akhirnya manusia pulalah yang akan menyalahkan Tuhan jika terjadi sesuatu hal yang tak diinginkannya.
Gadis itu dikenal sebagai seorang gadis belia yang baru tumbuh menjadi seorang remaja, parasnya pun elok dipandang, tak heran jika banyak lelaki muda yang mau dengannya, bahkan bukan hanya lelaki muda yang meliriknya, banyak pria-pria yang sudah beristri yang sering main mata, melirik nakal padanya.
Pria-pria itu bukanlah sepatutnya pria sejati yang selalu menjaga kesetiaannya kepada istrinya, seorang pria yang benar-benar sejati adalah seorang pria yang mampu menjaga istrinya, mengayomi istrinya, dan selalu menyayangi istrinya bahkan membimbing seorang istri untuk berperilaku baik. Seorang pria sejati merupakan pria yang mampu memberi tuladha, memberi contoh yang baik kepada istri serta anaknya.

***

Enam bulan berselang, tibalah lagi; saatnya para petani menyetor hasil panennya kepada juragan, banyak hal yang dirasa berbeda. Para petani merasa bahwa juragan kini telah banyak berubah, dia menjadi lebih tamak, sombong, angkuh dan lupa dengan kepribadiannya yang dulu, setelah mendapat untung besar-besaran dari hasil panen para petaninya. Bahkan beliau tak segan-segan meminjamkan uang dengan bunga yang relatif besar, beliau pun sering pulang malam dengan keadaan mabuk, istrinya selalu ditinggal pergi entah kemana, anak gadisnya tak pernah diberi nasihat, padahal anaknya sering keluar malam dengan lawan jenisnya. Mungkinsaja anak itu hanya sekedar meniru apa yang dilakukan ayahnya. Sebab, seorang ayah seharusnya menjadi tauladan yang baik bagi istri maupun anaknya. Ada pula pepatah; buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya, yang artinya seorang anak tak akan jauh berbeda kepribadiannya dengan orang tuannya. Atau bahkan gadis itu merasa tidak diperhatikan, wajarnya seorang anak yang tumbuh menjadi seorang remaja dia akan membutuhkan rasa kasih sayang dan menginginkan perhatian lebih dari orangtuanya, terlebih seorang perempuan biasanya lebih dekat dengan ayahnya, begitupun sebaliknya—Mungkin itulah jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaan itu, pertanyaan tentang mengapa gadis itu hilang, serta juragan yang selalu menangis di tengah malam, matanya menjadi sipit, nafasnya tersengal-sengal, dan selalu mendapat mimpi buruk dikejar ribuan bahkan jutaan burung pipit.—Para petani yang diibaratkan burung pipit, burung kecil yang tiada kekuatan, tapi dalam mimpinya burung pipit kecil yang tak mempunyai kekuatan itu bersatu-padu menjadi kekuatan yang begitu besar, yang selalu hadir dalam mimpi juragan.
Dan satu hal yang seharusnya dijadikan pelajaran bagi juragan, seharusnya seorang yang telah menjadi besar janganlah melupakan keberadaannya yang dulu.

Nologaten, 17 Maret 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun