Selamat datang dan selamat membaca
Puisi ini saya tujukan kepada seseorang yang menjadi pengalaman pahit serta trauma bagi diriku hingga diusia yang kedua puluh enam (26) tahun ini. Saya tahu, saya belum cukup berani untuk mengutarakan hal ini secara langsung kepadamu, karena melihatmu saja membuatku merinding tak berani untuk menatap langsung matamu. Saya hanya mampu mengutarakannya lewat puisi ini secara anonim, karena saya takut masyarakat akan menghakimiku secara tak adil. Semoga kamu mendapatkan balasasn setimpal atas perbuatanmu.
Wahai luka masa kecilku,
Masih ingatkah kau denganku?
Â
Diriku yang dulu,
Begitu kecil, mungil dan lemah.
Kau hancurkan,
Torehkan luka yang tidak kunjung sembuh.
Â
Luka yang masih membekas,
Yang bisa kembali menganga setiap saat.
Â
Puaskah kau sekarang?
Setan pun bahkan kalah denganmu.
Â
Kau terlalu kotor,
Kau terlalu jahat.
Â
Bahkan tubuh sekecil itu,
Semungil itu,
Selucu itu,
Bisa kau nodai.
Â
Dimana letak kewarasanmu?
Umurmu tak menunjukkan kedewasaan.
Umurmu hanya menunjukkan angka,
Yang tidak berarti apa-apa.
Bagi yang mau kisahnya juga dibagikan dalam bentuk cerita bisa kirim di gmail berikut yahh...
k9drani@gmail.com
Salam hangat,
Minni
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H