Mohon tunggu...
Andi Rama Sulaiman
Andi Rama Sulaiman Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Dokter Umum

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menangani Cedera Olahraga dengan Tepat menggunakan Metode P.O.L.I.C.E

18 September 2019   16:39 Diperbarui: 16 April 2021   13:42 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi olahraga yang dapat menyebabkan cedera (Sumber : bruno nascimento via unsplash.com)

Olahraga merupakan kegiatan yang penting dilakukan oleh semua orang di berbagai kelompok usia. Olahraga akan memberikan dampak positif terhadap kesehatan dan kebugaran seseorang. Banyak penyakit yang dapat dicegah dengan olahraga yang optimal seperti Diabetes dan penyakit degeneratif/usia lanjut lain nya. 

Pada saat ini, antusiasme masyarakat terhadap olahraga sudah cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah masyarakat yang datang untuk berolahraga di area car-free day, jumlah peserta kegiatan lari yang cukup banyak, dan juga berbagai kelas olahraga tertentu dengan jenis berbeda yang diminati terutama oleh masyarakat usia muda.

Dalam olahraga, baik olahraga profesional/kompetisi maupun olahraga sehari-sehari, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya cedera. Cedera yang terjadi dapat disebabkan oleh intensitas yang terlalu tinggi, gerakan yang membahayakan otot/sendi, kontak fisik, maupun penyebab lainnya. 

Cedera olahraga adalah kondisi yang membutuhkan penanganan yang baik dan tidak boleh dianggap remeh. Cedera olahraga yang tidak ditangani dengan baik dapat berujung pada cedera yang lebih berat, berkurangnya fungsi dan gangguan pada aktivitas sehari-hari, serta performa yang tidak maksimal pada olahraga professional/kompetisi. 

Komplikasi tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen, sehingga penanganan cedera olahraga harus dilakukan dengan baik agar hal tersebut dapat dihindarkan.

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, beberapa metode untuk penanganan cedera muskuloskeletal terutama cedera akut pada olahraga telah dikemukakan oleh beberapa ahli. 

Metode penanganan cedera olahraga akut yang cukup terkenal adalah R.I.C.E (Rest-Ice-Compression-Elevation). Metode ini terdiri dari mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera, mengaplikasikan es pada daerah cedera, kompresi pada daerah cedera, dan elevasi bagian tubuh yang cedera. 

Tujuan dari metode ini adalah mengurangi risiko cedera bertambah beraat, mengurangi perdarahan dan pembengkakan, serta mengurangi nyeri.

Metode yang berikutnya dikembangkan adalah P.R.I.C.E (Protection-Rest-Ice-Compression-Elevation). Metode ini memiliki pendekatan baru dalam penanganan cedera olahraga akut yaitu proteksi bagian tubuh yang cedera. dengan alat bantu sepert kruk atau alat proteksi lainnya seperti bidai. 

Pada metode ini, diharapkan dengan proteksi oleh alat bantu dapat mencegah terjadinya cedera lebih lanjut yang dapat memperpanjang proses pemulihan.

Menurut penelitian yang ada, kedua metode diatas masih memiliki kekurangan, yaitu bagian tubuh yang mengalami cedera cenderung diistirahatkan dalam jangka waktu yang lebih panjang dari yang dibutuhkan. Mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera secara berlebihan justru akan menghambat proses penyembuhan pada cedera dan dapat menyebabkan komplikasi. 

Oleh karena itu, dirumuskan metode P.O.L.I.C.E. (Protection-Optimal Loading-Ice-Compression-Elevation) dalam tatalaksana cedera olahraga akut. 

Metode ini memiliki perbedaan mendasar dengan metode-metode sebelumnya yaitu metode ini tidak menyarankan untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera untuk terlalu lama, tetapi memberikan pembebanan yang optimal pada daerah cedera untuk memfasilitasi proses penyembuhan dan mencegah komplikasi terjadi.

Protection

Pada cedera olahraga akut, mengistirahatkan dan imobilisasi daerah cedera dapat membantu proses pemulihan. Proteksi menitikberatkan pada pentingnya menghindari cedera lebih lanjut pada jaringan, namun bukan berarti imobilisasi jangka panjang. 

Proteksi dapat diartikan sebagai istirahat dalam waktu yang ideal dan dikombinasikan dengan pembebanan optimal. Lama waktu istirahat akan bergantung pada derajat keparahan cedera. Pada sebagaian besar cedera, waktu istirahat yang dianjurkan adalah 2-3 hari. Pada kasus cedera yang berat istirahat yang dibutuhkan dapat mencapai 10 hari. 

Pada cedera tungkai bawah, proteksi dilakukan dengan membatasi atau mengurangi beban pada daerah cedera menggunakan alat bantu seperti kruk, tongkat, atau walker. Imobilisasi daerah yang cedera menggunakan sling, bidai atau brace juga merupakan bentuk proteksi.

Optimal Loading

Bila telah dilakukan proteksi pada bagian tubuh yang cedera, gerakan-gerakan sederhana dengan pembebanan optimal harus dilakukan sedini mungkin. 

Pembebanan optimal dapat menstimulasi proses pemulihan karena tulang, otot, tendon, dan ligamen memerlukan pembebanan untuk menstimulasi pemulihan. Pembebanan optimal seperti juga dapat mencegah komplikasi seperti berkurangnya massa otot dan kekakuan sendi.

Sebagai contoh, pada cedera ankle, inisiasi berjalan secara perlahan dan bertahap telah terbukti mempercepat proses pemulihan. Pembebanan optimal yang akan dilakukan akan berbeda pada derajat, jenis, dan lokasi terjadinya cedera olahraga akut. 

Pembebanan optimal dapat dilakukan secara mandiri dengan berpatokan pada toleransi rasa nyeri yang dirasakan atau dengan bantuan tenaga medis yang sudah terlatih.

Ice

Penggunaan es dapat menurunkan metabolisme jaringan dan menyebabkan pembuluh darah mengalami penyempitan sementara. Perubahan ini dapat mengurangi bengkak sehingga ROM aktif dapat dicapai sedini mungkin. Es juga dapat menurunkan rangsangan nosiseptif ke otak sehingga nyeri dan kram otot dapat berkurang. Penggunaan es dapat dilakukan tiap 2 jam untuk 10-15 menit selama 2-3 hari pertama.

Penggunaan es harus dilakukan dengan memasukan es ke dalam plastik atau menggunakan ice pack yang kemudian dibalut dengan handuk atau kain basah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko kerusakan pada saraf dan kulit di daerah cedera. Penggunaan es bila dilakukan dalam jangka panjang akan memberikan efek buruk pada proses pemulihan.

Kerusakan yang terjadi juga dapat bertambah berat bilai suplai darah ke daerah cedera terlalu dikurangi. Risiko luka bakar dan kerusakan saraf dapat terjadi pada penggunaan es jangka panjang. Perhatian khusus harus diberikan pada beberapa kondisi medis seperti alergi terhadap dingin dan gangguan insufisiensi pembuluh darah.

Compression

Kompresi pada daerah cedera bertujuan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya pembengkakan serta menghentikan perdarahan bila terjadi perdarahan pada daerah cedera. Kompresi dapat dilakukan dengan elastic bandage yang dipasang dengan cara membalut dari bagian bawah daerah cedera menuju derah yang lebih atas. 

Pembalutan dilakukan dengan cara membalut melingkari daerah cedera dengan setengah bagian balutan yang baru mennutupi balutan sebelumnya dan begitu seterusnya. Kompresi juga memiliki fungsi proteksi minimal dalam mencegah cedera olahraga yang lebih berat. 

Kompresi harus dilakukan dengan tekanan yang adekuat dan tidak boleh terlalu longgar agar memberikan hasil yang baik serta tidak boleh terlalu ketat karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan akibat penekanan pembuluh darah dan saraf. Kompresi dapat dilakukan bersamaan dengan penggunaan es untuk pemulihan yang lebih optimal.

Elevation

Elevasi daerah cedera akan mencegah dan mengurangi pembengkakan dengan meningkatan aliran balik vena dan menurunkan tekanan hidrostatis pada daerah cedera. Elevasi dilakukan dengan cara memposisikan bagian tubuh yang mengalami cedera hingga lebih tinggi dari ketinggaian Jantung. 

Elevasi dapat dilakukan dengan alat bantu seperti sling maupun dengan cara menaruh bantal atau benda lainnya di bawah daerah cedera sehingga posisi yang diinginkan tercapai.

Penanganan cedera olahraga akut dengan metode P.O.L.I.C.E. diharapkan dapat memberikan efek yang cepat dan optimal serta dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat cedera olahraga. 

Dengan demikian orang yang mengalami cedera dapat segera kembali menjalani aktivitas sehari-hari tanpa gangguan/ketergangguan serta dapat memiliki performa seperti sebelum mengalami cedera pada olahraga profesional/kompetisi. 

Tatalaksana lebih lanjut yang lebih komprehensif dibutuhkan apabila cedera yang dialami memiliki derajat yang lebih berat. Konsultasi ke dokter disarankan agar dapat menegakkan diagnosis cedera olahraga yang dialami dan merencanakan terapi yang sesuai dengan cedera yang terjadi.

Referensi:

  1. Bleakley CM, Glasgow P, MacAuley DC. PRICE needs updating, should we call the POLICE? Br J Sports Med. 2012;46:220-1.
  2. Dhillon H, Dhilllon S, Dhillon MS. Current Concepts in Sports Injury Rehabilitation. Indian J Orthop 2017; 51(5): 529-36.
  3. Bleakley CM, Glasgow PD, Philips P, et al; for the Association of Chartered Physiotherapists in Sports and Exercise Medicine (ACPSM). Guidelines on the Management of Acute Soft Tissue Injury Using Protection Rest Ice Compression and Elevation. London: ACPSM,2011:15-21.
  4. Bring DK, Reno C, Renstrom P, et al. Joint immobilization reduces the expression of sensory neuropeptide receptors and impairs healing after tendon rupture in a rat model. J Orthop Res 2009;27:274-80.
  5. Eliasson P, Andersson T, Aspenberg P. Rat Achilles tendon healing: mechanical loading and gene expression. J Appl Physiol 2009;107:399-407.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun