Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Idul Fitri sebagai Momen Memaafkan Secara Spiritual

27 April 2023   23:56 Diperbarui: 27 April 2023   23:59 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Momen Idul Fitri sebagai ajang sungkeman dan minta maaf ( Sumber foto: Kompas.com)

Aktivitas setelah berpuasa yang paling populer adalah memaafkan. Lebaran dan Idul Ftri menjadi ajang terbaik untuk kita saling memaafkan. Setelah salat Ied, umat muslim biasanya akan berkunjung atau saling mengunjungi untuk bersalam-salaman dan bermaaf-maafan. 

Menariknya lagi, idul fitri dapat menjadi ajang untuk pertumbuhan spritual kita karena kita memaafkan. Sebab memaafkan secara spiritual adalah bentuk tertinggi dari proses memaafkan.  Mengapa demikian ? Kita dapat mempelajari 4 jenis memaafkan dalam pandangan Psikologi.

Misalnya tentang The Enright Process Model of Psychological Forgiveness, konsep memaafkan dari Robert Enright. Dari konsep tersebut kita dapat memahami beberapa jenis memaafkan yang berbeda-beda. Berikut adalah penjelasan mengenai jenis-jenis memaafkan tersebut.

Memaafkan secara emosional

Jenis memaafkan ini terjadi ketika kita mampu mengenali emosi negatif yang kita rasakan akibat kemarahan terhadap orang lain. Kita pun mulai mengatasi rasa sakit dan marah itu karena merasakan dampak buruk dari memendam amarah akibat tindakan orang lain.

Memaafkan jenis pertama ini merupakan tahap awal yang perlu perjungan lagi untuk menuju pemaafan selanjutnya. Sederhananya, kita mulai jujur terhadap diri sendiri dengan mengakui dan menerima bahwa kita menderita karena memendam amarah.

Tindakan memaafkan secara emosional atau dalam hal ini kita mulai mengambil jarak dari emosi negatif akibat tindakan dari orang lain. Kita mulai memutuskan untuk melepaskan rasa sakit tersebut sehingga mampu membuka hati untuk dapat memaafkan orang lain.

Memaafkan secara sikap

Jenis memaafkan secara sikap ini terjadi ketika kita secara sadar memutuskan untuk memaafkan orang lain. Walau kita masih dapat merasakan sakit atau kemarahan terhadap orang tersebut. Dalam hal ini, kita memutuskan untuk merelakan rasa sakit yang sudah terlanjur kita rasakan akibat tindakan orang tersebut.

Jenis memaafkan kedua ini dapat terjadi karena kita sudah melewati bentuk pemaafan secara emosional sehingga kita mulai membuka diri. Kemudian, kita pun berkomitmen untuk melupakan tindakan dari orang lain yang telah melukai hati kita. Seberat apapun dan sebesar apapun rasa sakit yang tersisa namun kita berjanji pada diri sendiri, untuk melihat ke depan, dan memilih untuk memaafkan.

Jenis memaafkan secara sikap ini membuat kita dapat melihat sisi lain dari orang yang telah melukai kita. Boleh jadi ada tindakan-tindakan baik dari orang tersebut yang belum kita sadari.

Memaafkan secara transaksional

Jenis memaafkan selanjutnya yaitu memaafkan secara transaksional. Keadaan ini terjadi ketika kita memaafkan orang lain sebagai bagian dari kesepakatan. Dalam hal ini, kita mungkin memaafkan orang lain sebagai syarat untuk menjalin atau mempertahankan sesuatu.

Sesudah kita dapat berempati dengan dari orang lain yang telah melukai kita itu, kemudian kita menyikapinya dengan memaafkan untuk hari kemudian yang lebih baik. Misalnya seorang istri memaafkan suaminya demi kehidupan keluarga dan anaknya. Atau seorang guru memaafkan muridnya demi mempertahankan prestasi dan tumbuh kembang murid tersebut di hari kemudian.

Memaafkan secara transaksional ini merupakan jenis memaafkan yang konkret. Jika di awal-awal kita baru memaafkan secara emosi dan secara persepsi sikap diri, di tahap ini bentuk memaafkan sudah berdampak pada hubungan kita dengan orang lain.

Memaafkan secara spiritual

Jenis memaafkan yang terkahir yaitu memaafkan secara spiritual. Memaafkan pada keadaan ini terjadi ketika kita memaafkan orang lain sebagai bagian dari hasil perjalanan spiritual atau batiniah kita.

Dalam hal ini, kita telah berhasil memaafkan orang lain sebagai suatu tindakan yang kita sadari lebih mulia dan tinggi. Sebab, tindakan ini sesuai dengan nilai moral dan keyakinan kita, yaitu ajaran agama.

Memaafkan jenis ini adalah bentuk  tertinggi atau puncak dari proses kita memaafkan orang lain. Kita sudah menjadi suci dalam arti terbebas dari emosi negatif akibat tindakan orang lain yang menyiksa hati. 

Landasan spiritual kerap digunakan sebagai salah satu cara terapi memaafkan bagi para motivator. Sebab prinsip dan ajaran keagamaan dari semua agama mendorong pemeluknya untuk bersikap memaafkan.

Idul Fitri dan Puncak Memaafkan 

Keempat jenis memaafkan tersebut tidak selalu menjadi proses yang kronologis. Tergantung kasus dan pengalaman emosional individu. Sebab, setiap jenis memaafkan tersebut memiliki karakteristik dan implikasi yang berbeda-beda.  Sehingga tidak semua jenis memaafkan tepat untuk semua situasi.

Kendati demikian, Dr. Robert D. Enright. Dalam bukunya yang berjudul "Forgiveness Is a Choice: A Step-by-Step Process for Resolving Anger and Restoring Hope", Enright menjelaskan tentang pentingnya memaafkan dalam konteks spiritual dan hubungannya dengan kesehatan mental dan kebahagiaan. 

Hal tersebut dapat kita temukan misalnya dalam ajaran agama Islam.  Umat muslim dianjurkan untuk bersilaturahmi dan saling memaafkan di hari raya Idul Fitri. Oleh sebab itu, momen Idul fitri dapat menjadi ajang memaafkan secara spiritual. Sehingga hati kita harus suci dan bersih dari rasa permusuhan dan amarah dengan orang lain. 

Marendra Agung J.W

April, Idul Fitri 2023

Sumber konsep:

Jurnal Psikologi Volume 11 No.1, Juni 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun