Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Yang Membuat Nasi Tumpeng Lebih "Bermartabat" Dibanding Nasi Kuning

26 April 2023   17:10 Diperbarui: 26 April 2023   17:12 1504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana formal menuntuk kita untuk makan bersama dengan nasi tumpeng itu sebagai bentuk kebersamaan dalam sebuah perjunagan dalam komunitas teretentu. Sehingga terkadang nasi tumpeng menjadi sarana untuk mengukuhkan harapan bersama.

Nasi tumpeng adalah makanan "lagend" yang sakral 

Ketiga, kekhususan situasi ketika memakan nasi tumpeng di masyarakat itu tercermin  dari  istilah "tumpengan" sebagai tradisi warisan budaya nenek moyang. Sebelum eksis di acara formal orang modern, nasi tumpeng ternyata sudah ada dalam momen-momen sakral di masyarakat tradisional kita.

Nasi tumpeng dapat kita anggap "lagend" karena mengandung sejarah kebudayaan nusantara. Nasi tumpeng erat kaitannya dengan tradisi dan ritual masyarakat pegunungan, di masa sebelum agama samawi. Gunung sebagai simbol wilayah suci pada masa itu, konon dianggap sebagai inspirasi bentuk nasi tumpeng yang mengerucut.  

Kondisi tersebut berkaitan dengan periode spiritualitas sebelum agama. Zaman ketika melakukan ritual dengan mempersembahkan sesuatu seperti makanan kepada roh penguasa setempat. Konon, nasi tumpeng juga berkaitan dengan urusan sesajian tersebut. Kendati demikian, nasi tumpeng kemudian menjadi salah satu sarana terbuka bagi masyarakat beragama apa pun. Kehadirannya dapat menjadi salah satu sarana berbagi, berdoa, selamatan, syukuran, dan lain sebagainya.

Ketiga poin uraian tersebut memang menggambarkan bahwa nasi tumpeng bukan sekedar kuliner atau jajanan seperti nasi kuning. Perihal mana yang lebih baik tentu akan tergantung sudut pandang. Kehadiran nasi kuning di pinggiran jalan pada era modern ini memang tidak mampu mewakili "martabat" nasi tumpeng yang sakral dan ekslusif itu. Namun yang pasti, apa yang lebih bermanfaat untuk sarapan pagi adalah yang efesien dan efektif.

Marendra Agung J.W

Libur Lebaran 2023.

Sumber literatur:

Prosiding Seminar Nasional FDI 2016, hal : Hum 63--69. ISSN. 2460-5271 ( Pergeseran Makna Sakral dan Fungsi Tumpeng di Era Globalisasi Oda I.B. Hariyanto. )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun