Misalnya, "Mari Ikut Menjaga Kepak Sayap Kebinnekaan". Adverbia "mari ikut menjaga"Â memberi dinamika makna sikap ajakan sehingga pembaca atau pendengar lebih merasa terlibat.
Lalu, pada ungkapan "Padamu Negeri Kami Berbakti", sebetulnya dapat diberikan modalitas kesanggupan ataupun kepastian.Â
Misalnya dengan adverbia "mesti" sehingga menjadi, "Padamu Negeri Kami Mesti Berbakti".Â
Maka muncul makna tawaran berupa kesadaran tentang "keharusan" atau pun dinamika makna "kepastian" di masa yang akan datang.
Saya kira, tidak adanya modalitas pada empat slogan baliho tersebut adalah bentuk pilihan atau strategi yang cukup logis.Â
Pembuat atau penyusun slogan-slogan tersebut ingin menghindari kemungkinan makna "kepastian" yang dinamis. Sebab, pesan dalam baliho itu semua memang belum pasti, dan pembacanya pun tentu telah menyadarinya.
Apabila slogan pada baliho-baliho tersebut memang dimaksudkan sebagai kampanye, maka sebaiknya diberikan modalitas pada kalimat atau ungkapannya.Â
Agar pembaca dapat menilai, menemukan, dan merasakan "mood" dari ungkapan slogan tersebut. Apakah itu sebuah ajakan, permintaan, kemungkinan, atau pun kesanggupan.
Marendra Agung J.W- 17 Agustus 2021-
Sumber konsep/teori tentang modalitas dapat dibaca di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H