Jika ingin memberi makna "kemungkinan" dan "keniscayaan", maka dapat memberi adverbia "akan". Misalnya "Demokrat Nasionalis Religius akan Berkoalisi dengan Rakyat".
Pada dua slogan lainnya juga tidak terdapat modalitas, hanya saja ada yang unik dari slogan-slogan ini. Sebab menggunakan ungkapan yang cenderung estetis, metafor, dan sastrawi.Â
Hal ini mengingatkan saya tentang licenctia poetica, tentang hak sastrawan dalam memperlakukan bahasa dalam karyanya. Sehingga penilaian-penilaian apa pun yang di luar estetis menjadi tidak mempan baginya.
Misalnya pada slogan "Kepak Sayap kebhinnekaan". Ungkapan tersebut cenderung indah untuk puisi atau pun judul film.Â
Secara estetis mungkin ada nuansa kewibawaan di sana. Namun ungkapan tersebut tetaplah bukan karya puisi atau pun syair, melainkan slogan pada baliho.Â
Begitu pula slogan baliho berbunyi, "Padamu Negeri Kami Berbakti", yang mengingatkan pembacanya pada karya lagu nasional legendaris.Â
Tentu akan kurang ajar bila mengatakan kalimat tersebut tidak indah. Pasti indah.
Jika melihat fungsi kedua ungkapan pada kedua baliho tadi, maka sulit melepaskannya dari maksud kampanye.
Oleh karena itu, pemberian modalitas dapat saja dilakukan, setidaknya untuk memberi gradasi makna "kesanggupan atau pun yang memberi makna "ajakan".