Secara esensial, kita dapat merasakan  paradigma connectivisme learning dalam aspirasi tersebut.  Sebagaimana yang juga ditegaskan oleh Presiden Jokowi, bahwa hybrid skill-hybrid knowledge atau interdisiplin ilmu dan lintas keterampilan akan menjadi keutamaan dalam esensi pendidikan tinggi nantinya.
Secara teknikal, gerak-gerik dunia pendidikan yang akan berubah, tentu dapat menjadi senjata makan tuan. Salah satunya mengenai posisi guru / pengajar dan peserta didik. Â Bagi peserta didik terlebih yang sebagian besar adalah digital savvy, menggunakan teknologi, internet, dan segala inovasi dari itu semua bukanlah hal sulit. Mereka begitu mandiri dan cepat dalam mempelajari itu.
Permasalahan yang mungkin muncul adalah ada pada kita para pengajar, khususnya  bagi kita berjarak dengan teknologi mutahkhir khas "milenial".  Para pengajar akan dituntut untuk upgrade skill dan  meremajakan diri untuk relevan dengan dunia peserta didik di era terkini.
Menyisir keterampilan dan pengetahuan yang usang
Perubahan dan perkembangan dalam cara mengajar tentu akan sangat berkaitan dengan pemanfaatan teknologi digital. Namun itu saja belum tentu menampung seluruh inti dari pergolakan ensensial pendidikan. Â Sebab, PR yang juga tidak enteng dari perubahan warna pendidikan nantinya adalah mengenai konten/ilmu yang akan kita ajarkan. Â Perihal apa yang diajarkan oleh dosen atau oun guru rupanya memerlukan adaptasi kembali.Â
Sebagaimana yang juga terjadi di dunia secara global yang terjadi sejak gejolak industri 4.0, bahwa teknologi-teknologi  baru yang lahir dalam nafas kecerdasan buatan (Artificial Intelegence) telah melahirkan sejumlah pengetahuan dan keterampilan baru.  Hal tersebut membuat karakter pekerjaan di masyarakat dunia berubah.Â
Dalam hal itu, Presiden Jokowi menyampaikan, bahwa disrupsi pada masa pandemi juga memberi dampak, bukan hanya pada tataran teknologi pendidikan namun juga pada kecenderungan pekerjaan di masyarakat. Oleh karena itu, apabila kita sepakat untuk memaknai pendidikan sebagai jalan untuk mencapai dunia pekerjaan, maka upgrade konten dalam pendidikan atau pengajaran itu menjadi penting.
Presiden Jokowi menyebut, " jangan sampai pengetahuan dan keterampilan mahasiswa itu justru tidak menyongsong masa depan. Pengetahuan dan keterampilan yang hebat di masa kini bisa jadi sudah tidak dibutuhkan lagi dalam lima tahun, atau sepuluh tahun ke depan." Berkaitan dengan itu, otomatis banyak pekerjaan yang hilang, diiringi dengan tipe pekerjaan baru yang kian bermunculan.
Para ahli/ ilmuwan Indonesia mungkin perlu diskusi panjang lebar, atau pun melakukan riset tentang pekerjaan-pekerjaan yang dimaksud. Pihak orang tua terutama, perlu mendapatkan informasi tentang pergeseran karakter dunia kerja yang dimaksud. Jangan sampai terjadi silang pemahaman antara dunia pendidikan formal dengan wacana keluarga.
Poin terpenting  dari penjelasan tersebut adalah  bahwa terdapat pengetahuan dan keterampilan yang akan dianggap usang, sehingga tidak relevan untuk zaman ini dan nanti. Universitas dan mungkin juga sekolah, akan berlaku untuk zaman yang dominan, beserta industri yang dominan.  Seperti yang disampaikan Presiden Jokowi, " dunia perguruan tinggi sangat membutuhkan kolaborasi dengan para praktisi dan pelaku industri. Palaku industri juga membutuhkan talenta dan inovasi dari perguruan tinggi. Ajak industri untuk ikut mendidik mahasiswa  sesuai dengan kurikulum Indsutri, bukan kurikulum dosen."