Komponen diri yang dimaksud meliputi pikiran (mind), tubuh (body) dan daya (spirit). Dengan membaca, mengenali dan menyadari tiga komponen diri tersebut maka akan terjadi keseimbangan diri. Sebab, perasaan negatif seperti kecamasan itu muncul ketika terjadi ketidakseimbangan pada diri kita.
" Lewat olah tubuh kami mengolah kesadaran mengenai pikiran, tubuh, spirit. Spirit kami pahami sebagai daya." Â ( Halaman 15)
Pada uraiannya, Bre Redana menarasikan bahwa menghayati gerak tubuh itu bermaksud untuk mengolah kesadaran, mengenali sesuatu secara kongkret. Yang dilakukan adalah menyeimbangkan otak dan menyelaraskannya dengan tubuh. Ketika pikiran mendominasi maka tubuh dan daya atau energi (spirit) akan mengikutinya.
Kecemasan yang kita rasakan saat pandemi ini terjadi karena pikiran kita penuh dengan asumsi-asumsi,misalnya tentang gejala tentang covid-19, resah terhadap hasil test "positif", ketakutan akan tertular, Â maka tubuh dan energi kita secara otomatis akan berlaku demikian. Â
Kita yang tegang menjalani hari-hari dalam intaian covid-19 dapat saja merasa "sakit" dalam keadaan tubuh yang sebetulnya baik-baik saja. Ada kalanya kita harus menyadari bahwa pikiran harus mengikuti otoritas tubuh. Tubuh kita dapat mengatur pikiran yang penuh kecemasan. Apabila tubuh mengikuti pikiran yang kalut maka yang terjadi adalah kekakuan, tegang, seperti robot berjalan karena "disistemkan".
Sebagaimana bersilat, ketika tangan dengan sendirinya melakukan tangkisan tanpa pernah terpikirkan. Semua terjadi secara alami mengikuti kodrat tubuh tanpa memikirkannya. Dalam buku ini disebut Bre Redana dengan "Politik Tubuh".
Bagaimana kita menyeimbangkan tubuh, pikiran, dan daya melalui gerak tubuh adalah poin penting dalam buku ini. Oleh karena itu, frasa " Body, Mind, Spirit" menjadi semacam tagline sampul buku ini. Walau pun tipografi "Body Mind Spirit" dibuat begitu kecil, tapi saya kira itu adalah strategi komunikasi "visual". Bahwa yang terpenting bukan selalu yang tampak besar secara kasat mata.Â
Cukup memerhatikan hal-hal kecil dalam keseharian kita. Â Seperti yang Bre Redana catat bahwa rutinitas dalam latihan silat di PGB Bangau Putih itu justru melalui hal-hal sederhana yang dapat saja sudah lama tidak dilakukan oleh seseorang. Rutinitas tersebut seperti menyapu lantai, mencuci piring, bangun pagi dan mandi pagi secara rutin.
Kita mungkin terlalu lama terjebak dalam WA (WhatsApp), membaca kabar buruk, menyimak pendapat-pendapat tentang kesehatan, membaca statistik atau informasi covid-19, namun kita lupa membaca tubuh, pikiran, dan spirit diri kita sendiri. Dengan menyimak hal-hal besar tentang covid-19 di luar sana,  membuat otak  berat dan mendominasi komponen diri kita.Â
Jurus memukul angin, mengosongkan asumsi dan meniadakan prasangka
Kita harus dapat mengurangi insight yang berupa informasi buruk  di otak. Sebagaimana yang diceritakan oleh Bre Redana tentang PA Hong, salah satu latihan dengan melakukan pukulan terhadap angin. Gerakan latihan tersebut bertujuan untuk menyeimbangkan tubuh, pikiran, dan spirit.
"Di sini kami kemudian belajar mengenai ambisi, niat, dan keinginan. Kami belajar melepaskan ambisi. Yang kami lakukan sekedar memukul angin." (halaman 34)
Kesadaran mengenai "kosong" seperti latihan PA Hong tadi sepertinya penting untuk kita sadari. Secara kognitif, kita harus menghilangkan asumsi atau persepsi. Secara afektif atau perasaan, kita harus mengosongkan prasangka buruk atau kebiasan menduga-duga secara tak wajar.