Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memaknai Guru dalam Lima Versi

7 Juli 2021   13:08 Diperbarui: 7 Juli 2021   13:11 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pixabay / martaposemuckel

Manusia dan kebudayaan terus berkembang. Zaman dan teknologi juga demikian. Pendidikan sebagai ilmu pun masih terus bergerak mengiringi itu semua.  Sebagai guru, apa yang akan atau telah berkembang dari kita?

Sebagaimana ponsel pintar, kita sebagai guru akan terbawa untuk  upgrade ke sejumlah versi.  Sebab, kita berlaku berdasarkan  suatu "sistem" yang juga berkembang.  "Sistem" tersebut dapat saja bersifat personal yaitu paradigma pembelajaran dalam "pemahaman" kita. Gerak "sistem" internal tersebut akan mewujud menjadi aplikasi berupa model, strategi, dan metode pembelajaran yang akan kita terapkan.

Tentu saja tidak mudah mencerna segenap teori belajar atau filsafat pendidikan. Kita juga tidak sempat menyerap secara sempurna aspirasi pendidikan nasional dalam kurikulum. Oleh karena itu, kondisi covid-19 yang memberi waktu luang ini dapat kita pakai untuk "intropeksi" tentang "versi" kita selama ini sebagai guru.

Kita dapat saja memaknai versi kita sebagai guru, melalui paradigma atau pendekatan-pendekatan belajar yang telah berlaku secara umum.  Dr. Tony Bates dalam Teaching in Digital Age, telah menguaraikan setidaknya ada lima pendekatan belajar yang dominan telah berlangsung hingga abad 21 ini. Empat pendekatan tersebut yakni objektivisme, kognitivisme, behaviorisme, konstruktivisme dan konektivisme.

Guru Versi 1 (Objektivisme): Disiplin, teoritis, dan mengikat.

Seorang guru versi 1 ini memiliki paradigma objektivisme dalam belajar. Guru versi 1 memegang prinsip bahwa harus ada sajian pengetahuan yang absolut dalam pembelajaran. Sajian ini dapat terdiri dari fakta, konsep, prinsip, rumus dan sejenisnya.  

Kita sebagai guru versi 1 cenderung memegang prinsip bahwa "kebenaran" ada di luar siswa, atau terlepas dari apa yang mungkin dan tidak mungkin diyakini oleh siswa. Pembelajaran akan berpusat  pada kita, sebagai transmisi ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sumber dari ilmu pengetahuan sangat penting yakni buku pelajaran yang berwibawa, informatif, dan terorganisir.

Kita akan memandang bahwa mata pelajaran yang kita terapkan adalah konsisten atau konstan. Meskipun pengetahuan kita mengenai ilmu dalam bidang mata pelajaran tersebut dapat saja berkembang.  Oleh Karena itu, kita sebagai guru versi 1 akan menjalankan pembelajaran yang cenderung tertutup, sehingga tidak masalah menggunakan sumber ajar atau  modul belajar yang itu-itu saja.

Kita sebagai guru versi 1 akan mengendalikan apa dan bagaimana siswa ketika belajar. Selain itu, kita juga akan memilih apa yang penting untuk dipelajari oleh siswa, menentukan alur pembelajaran, dan bagaimana evaluasi pembelajaran. Untuk itu, kita  akan mengukur pencapaian belajar siswa berdasarkan formula-formula baku, tanpa mengindahkan hal apa-pun di luar itu.

Dengan begitu, siswa dalam penilaian pembelajaran ini diharuskan menemukan 'jawaban yang benar', sebagaimana disiplin ilmu pada buku ajar yang berlaku. Siswa dapat saja berpikir orisinal dan kreatif, namun harus tetap berada dalam kerangka teori atau disiplin pelajaran tersebut.

Guru Versi 2 (behaviourisme): Pengondisian, pembiasaan, dan pancingan

Guru versi 2 memegang paradigma belajar behaviourisme. Sebagian besar pandangan dalam versi ini masih berkaitan dengan sifat-sifat objektivisme pada versi pertama tadi. Secara umum, guru versi 2 ini memegang tiga hukum belajar.

Pertama low of readiness, bahwa kesiapan siswa sangat penting bagi keberhasilan belajar sehingga pembelajaran akan dilakukan ketika siswa memang telah siap menjalaninya. Kedua,  law  of  exercise,  bahwa untuk mencapai keberhasilan belajar  siswa perlu melakukan latihan  denganpola   pengulangan. Ketiga,  law of effect,  bahwa belajar akan bersemangat apabila  siswa mengetahui dampak atau  mengerti akan mendapatkan hasil yang baik.

Kita sebagai guru versi 2 ini sangat menekankan pengondisian serta penyusunan  rancangan pembelajaran yang  mengacu  pada tujuan tertentu. Kita  memandang makna belajar siswa sebagai proses perubahan perilaku melalui kontrol  eksternal, yaitu segala sesuatu yang tampak dari luar, dapat  diamati,  diukur  dan  ditampilkan. 

Kita sebagai guru versi 2 ini akan menghindari segala "materi" yang tidak berhubungan langsung dengan tujuan pembelajaran. Sebab, kita cenderung menilai aktivitas belajar siswa secara objektif dan terukur. Umumnya kita akan menolak referensi keadaan internal siswa seperti perasaan, sikap, atau proses mental siswa.

Selain itu, kita juga menekankan pembiasaan dan cenderung memerhatikan bagaimana membangun rangsangan ( stimulus ) siswa untuk dapat  menghasilkan respon sebagaimana tujuan belajar. Misalnya, dengan mengadakan rewards dan punishment. Selain itu, membuat tes pilihan ganda, adalah salah satu cara untuk menggiring siswa menuju jawaban yang telah dimaksudkan ( benar).

Guru Versi 3 (Kognitivisme) : Proses berpikir, mental dan persepsi siswa menjadi keutamaan.

Guru versi 3 artinya adalah guru yang memegang paradigma kognitivisme belajar. Guru versi ini akan berfokus pada domain 'pikiran' siswa.  Guru versi 3 akan memandang dan menilai pikiran siswa ke dalam kriteria berpikir tertentu. Biasanya, guru versi ini akan beradaptasi dengan teori bloom tentang taksonomi belajar, yang dimodifikasi oleh Anderson dan Krathwol sekitar tahun 2000-an. 

Kita sebagai guru versi 3 akan melihat bahwa siswa memiliki proses berpikir yakni dari mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi  hingga menciptakan. Untuk itu, kita juga begitu memperhatikan proses perkembangan mental siswa. Kita tidak membatasi diri kita pada perilaku yang dapat diamati saja sebagaimana versi behavirousme tadi.

Guru versi 3 ini  begitu memperhatikan siswa secara utuh yakni melihat sisi pikiran, mental dan perasaan siswa. Kita sebagai guru versi 3 cenderung mempertimbangkan pemahaman siswa terhadap konsep. Selain itu kemampuang ingatan, abstraksi, analisis, sintesis, generalisasi, evaluasi, pengambilan keputusan, pemecahan masalah, berpikir kritis dan kreatif juga penting bagi kita. Artinya, banyak aspek dari kemampuan berpikir yang dinilai oleh kita.

Bentuk pembelajaran dari guru versi 3 ini cenderung mementingkan kondisi belajar yang mempengaruhi keadaan mental atau persepsi peserta didik. Misalnya membentuk pembelajaran berbasis masalah atau problem solving. Biasanya, guru versi 3 juga akan menggunakan media-media simbolik, ikon, atau gambar untuk membangun pengalaman mental siswa terhadap informasi baru.

Perihal penilaian, guru versi 3 tidak akan tega menilai siswa hanya dari hasil ujian pilihan ganda atau hasil ujian satu hari saja. Sebab, kita juga akan menilai proses belajar dalam keseharian siswa. Umumnya, kita akan menilai kemampuan  siswa  untuk  menerapkan prinsip-prinsip mata pelajaran ( materi ajar) pada  situasi  baru misalnya dalam tes  essai,  penilaian  autentik  dan  penilaian performance.

Guru Versi 4 (konstruktivisme):  Membangun konteks, berpusat pada aktivitas siswa dan menemani siswa memaknai pembelajaran.

Guru versi 4 adalah guru yang memegang paradigma konstruktivisme dalam belajar. Guru versi ini menekankan pentingnya kehendak bebas siswa dan pengaruh interaksi sosial siswa dalam proses belajar.  Guru versi 4  memandang bahwa pengetahuan pada dasarnya bersifat subjektif. 

Kita sebagai guru versi 4  akan menekankan terbangunnya pengetahuan baru bagi siswa, ketimbang sekadar mendorong kegiatan menghafal atau transfer knowledge yang sudah ada. Kita juga memandang bahwa belajar adalah ketika siswa dapat mengasimilasi informasi, menghubungkannya dengan pengetahuan internalnya yang ada, dan memprosesnya secara kognitif.  Artinya, guru versi ini juga mengutamakan kognitif, hanya saja ada sejumlah hal yang membedakannya dengan guru versi 3. 

Guru versi  4 akan memantik siswa  untuk dapat mengonstruksi pengetahuan dari mata pelajaran ke dalam makna yang baru. Berbeda dengan versi kognitivisme yang terpaku pada konsep berpikir umum yang berlaku untuk semua manusia/siswa. Selain itu, peranan guru adalah membangun konteks atau menyediakan  lingkungan  yang  dapat menstimulasi  dan  mendukung  siswa dalam proses belajar.

Konsekuensi dasar yang dimaklumi oleh kita sebagai guru versi 4 adalah bahwa setiap siswa itu unik. Sebab,  kita menyadari bahwa realitas (kenyataan) itu dinamis.  Oleh karena itu, interaksi pengalaman siswa yang berbeda akan menghasilkan pengalaman berpikir yang berbeda pula.

Bagi guru versi konstruktivisme ini, hasil pembelajaran siswa tidak dapat terprediksi seratus persen atau terbatasi pada satu kenyataan saja. Dengan demikian guru versi 4 tidak akan tega sekedar mencekoki siswa dengan definisi-definisi konsep tertentu dalam pelajarannya. Guru versi 4  cenderung memberi penekanan kuat pada aktivitas siswa dalam mengembangkan makna pribadi melalui refleksi misalnya seperti mengadakan presentasi kelompok, forum diskusi, kerja kelompok dan menjalankan proyek.  

Guru Versi 5( Konektivisme) :  Menghubungankan pembelajaran dengan jaringan sosial, dunia digital, serta ilmu pengetahuan baru. 

Versi selanjutnya ini  dapat dikatakan sebagai versi terbaru. Guru versi 5 adalah guru dengan paradigma belajar konektivisme.  Guru versi 5 ini menekankan keterhubungan siswa secara kolektif antara semua 'titik' informasi jaringan sosial (internet). Guru versi 5 akan cenderung memandang bahwa jaringan internet telah mengubah sifat esensial dari ilmu pengetahuan.

Guru versi 5 ini setidaknya mengenal gagasan Siemens tentang kecenderungan pembelajar (siswa) yang bergeser. Menurutnya, kini siswa cenderung multitasking dan menjadi pembelajar tentang banyak hal melalui banyak ruang. Era digital saat ini adalah momen tepat bagi guru versi 5 mengeksplorasi dirinya.

Guru versi 5 akan menyadari bahwa belajar dapat terjadi melalui berbagai cara seperti kursus informal, tutorial, atau pembelajaran daring.  Pendidikan formal tidak lagi dipandang sebagai wahana belajar satu-satunya. Oleh karena itu, guru versi 5 memiliki karakteristik yang cenderung menekankan kolaborasi dan koneksi kolektif antara semua komponen jaringan, dalam rangka mendorong siswa untuk mengalami pengetahuan baru.

Ada perbedaan mendasar antara guru versi 5 ini dengan versi sebelumnya ( konstruktivisme). Peran guru versi 5 pada pembelajaran masih cenderung kabur. Bagi guru versi 5, penguasan siswa terhadap pengetahuan (content) tidak lagi menjadi keutamaan, sehingga membangunan makna pembelajaran tidak sepenuhnya ada di tangan guru.  Oleh karen itu, guru versi ini cenderung mengutamakakan penguasaan siswa terhadap keterhubungan antara ide/konsep belajar dengan bidang sosialnya, serta keterlibatan langsung siswa di dalamnya.

Dengan begitu, kita sebagai guru versi 5 umumnya  tidak membatasi pembelajaran di ruang kelas saja. Kita juga menjalankan pembelajaran  misalnya melalui atau menggunakan  media  sosial  ( medsos), blog,  layanan  platform pembelajaran dan mendorong siswa langsung menuju web atau sumber  ilmiah secara daring.

Walau paradigma pendidikan konektivisme tersebut  masih dalam proses penyempurnaan dan pengembangan, namun era pandemi covid 19 di Indonesia dan di dunia ini telah menunjukan bahwa paradigma konektivisme tersebut begitu terpakai. Salah satunya adalah maraknya penggunaan model pembelajaran jarak jauh ( distance learning) dan atau model blanded learning.

Kelima versi guru tersebut mungkin saja hadir dalam satu guru sekaligus. Sebab,  paradigma tersebut pada dasarnya tidak saling menggantikan, melainkan saling melengkapi sesuai kebutuhan dan konteks zaman. Nah, bagaimana? Apakah kita sudah termasuk dalam versi-versi tersebut? Atau adakah pembaca sekalian yang memiliki versi lain di luar lima versi tersebut?

Bekasi. 

Marendra Agung J.W

Sumber teori utama: 

- satu ( untuk membaca / mengunduh buku rujukan: Teaching in Digital Age)

Sumber teori pendukung:

- satu ( buku digital teori belajar dan pembelajaran)

- dua (jurnal penelitian model pembelajaran blended learning)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun