Bagi para cagur, alias calon guru, tentu kita sudah mempelajari berbagai model dan konsep pembelajaran. Baik belajar melalui perkuliahan maupun belajar melalui buku-buku. Kendati demikian, ketika terjun langsung di sekolah / di kelas, kita akan menghadapi tantangan yang ajaib, tidak terduga dan cenderung di luar rencana.
Seiring berjalannya waktu, pengalaman bersentuhan langsung di kelas, akan membuat kita menemukan treatment yang cocok untuk kita gunakan di kelas. Untuk itu, dalam uraian ini saya akan berbagi formula yang menurut saya cocok untuk membangun suasana positif di kelas. Formula ini  dapat digunakan dalam pembelajaran di bidang mata pelajaran apa saja secara umum.
Uraian ini saya olah berdasarkan pengalaman dengan dibantu konsep  Psikologi Positif, Martin Selegmen. Setiap tahapnya akan berkaitan dengan gejala emosi positif.  Hal pokok dalam formula ini adalah menyiasati emosi siswa  ketika kita  menjalakan proses belajar mengajar ( pembelajaran)  di kelas.  Untuk itu, berikut ini adalah tiga tahap membangun kondisi pembelajaran  yang  positif di kelas.
1. Menebar euforia: rasa girang dalam kebersamaan
 Tahap pertama yaitu membangun kondisi pleasure.  Ini adalah momen untuk membangun kondisi yang menyenangkan siswa.  Pada dasarnya, ketika siswa senang, maka mereka akan nyaman untuk melanjutkan proses pembelajaran. Sebaliknya, ketika mereka takut, khawatir, dan terintimidasi, maka proses pembelajaran di kelas akan berlangsung tidak mengenakan.
Pada tahap awal ini, kita sebaiknya jangan hadir sebagai sosok yang "ditakuti" oleh siswa. Ya, terkadang pembawaan diri semacam itu dianggap membantu untuk situasi tertentu. Namun, secara psikis, kedepannya siswa akan sekedar patuh, namun tidak "rela" menerima apa-apa yang kita sampaikan di kelas.
Kondisi pleasure tersebut dapat kita bangun dengan hal-hal yang cenderung membuat siswa "euforia" dan girang. Gejala dari kondisi ini adalah keterlibatan siswa secara indrawi. Misalnya, setelah berdoa bersama, kita mengajak anak bergerak atau semacam senam kecil, bernyanyi, dan dapat pula sekedar membuat mereka tertawa.
Kita  dapat memutar video pendek motivasi. Artinya, jangan langsung mambawa siswa pada kegiatan yang sepenuhnya melibatkan kognisi( daya pikiran) mereka. Pada pelaksanaanya, kita akan memiliki bentuk kegiatan sendiri. Intinya siswa harus merasakan kesenangan terlebih dahulu setelah itu kita dapat lanjut ke tahap berikutnya.
 2 Memancing kepuasaan batin siswa
Tahap kedua yaitu membangun kondisi gratification. Tahap ini melibatkan emosi positif yang lebih dari sekedar kesenangan. Pada kajian psikologi positif, ini berkaitan dengan potensi atau "hal-hal" baik yang membuat individu merasa puas. Intinya, pada tahap ini kita mulai membangun suasana kelas yang membuat siswa akan merasakan kepuasan batin.
Kondisi perasaan yang disebut Seligmen dengan gratification ini, merupakan keniscayaan bagi individu  yang melakukan sesuatu dengan tujuan hati yang tepat. Pada kondisi ini, siswa melakukan sesuatu dengan sukarela dan senang hati. Dalam kondisi ini terjadi keterlibatan kognisi (daya pikir) yang lebih dominan ketimbang indrawi. Kondisi ini akan mendorong siswa untuk "ingin melakukan sesuatu "tanpa tekanan".
Kondisi ini terjadi karena potensi positif dari dalam diri siswa aktif. Nah, tugas kita hanya memberi stimulus. Jika kondisi ini terjadi maka siswa yang tadinya tidak gemar materi pelajaran tertentu akan lupa dandengan sendirinya beradaptasi mengikuti proses pembelajaran.
Sebagai contoh, apabila kita guru bahasa Indonesia dan ingin menyampaikan materi pelajaran "teks biografi", maka mulailah dengan memberi contoh teks biografi tentang tokoh-tokoh yang relevan dengan dunia siswa. Buat mereka tertarik bukan karena 100 persen kita paksa untuk ikut dunia kita, Â melainkan karena mereka ingin menemukan hal-hal yang mereka kagumi.
Pada konteks ini, kita sebaiknya memahami kencederungan minat dan latar belakang siswa. Gejala dari terbangunnya kondisi ini adalah ketika siswa fokus sehingga mereka lupa waktu. Satu  jam akan tidak terasa berlalu ketika siswa masuk dalam kondisi ini.
Kita juga dapat membuat rules yang seru untuk membuat gairah mereka terpancing. Berilah mereka misi dan apresiasi. Misalnya, jika siswa melakukan x maka mereka akan dapat Y. Dengan begitu, siswa akan merasakan gejolak batin yang positif.
3.  Memberi momen kepada  siswa untuk merasa bermakna
Setiap tahap pada uraian ini sebetulnya saling berkaitan. Maka apabila tahap satu dan dua telah berhasil maka mudah untuk memembangun kondisi puncaknya atau tahap ketiga.  Pada Tahap ketiga ini kita akan  membangun kondisi meaningfull. Pada teori Seligmen kondisi ini sering disebut sebagai Authentic Happiness atau kebahagian sejati
Pada kondisi ini, siswa bukan lagi terkondisikan oleh kita, namun mereka sendiri yang membangun kondisi itu. Artinya, mereka senang, puas, dan merasa bahagia karena mereka telah menyatu dengan  suasana kelas.  Artinya kita telah membangun inti pembelajaran yang membahagiakan mereka.
Buatlah seolah-olah mereka yang memegang kendali suasana. Biasanya ini terjadi otomatis. Gejala dari kondsisi ini dapat terlihat ketika siswa merasa bermakna di kelas. Sebagai contoh, buatlah satu persatu siswa terlibat di muka kelas atau sebagai fokus. Kita dapat mendorong mereka presentasi kelompok, atau pun  memberi estafet untuk maju ke muka kelas, megoreksi, bertanya, dan menjawab pertanyaan.
Pada kondisi ini, kita tidak sama sekali dominan.  Namun siswa yang begitu aktif dan akan saling menularkan suasana menyenangkan.  Kita hanya menyimak dan  ikut tersenyum-senyum menikmati hangatnya proses pembelajaran ini. Tentu tetap mengamati dengan hati-hati sambil mempersiapkan penutup terbaik bagi  pembelajaran di kelas ini. Selamat mencoba!
Marendra Agung J.W
10 Juni 2021.
Sumber  Pendukung:  Tentang konsep Psikologi Positif Martin Seligmen dapat dilihat di:
- UMS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H