Artinya, tatkala melakukan pawai sahur, mereka merasa mendapat kesempatan untuk mendefinisikan diri sebagai “yang berjasa” atas orang banyak. Pada momen ini, bagi mereka tak ada yang lebih menyenangkan selain menyelamatkan orang lain dari jahatnya tidur pulas, yang membuat ibadah sahur seseorang jadi terlewat. Dengan demikian, sesampainya di rumah masing-masing, anak-anak ini terkadang senyum-senyum sendiri, seperti ingin mengatakan kepada orang tua,“ Wahai ibu, oh ayah, aku baru saja menjadi pahlawan!”
Oleh karena hasrat itukah pawai sahur ini menjadi tak lekang oleh zaman? Nyatanya, walau kerap menerima keluhan, pawai sahur khususnya di kampung kami tetap menjadi salah satu ikon ramadan yang dinanti. Baik oleh sebagian anak-anak atau mungkin juga bagi ibu-ibu rumah tangga, yang memandang alarm tak lagi mempan di telinga.
Marendra Agung J.W
Bekasi. 22 Mei 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H