Mohon tunggu...
Drajatwib
Drajatwib Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis amatiran

Menggores pena menuang gagasan mengungkapkan rasa. Setidaknya lebih baik daripada dipendam dalam benak, terurai lenyap dalam pusaran waktu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pariwisata Bali, Antara Peluang, Tantangan,dan Solusi Berkelanjutan

7 Januari 2025   05:40 Diperbarui: 8 Januari 2025   11:30 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bali dalam Sorotan Dunia

Bali telah lama menjadi salah satu destinasi wisata paling ikonik di dunia, sering dijuluki sebagai "Pulau Dewata." Dengan kombinasi keindahan alam, tradisi budaya yang kaya, dan keramahtamahan masyarakatnya, Bali menarik jutaan wisatawan internasional (wisman) dan domestik (wisdom) setiap tahunnya. Namun, daya tarik global ini tidak datang tanpa tantangan. Pada akhir tahun 2024, Fodor's Travel, sebuah panduan perjalanan internasional, memasukkan Bali dalam daftar "No List 2025" -- daftar destinasi yang direkomendasikan untuk dihindari wisatawan. Alasan yang disoroti adalah fenomena overtourism, masalah lingkungan seperti sampah plastik, kemacetan lalu lintas, dan tekanan terhadap infrastruktur.

Penilaian ini menjadi pukulan besar bagi citra Bali sebagai destinasi kelas dunia. Kritik internasional tersebut memunculkan pertanyaan mendalam tentang tata kelola pariwisata Bali yang selama ini lebih berfokus pada peningkatan jumlah wisatawan daripada keberlanjutan. Sorotan ini juga menyoroti perbedaan besar antara kawasan wisata utama, seperti Seminyak, Canggu, dan Ubud, yang mengalami overdevelopment, dan destinasi asri seperti Munduk, Sidemen, atau Pemuteran, yang masih menjaga keaslian budaya dan alam tetapi menghadapi kendala aksesibilitas.

Yang lebih ironis, hampir seluruh wisatawan internasional tiba melalui satu pintu utama, Bandara Internasional Ngurah Rai di Kuta. Ketergantungan pada satu titik akses ini tidak hanya memperkuat tekanan terhadap kawasan Bali Selatan, tetapi juga menciptakan hambatan bagi distribusi ekonomi pariwisata ke wilayah lain seperti Bali Utara dan Timur. Ketiadaan transportasi publik yang andal menambah lapisan kompleksitas: wisatawan yang ingin menjelajah destinasi asri harus mengandalkan kendaraan pribadi atau jasa transportasi mahal, yang sering kali menjadi kendala bagi segmen pasar tertentu.

Namun, di balik tantangan ini, ada peluang besar. Tingginya nilai tukar Dollar Amerika terhadap Rupiah membuat Bali tetap kompetitif bagi wisman kelas menengah ke atas. Destinasi ini juga memiliki potensi untuk memimpin dalam pariwisata berkelanjutan, dengan memanfaatkan tradisi lokal, keindahan alam, dan ekosistem uniknya sebagai daya tarik utama.

Tantangan Overtourism dan Infrastruktur di Bali Selatan

Kawasan wisata utama seperti Seminyak, Canggu, Kuta, Sanur, dan Ubud menjadi gambaran nyata dari fenomena overtourism di Bali. Kemacetan lalu lintas, drainase buruk yang menyebabkan banjir, serta pemandangan kabel listrik dan internet yang semrawut menciptakan pengalaman wisata yang jauh dari ideal. Tekanan pada infrastruktur ini tidak hanya merugikan wisatawan tetapi juga mengganggu kehidupan masyarakat lokal.

Masalah ini diperparah oleh perilaku wisatawan yang sering kali tidak menghormati aturan lokal, seperti melanggar aturan lalu lintas atau tidak menghargai adat istiadat. Di sisi lain, pemerintah cenderung lebih berfokus pada peningkatan jumlah wisatawan daripada mengatasi masalah mendasar ini. Hal ini terlihat dari kurangnya investasi dalam transportasi publik, yang menjadi salah satu hambatan utama dalam mengurangi kemacetan dan distribusi wisatawan ke destinasi lain.

Destinasi Asri yang Mulai Terancam

Destinasi seperti Munduk, Sidemen, dan Pemuteran menawarkan keindahan alam yang asri dan kedamaian yang sulit ditemukan di kawasan wisata utama. Namun, ketiadaan transportasi publik dan tingginya biaya akses membuat destinasi-destinasi ini sulit dijangkau oleh wisatawan. Selain itu, invasi investor yang membangun vila dan hotel mewah di daerah ini mulai mengancam keseimbangan antara pariwisata dan pelestarian budaya serta lingkungan.

Di Munduk, misalnya, jumlah vila meningkat secara signifikan dalam lima tahun terakhir. Meskipun angka ini masih kecil dibandingkan Bali Selatan, tren ini menunjukkan bahwa kawasan asri pun tidak kebal terhadap tekanan pariwisata massal. Tanpa regulasi yang ketat, destinasi-destinasi ini dapat kehilangan keunikan yang menjadi daya tarik utamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun