Ini saatnya memuliakan alam. Selama duapuluh empat jam penuh seluruh pulau yang luasnya 5,633 km persegi tidak ada aktifitas apapun dari lebih kurang 4,32 juta jiwa yang tinggal didalamnya.
Hanya suara desir angin, kicau burung, gonggongan anjing dan suara binatang lain. Tak terdengar deru mesin kendaraan, bahkan suara pesawat yang melintas diatas pulau. Jika malam tak mendung, hanya sinar bintang gemintang yang akan tampak, sebab Nyepi selalu bertepatan dengan "bulan mati". Saatnya melihat indahnya galaksi Bima Sakti dilangit malam.
Manusia hening, mengambil waktu untuk merenung, mulat sarira, memeriksa bathin untuk memperbaiki diri. Sementara alam memiliki kesempatan relaksasi, lepas sejenak dari rutinitas yang tak berujung, melayani manusia sebagai penghuni yang jumawa. Ya, hanya disini, di Bali semua itu bisa terjadi.
Bagi orang yang tidak merayakan Nyepi dan tinggal di pulau Bali, indahnya hening masih bisa diresapi sebagai pengalaman yang tak ditemui di daerah lain dimuka bumi ini. Tetap indah untuk diresapi dan dimaknai secara positif.
Hanya duapuluh-empat jam, tidak lebih kita berhenti mencari hiburan, mencari informasi. Berhenti sejenak memikirkan kasus covid-19, mutasi virus baru, kapan giliran vaksinasi covid, dan sebagainya.
Hanya hening dan suara alam dengan angin yang bermain-main menggoyang dahan dan daun menciptakan irama yang jarang kita nikmati. Sementara, diatas, awan putih dilangit yang biru sedang berarak ke timur, mengikuti arahan sang bayu, berkumpul di ufuk dan mungkin malamnya akan kembali membawa tetesan air membasahi bumi.
Kesempatan mendekat ke alam, merasakan hening juga menjadi kesempatan untuk lebih mendekat kepada Sang Khalik, pencipta dan pemilik alam semesta. Meresapi, mensyukuri sekaligus tunduk dan menyaksikan kebesaranNya.
What a wonderful world
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H