Mohon tunggu...
Drajatwib
Drajatwib Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis amatiran

Menggores pena menuang gagasan mengungkapkan rasa. Setidaknya lebih baik daripada dipendam dalam benak, terurai lenyap dalam pusaran waktu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kecemasan Korban Gempabumi Lombok dan Hoaks

25 Agustus 2018   21:45 Diperbarui: 25 Agustus 2018   21:56 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa jawaban sederhana yang berasal dari masyarakat menyebutkan bahwa (kebetulan saja) dua gempa besar di Lombok terjadi bertepatan pada hari minggu malam, yakni tanggal 5 Agustus dan hari minggu malam tanggal 19 Agustus 2018. Dua kejadian ini rupanya sempat menjadi rujukan masyarakat dengan menandai kejadian gempa besar setiap hari minggu malam. Dalam situasi yang penuh kecemasan sepertinya masyarakat lebih susah menerima penjelasan pemerintah yang menghimbau untuk tidak perlu cemas terhadap ramalan hoax tersebut, karena faktanya memang tidak ada satupun pakar didunia yang bisa meramalkan kapan akan terjadi gempabumi.

Strategi Melawan Hoax

Fakta kejadian yang membuktikan salahnya ramalan hoax barangkali menjadi hal yang membuat masyarakat batal percaya kepada hoax dan kembali mempercayai himbauan pemerintah. Namun jika menyangkut hal yang belum terjadi dan salam situasi penuh ketidakpastian, tampaknya masih diperlukan cara lain untuk mengemas informasi dan himbauan resmi pemerintah supaya lebih dipercaya masyarakat ketimbang berita hoax. Sebagai contoh, kalimat yang sering dipergunakan untuk melawan ramalan gempa hoax dengan menggunakan kalimat "Sampai dengan saat ini tidak ada seorang pakar pun didunia yang mampu meramal kapan akan terjadi gempabumi".

 Disatu sisi, hal ini merupakan fakta ilmiah yang belum terbantahkan namun disisi lain, kalimat tersebut juga menyisakan makna adanya "ketidakpastian" yang tetap menimbulkan kecemasan akan apa yang akan terjadi. Jika tidak bisa diramal, bukankah hal itu juga berarti tidak ada satupun yang tahu apa yang akan terjadi. Akankah gempa besar akan terjadi lagi esok, ataukah bumi akan kembali tenang.

Liputan media cetak atas analisa Kapolri terhadap peredaran Hoax
Liputan media cetak atas analisa Kapolri terhadap peredaran Hoax
Barangkali lebih baik jika saat ini strategi melawan hoax, selain dilakukan dengan memerangi secara langsung dengan countering-hoax, melakukan upaya kepolisian, juga dilakukan dengan mengarahkan pemahaman masyarakat untuk bersahabat dengan gempa namun mampu mengurangi dampak gempa dengan melakukan tindakan penyelamatan yang benar dan sederhana tanpa perlu panik lari mengungsi. Bukankah berlari salah arah justru meningkatkan resiko bahaya lainnya seperti resiko kriminalitas, perampokan rumah kosong atau justru terkena longsoran ketika mengungsi ke daerah perbukitan pada saat muncul gempa susulan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun