Pagi itu kawasan pantai Sanur terlihat masih cukup ramai. Parkir mobil dan motor terlihat penuh dan membuat pengunjung harus masuk perlahan melalui Jl. Hang Tuah untuk menemukan tempat parkir yang masih tersisa. Warung Mak Beng yang terletak di ujung jalan pantai Sanur juga terlihat penuh pengunjung. Warung makan yang hanya menyajikan menu tunggal sup ikan laut ini memang populer di kalangan pelancong domestik. Beberapa kolega dari luar Bali jika berkunjung selalu minta ditemani makan di warung Mak Beng ini atau setidaknya memasukkan dalam agenda kuliner selama berlibur di Bali.
Namun pagi ini kami ke pantai Sanur bukan hendak sarapan d warung Mak Beng, melainkan akan menyeberang ke Nusa Lembongan menggunakan fast-boat yang tersedia dari pantai Sanur. Ini merupakan kunjungan kami yang kedua setelah kunjungan sebelumnya kami menikmati petualangan bersepedamotor keliling pulau Nusa Lembongan beberapa bulan sebelumnya. Kunjungan pertama tersebut cukup menyenangkan sehingga ketika memilih akan menghabiskan akhir minggu kemana, maka kami memutuskan untuk kembali ke Nusa Lembongan.Â
Sebenarnya ada pilihan lain, yakni Nusa Penida, pulau paling besar di antara ketiga pulau yang berada dekat pulau Bali ini. Namun setelah menimbang beberapa hal yang lain, maka kami tetap memutuskan berangkat ke Nusa Lembongan. Buat kami Lembongan (begitu orang lokal menyebutnya dengan singkat) jauh lebih eksotis alamnya ketimbang Penida atau Trawangan yang ada di Lombok.Â
Di samping obyek wisata yang bisa dikunjungi jauh lebih banyak, Lembongan juga memiliki kontur yang beragam, semisal pelancong bisa menikmati keindahan sunset dari Panorama restaurant and bar yang ada di tanjakan dan tikungan jalan menuju Jungut Batu. Dari tempat ini, sembari minum teh hangat atau jus tamarin pelancong bisa menikmati keindahan panorama pantai Jungut Batu dan sekitarnya sambil menunggu saat matahari tenggelam di ufuk barat. Â
Pagi ini kami memilih untuk go-show, mencoba langsung membeli tiket penyeberangan ke Lembongan tanpa reservasi terlebih dahulu. Di Sanur tersedia beberapa provider fast-boat seperti Marlin; Glory; Sanur Express dan sebagainya dengan jadwal keberangkatan pagi hingga sore mulai jam 8; 10; 11; 13 dan jam 15. Â
Pada perjalanan ke Lembongan sebelumnya kami menggunakan fast boat Glory yang cukup bagus dilengkapi dengan peralatan keselamatan berupa life jacket bagi setiap penumpang yang tersimpan di kompartemen penyimpanan barang diatas tempat duduk tiap penumpang.Â
Kali ini kami tiba di Sanur sekitar jam 10 pagi dan berencana untuk menggunakan fast boat Glory lagi. Namun ketika kami sampai di konter tiket, jadwal keberangkatan jam 11 sudah penuh. Kami mencari alternatif lain dan segera mendapat tiket justru pada keberangkatan jam 10 dengan fast boat Marlin yang masih mau menunggu kami, dua penumpang terakhir mereka sebelum berangkat. Sungguh beruntung kami pagi itu tanpa menunggu terlalu lama sudah bisa berangkat ke Lembongan.
Tidak habis heran karena demikian tingginya frekuensi penyeberangan setiap harinya yang mengangkut ratusan penumpang tapi tidak ada satupun dek penyeberangan dibangun oleh pemerintah. Jika dibandingkan dengan pelabuhan penyeberangan Bangsal dan Gili Trawangan di Lombok yang sudah memiliki bangunan dek permanen bagi sandar kapal dan penumpang mengakses kapal dengan nyaman, jelas Bali tertinggal jauh.
Karena ketiadaan dek ini pulalah pagi ini kami mengulangi berbasah basah naik ke boat dengan sebelumnya melepas sepatu dan menitipkan kepada crew boat yang sudah siap dengan keranjang plastik untuk menampung  sepatu/sandal milik penumpang. Tentusaja kami perlu mengamankan dompet dan smartphone disaku baju atau tas supaya jika celana basah terkena hempasan ombak tidak fatal akibatnya bagi smartphone maupun dompet kami.
Perjalanan dengan fast boat menuju Lembongan dapat ditempuh hanya sekitar 30 menit. Jika ombak sedang tenang kapal bisa merapat ke pelabuhan Mushroom atau Jungut Batu. Namun jika cuaca dan ombak sedang tidak bersahabat maka boat biasanya akan melambung agak jauh keutara, didekat kawasan Mangrove.Â
Pagi ini kami beruntung karena cuaca dan ombak sedang baik, sehingga boat dapat merapat ke pelabuhan Mushroom yang lokasinya tidak terlalu jauh dari hotel kami. Begitu mendarat dengan berbasah basah lagi, kami segera disambut beberapa orang yang menawarkan penyewaan sepeda motor. Namun karena hotel Abian Hut yang akan kami singgahi sudah menyediakan jemputan, maka kami menolaknya secara halus.
Kepada petugas front office saya juga sampaikan keinginan untuk menyewa satu sepeda motor yang akan kami pakai menjelajah pulai Lembongan. Sesaat setelah kami check in, meletakkan barang dikamar, mulailah petualangan kami dengan sepeda motor matic yang kami sewa hari ini.
Sepinya Wisata di Lembongan
Sore sekitar jam 16 sebelum kami menuju ke Mahagiri resort yang berada di ujung utara Lembongan untuk menyaksikan sunset di tepi pantai, kami menyinggahi dulu warung kopi Kenya yang berlokasi tidak jauh dari pelabuhan Jungut Batu. Kami sudah berencana untuk ngopi-cantik dulu di Kopi Kenya yang pada kunjungan sebelumnya pernah kami singgahi dan kami suka dengan kopinya dan pemandangan tepi pantai.Â
Setelah beberapa bulan berlalu rupanya barista kopi Kenya masih mengenali kami dan kali ini, entah karena sepinya pengunjung atau memang sedang pusing memikirkan cafenya yang sepi, dia ikut nimbrung ngobrol dengan kami dan banyak bercerita, tepatnya curhat, tentang sepinya kunjungan wisata ke Lembongan selama beberapa bulan terakhir. Menurutnya banyak teman temanya yang bekerja dihotel dan restoran besar mulai dirumahkan sementara atau jam kerjanya dikurangi.Â
The Deck cafe and bar sebagai tempat yang paling ramai dikunjungi pelancong asing di kawasan Jungut Batu selama beberapa minggu ini hanya dikunjungi oleh sedikit tamu. Tentusaja ini membuat para pekerja dibidang hospitality ini mulai merasa was was akan kehilangan pekerjaan bila situasi terus berjalan seperti ini.
Nusa Penida Festival
Sore itu areal tempat digelarnya acara mulai dibanjiri pengunjung yang kebanyakan didominasi oleh orang lokal dan mungkin hanya sekitar 10 persen adalah pengunjung dari pelancong asing. Fokus kami tetap, sebelum bergeser melihat lihat stand dan panggung yang berada di area acara kami menuju hamparan pasir putih yang cukup luas untuk menunggu sunset. Sungguh kebetulan sore ini cuaca sangat bagus, beberapa awan tipis berarak tapi tidak menutup pemandangan matahari yang secara perlahan mulai tenggelam. Â Pemandangan yang luar biasa.Â
Tentu saja kamera ponsel kami tidak berhenti mengabadikan saat saat indah ini. Semburat cahaya jingga di ufuk barat mengantar tenggelamnya matahari yang membawa kami bergeser menuju lokasi acara. Ada puluhan stand yang menjajakan berbagai paket makanan; souvenir khas Bali, khususnya kain tenun endek dan panggung hiburan di acara ini. Kursi dan sofa pantai warna warni digelar dipasir putih membuat orang tertarik untuk membeli makanan atau sekedar minuman sambil duduk ngobrol. Semakin malam pengunjung semakin ramai membanjiri lokasi acara.Â